Sentuhan Rohani

Kesucian Lahir dan Batin

Setiap Nabi adalah bapak ruhani bagi umatnya, yang secara bertahap berusaha menyingkirkan kekotoran jiwa mereka, dan menyelamatkan mereka dari segala marabahaya.

Kekotoran tahap pertama, yang menjadikan manusia tak layaknya seekor binatang, adalah kekotoran lahiriah. Darinya, penyakit berbahaya dan mematikan timbul. Sebab itu, Kitab Allah yang sempurna ini (Al-Quran), memulai pengajarannya dari perkara ini.

Allah berkehendak agar manusia menyucikan diri dari kekotoran lahiriah, melepaskan diri dari keadaan hayawan, dan beranjak menjadi insan. Lalu Allah mengajarinya berbagai aturan akhlak dan kesucian batin, dan membuat mereka menjadi insan beradab. Dari Insan beradab meningkat menjadi insan bertaqwa, yang mencapai cinta dan fana (lebur) ke dalam diri-Nya.

Dalam firman-Nya , Allah Ta’ala mendorong manusia menuju dua macam kesucian, “Sesungguhnya Allah mencintai tawwaabiin (orang yang bertobat) dan mencintai mutathahhiriin (orang yang menyucikan diri).” (Al-Baqarah, 2:222).

Golongan “tawwaabiin” adalah manusia yang cenderung pada kebersihan dan kesucian batiniah. Sedangkan golongan “mutathohhiriin” adalah mereka yang menekankan kebersihan dan kesucian lahiriah.

Dari ayat ini jelas bahwa orang yang dicintai Allah bukan hanya mereka yang pandai menjaga kebersihan dan kesucian lahiriah saja. Disebutkannya dua golongan itu dalam satu ayat, mengisyaratkan bahwa manusia yang akan mendapat cinta Allah yang sempurna adalah dia yang selain menjaga kebersihan dan kesucian lahiriah juga melakukan pertobatan sejati kepada-Nya. Sebab, hanya karena cinta Allah yang sempurnalah, manusia  akan selamat di hari Kiamat.

Orang yang hanya memerhatikan kebersihan dan kesucian lahiriah, dia hanya dapat mengambil faedah berupa terlindungi dari banyak penyakit jasmani. Meskipun ia tak bisa melihat cinta Allah yang lebih tinggi, tapi karena dia melakukan sedikit banyak perbuatan yang sesuai dengan kehendak-Nya, dengan cara menjaga kebersihan rumahnya, badannya dan pakaiannya, maka dia diselamatkan dari beberapa malapetaka jasmaniah. Kecuali orang yang banyak dosanya, dia pantas mendapat hukuman.

Jika engkau membaca Al-Quran dengan seksama, engkau akan tahu bahwa Allah, yang tak terbatas belas kasihnya itu, menghendaki agar manusia menyukai kesucian batin, agar ia bisa terselamatkan dari siksaan ruhani.

Meski demikian, Dia juga menyukai manusia yang menjaga kebersihan dan kesucian lahiriahnya, supaya bisa terhindar dari neraka dunia, yang mewujud dalam berbagai bentuk penyakit dan wabah

Jelasnya, golongan “tawwaabiin” adalah dia yang berjuang untuk mewujudkan kebersihan dan kesucian batiniah atau ruhaniah, sedangkan golongan “mutathohhiriin” adalah dia yang berjuang untuk mewujudkan kebersihan dan kesucian lahiriah atau jasmaniah.

Di Surat lain, Allah Ta’ala berfirman, “Makanlah barang-barang yang baik dan berbuatlah kebaikan.” (Al-Mu’minun, 23:51).

Dalam ayat itu terdapat dua perintah. Pertama, perintah untuk “makan makanan yang baik,” yang diperuntukkan bagi kebaikan jasmani. Kedua, perintah untuk “berbuat kebaikan,” yang diperuntukkan bagi kebaikan ruhani.

Dari antara kedua ayat di atas, kita mendapatkan alasan bahwa hukuman di akhirat itu diperlukan bagi orang yang jahat. Sebab jika di dunia ini kita mengabaikan aturan kesucian atau kebersihan jasmani, maka kita pasti akan terkena musibah. Maka demikian pula bila kita meninggalkan prinsip kebersihan dan kesucian ruhani, tentu akan ada azab yang menimpa di masa sesudah kematian kita.

(Hazrat Mirza Ghulam Ahmad, Ayyamus Sulh, hlm. 109-111 | Disarikan oleh Yatimin AS)

Yuk Bagikan Artikel Ini!

Comment here