Kepengurusan Pedoman Besar Gerakan Ahmadiyah Indonesia (PB GAI) Periode 2014-2019 lahir dari Keputusan Muktamar XVIII GAI yang diselenggarakan bersamaan dengan penyelenggaraan Jalsah Salanah pada 20-22 Desember 2019 di Yogyakarta.
Dalam Muktamar tersebut, Majelis Amanah Organisasi (MAO) GAI yang terdiri dari 40 orang sesepuh dan pinisepuh dari berbagai Cabang, secara aklamasi memilih kami, Drs. H. Yatimin AS sebagai Ketua Umum Pedoman Besar GAI masa bakti 2019-2024.
Pelantikan dan Penetapan Ketua Umum PB GAI dilakukan dalam Sidang yang digelar kembali oleh MAO pada Sabtu, 8 Februari 2020, bertempat di Aula Yayasan PIRI, Yogyakarta. Setelah sebelumnya, sidang ini menetapkan Dr. H. Soekasno Warnodirjo sebagai Ketua MAO periode 2020-2025, dan Prof. dr. H. Mujtahid Ahmad Djojosoegito sebagai Wakil Ketua MAO.
Sidang selanjutnya menetapkan pula kelengkapan anggota PB GAI. Dan kemudian, berdasarkan Surat Keputusan Dewan Formatur Majelis Amanah Organisasi GAI Nomor Istimewa DI/2020 Tanggal 8 Februari 2020, maka susunan kepengurusan PB GAI 2019-2024 diangkat dan ditetapkan oleh sidang.
Selain itu, Peserta Sidang juga mengamanahkan pengurus PB GAI untuk segera melaksanakan rapat kerja guna menyusun agenda dan program GAI selama lima tahun ke depan. Atas dasar itu, pada 14 Maret 2020, bertempat di Aula Yayasan PIRI Yogyakarta, PB GAI menyelenggarakan Rapat Kerja. Raker diselenggarakan dalam rangka menyusun rencana program kerja PB GAI selama periode kepengurusan 2019-2024.
Akan tetapi dalam rentang waktu 5 tahun berjalan, tidak semua program kerja yang dicanangkan dapat dilaksanakan. Pertama-tama karena tiga tahun pertama masa kepengurusan, organisasi tidak bisa berjalan efektif dengan adanya Pandemi Covid-19 yang melanda di hampir seluruh belahan dunia, termasuk di Indonesia, sejak sepertiga tahun 2020.
Pandemi Covid berdampak tidak hanya pada efektivitas kegiatan, juga pada berkurangnya intensitas pertemuan, musyawarah, atau rapat-rapat yang diperlukan untuk membahas persoalan-persoalan taktis dan strategis organisasi. Di samping itu, juga terdapat kendala-kendala lain seperti keterbatasan SDM atau pelaku kegiatan, keterbatasan finansial, dlsb.
Barulah pada pertengahan tahun ketiga, atau bahkan hampir masa akhir tahun ketiga, sesudah wabah corona mereda, kegiatan-kegiatan dapat mulai kembali dilakukan secara intensif, meskipun tidak cukup maksimal, dalam arti sesuai dengan program kerja yang dicanangkan sebelumnya sebagaimana tertuang di atas.
Laporan Selengkapnya dapat dibaca dalam format PDF berikut ini:
Comment here