Mungkin terlintas pertanyaan dalam benak kita, apakah tulisan ini tidak termasuk isu yang menyangkut SARA? Karena jelas bahwa kata salib di sini menunjuk pada agama Kristen. Sehingga pengertian mematahkan salib tak lain dan tak bukan adalah menyerang agama Kristen.
Tentu saja ini akan membangkitkan sentimen keagamaan. Padahal pemerintah kita dewasa ini sedang gencar-gencarnya menggalakkan terciptanya suasana rukun dalam kehidupan antar umat beragama, agar terbentuk masyarakat yang bersatu untuk membangun.
Persamaan seperti di atas sebenarnya tidak tepat benar sekurang-kurangnya karena tiga alasan. Pertama, di dalam pembahasan topik ini kam berpijak pada Quran Suci 2:256, “Tak ada paksaan dalam agama.”
Timbulnya sentimen atau permusuhan, umumnya disebabkan karena ada pihak yang bermaksud untuk memaksakan keyakinannya. Quran jelas-jelas mengutuk tindakan seperti itu.
Kedua, kami menjauhkan pembahasan ini dari menjelek-jelekkan atau menghina. Dan ketiga, dalam pembahasan ini kami menggunakan dalil-dalil al-Quran atau al-Hadits supaya terhindar dari tindakan mengada-ada.
Mungkin dapatlah dikatakan secara ringkas bahwa tulisan ini adalah upaya untuk melakukan kajian atau pendalaman mengenai pengertian Kristen atau Ahli Kitab menurut Islam (Qur’an dan Hadis)
Adalah suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkir bahwa Quran Suci banyak memberi koreksi dan peringatan pada konsep Ketuhanan Al-Masih dalam kekristenan. Misalnya dalam ayat-ayat berikut ini:
“Dan untuk memperingatkan orang-orang yang berkata, “Allah telah mengangkat putra.” (QS 18:4)
“Wahai kaum Ahli Kitab, mengapa kamu mendampur baurkan kebenaran dengan kepalsuan, dan menyembunyikan kebenaran padahal kamu tahu?” (QS 3:70).
Bukankah dengan begini Quran telah memberi pengertian kepada kita tentang siapa sebenarnya Kristen itu?
Maka dengan pembahasan “mematahkan salib” ini, justru akan membawa kita meninjau kembali posisi Kristen di mata Allah Ta’ala. Allah sendirilah yang mengutus Nabi Isa a.s. untuk mengajarkan Taurat dan Injil kepada Bani Israel (QS 5:110, 3:47). Tetapi kemudian lahirlah Kristen, dan terjadilah penyimpangan.
Melalui Nabi Muhammad saw., Allah mengingatkan orang-orang Kristen agar kembali pada jalan yang benar. Bukankah dengan merenungkan ayat-ayat Quran Suci, terutama yang berkaitan dengan kekristenan, membuat kita lebih mengenal dan dekat dengan hakikat Kristen itu sendiri?
Dengan mengetahui siapa sebenarnya Kristen, maka akan mempertebal keimanan kita, terutama iman kepada kitab suci para nabi. Dengan keadaan agama Kristen yang ada sekarang ini, keimanan kita terhadap Nabi Isa a.s. dan kitab diajarkannya akan semakin kuat.
Dengan demikian, maka akan tumbuh rasa toleransi yang dinamis terhadap umat Kristen. Dalam kehidupan persahabatan, bagaimana pun watak yang dimiliki oleh seorang sahabat jika kita mengenalnya cukup dekat, bukan menutup mata dengannya, maka tidak akan ada masalah. Sebaliknya, jika hanya sedikit mengenal watak seorang sahabat, maka kadang masih timbul perasaan curiga.
Di samping itu, pembahasan topik ini mengingatkan kita pada peringatan Allah agar kita berhati-hati terpada pengaruh pemikiran Kristen, sebagaimana dinyatakan, “Dan Kaum Yahudi tak senang kepada engkau, demikian pula kaum Nasrani, terkecuali apabila engkau mengikuti agama mereka.” (QS 2:120)
Misteri Penyaliban Isa dalam tradisi Yahudi dan Kristen
Arti sebenarnya dari salib adalah alat untuk melaksanakan hukuman mati dalam tradisi bangsa Romawi, yang terdiri dari dua balok kayu yang saling silang, dimana orang yang dihukum dipakukan padanya.
Namun dalam perkembangannya kemudian, salib digunakan sebagai lambang kekristenan pada umumnya. Dan pada akhirnya, salib biasa digunakan oleh para penulis keagamaan untuk menyebut agama Kristen itu sendiri.
Bagi tiga agama besar dunia, yakni Islam, Kristen dan Yahudi, salib merupakan sumber misteri yang seakan tak terpecahkan. Berpangkal pada satu momentum yang sangat bersejarah, yakni saat dipakunya Isa a.s. di tiang salib sekitar dua ribu tahun yang lalu, tumbuh dan berkembanglah tiga persepsi yang berbeda dalam ketiga agama ini.
Peristiwa penyaliban Isa Almasih bagi kaum Yahudi adalah pembenaran atas tuduhan mereka terhadap Isa a.s. Mereka menolak kenabian Isa, memusuhinya, dan menuduhnya telah melakukan suatu kebohongan dengan mengaku sebagai nabi. Mereka menuding Isa a.s. sebagai nabi palsu. Padahal orang yang mengaku-aku sebagai nabi, dalam keyakinan mereka, akan menerima laknat Tuhan.
Ketika mereka berhasil menggantung Isa a.s. di tiang salib, maka mereka merasa itu adalah bukti bahwa tudingan mereka terhadap Isa a.s. adalah benar adanya. Sebab, seperti apa yang tercantum dalam Kitab Ulangan 21:21, “kematian di tiang salib adalah kematian yang terkutuk.” Mereka berpuas hati karena yakin telah berhasil menyalibkan Isa hingga mati (QS 4:157).
Dengan begitu, kaum Yahudi berkeyakinan bahwa kematian Isa a.s. di tiang salib membuktikan bahwa Isa adalah nabi palsu. Dia bukan Elias atau Mesian yang dijanjikan dalam Perjanjian Lama. Sebab, tidak mungkin seorang nabi mati terkutuk.
Lain halnya dengan Kristen. Mereka meyakini bahwa kematian Isa a.s. secara terkutuk di atas kayu salib adalah suatu keharusan, demi untuk menebus dosa waris manusia seluruhnya, sebagaimana dinyatakan dalam Galatia 3:13, “Maka Kristus sudah menebus kita daripada kutuk Taurat itu, dengan menjadi satu kutuk karena kita. Karena ada tersurat: Terkutuklah tiap-tiap orang yang tergantung pada kayu palang.”
Jadi, sebagaimana halnya kaum Yahudi, kaum Kristen juga meyakini jika Isa a.s. mati di tiang salib, dan terkutuk karena kematiannya itu. Tetapi hal itu adalah sebagai wujud penebusan Isa atas dosa waris manusia seluruhnya.
Misteri Penyaliban Isa dalam tradisi Islam
Di kalangan umat Islam umumnya, setidaknya terdapat dua golongan yang berbeda berkenaan dengan misteri penyaliban Isa Almasih. Pertama, golongan yang percaya bahwa yang disalib itu sama sekali bukan Isa, melainkan muridnya yang berkhianat da diserupakan wajahnya seperti Isa.
Ada yang mengatakan, murid itu adalah Yudas Eskariot. Tapi ada pula yang mengatakan murid itu adalah Yahuza. Sementara itu, Nabi Isa sendiri diangkat ke langit, dan akan turun kembali ke dunia pada hari kiamat.
Golongan pertama ini mendasarkan diri pada QS 4:157. Di sini kami kutipkan lengkap terjemahnya dari versi “Al-Qur’an dan Terjemahannya” yang diterbitkan oleh Departemen Agama.
“Dan karena ucapan mereka, “Sesungguhnya kami telah membunuh Isa Almasih, Isa Bin Maryam, Rasul Allah.” Padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya. Tetapi (yang mereka bunuh adalah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka …. (QS 4:157)
Bagaimana pengertian selanjutnya mengenai hal ini, mungkin kutipan dari buku “Rangkaian Cerita Dalam Alquran” yang ditulis oleh Bey Arifin berikut ini bisa sedikit menjelaskan, “Baru saja pemuda Yahuza menyerbu ke tempat persembunyian Nabi isa, Tuhan memperlihatkan kekuasaanNya. Mata musuh tak dapat melihat akan Nabi Isa sendiri. Sedang pemuda Yahuza yang telah menyerbu sendirian itu diubah oleh Allah mukanya menjadi muka Nabi Isa sendiri.”
Untuk selanjutnya, pengertian mengenai “diangkatnya” Nabi Isa ke langit, golongan pertama ini mendasarkan pada QS 4:158. Kata rofa’a dalam ayat ini mereka artikan “mengangkat secara fisik.” Sehingga timbul pengertian bahwa Allah mengangkat benar-benar jasad nabi Isa ke langit.
Golongan kedua percaya bahwa Nabi Isa memang benar-benar disalib, namun tidak sampai mati seperti yang diyakini oleh kaum Yahudi maupun Kristen. Hal ini sebagai bentuk diselamatkannya Nabi Isa dari kematian terkutuk di tiang salib.
Golongan kedua ini meyakini Nabi Isa masih hidup pasca penyaliban dan melanjutkan misi kenabiannya dengan berdakwah kepada “domba-domba Israel” yang terserak di luar Yerusalem.
Pengertian yang kedua ini disampaikan oleh ulama besar dan mujaddid abad 14 Hijriyah, Hazrat Mirza Ghulam Ahmad dari Qadian, India.
Mengapa mematahkan salib?
Allah mengecam keras kaum Yahudi dan kaum Nasrani atas dogma yang mereka yakini, yang bersumber dari momentum penyaliban Isa Almasih. Dalam QS 4:157, Allah menyatakan, “Mereka dalam kebimbangan tentang itu (kematian Isa a.s.). Mereka tak mempunyai pengetahuan tentang itu, selain hanya mengikuti dugaan …”
Allah menyatakan bahwa dogma Yahudi dan Kristen bersumber dari dugaan atau prasangka (amaniy) mengenai kematian Isa di kayu palang. Sehingga, apabila benar Nabi Isa benar-benar mati di kayu salib, maka kuatlah dogma yang mereka bangun. Tetapi jika terbukti sebaliknya, maka robohlah dogma mereka.
Tetapi dogma Yahudi dan Nasrani itu bisa dan dapat mempengaruhi pola pikir dan pengertian umat Islam. Terlebih, keduanya adalah dua agama besar yang masih serumpun dengan Islam, sebagai anak turun Ibrahim. Dan faktanya, pengaruh itu nyata ada dalam pola pikir keagamaan sebagian umat Islam.
Maka dari itu, di penghujung Surat Al-Fatihah, Allah mengajarkan doa agar kita diselamatkan dari dua kekuatan yang berpengaruh besar itu: “Pimpinlah kami pada jalan yang benar. Jalannya orang-orang yang telah Engkau berikan kenikmatan. Bukan jalannya orang-orang yang terkena murka, dan bukan pula jalannya orang-orang yang tersesat.” (QS 1:5-7)
Yang dimaksud kekuatan pertama, yang disebut sebagai “jalannya orang-orang yang terkena murka” (al-maghdlub) dalam ayat ini adalah dogma Yahudi. Kita bisa baca petunjuk mengenai hal ini dalam QS 2:61. Sementara kekuatan yang kedua, yang disebut sebagai “jalannya orang-orang yang tersesat” (adl-dlaalliin), menurut QS 5:77 adalah Nasrani.
Sehingga, Rasulullah saw. memberikan peringatan akan bahaya kedua kekuatan tersebut. Dalam satu riwayat hadits, beliau bersabda:
“Dari Abu Said r.a., bahwasanya Nabi Suci saw. bersabda: “Kamu sekalian mesti mengikut jalan orang-orang sebelum kamu, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, hingga engkau sekalian masuk lubang buaya, yang kamu mesti turut mengambahnya. Para sahabat bertanya: Ya Rasulullah, apakah mereka yang engkau maksud itu kaum Yahudi dan Nasrani? Nabi menjawab: siapa lagi?” (HR Bukhari).
Jadi, Al-Quran dan Hadits memberi peringatan demikian jelas dan tegasnya mengenai bahaya pengaruh dogma Yahudi dan Nasrani. Bukankah ini pertanda bahwa proses “perembesan” pengaruh itu pasti terjadi? Lantas sampai sejauh mana kita sebagai umat Islam mewaspadainya?
Yang pasti, akibat dari pengaruh itu akan membawa perubahan kondisi di tubuh umat Islam. Kondisinya berubah menuju kemunduran. Akibat pengaruh pola pikir dogmatis Yahudi dan Nasrani, kebebasan berfikir yang pernah membawa umat Islam pada puncak peradaban, berubah menjadi keterbelakangan.
Al-Quran yang dahulu digunakan sebagai senjata untuk menghidupkan bumi yang mati, ayat-ayatnya kini hanya ditafsirkan dengan dongeng-dongeng yang berbau tahayul. Bahkan keadaan yang jauh lebih buruk telah diisyaratkan oleh Rasulullah saw. dalam sabdanya:
“Ali menceritakan bahwa Rasulullah saw. telah bersabda: Akan datang suatu masa atas manusia, dimana Islam akan tinggal namanya dan Quran Suci tinggal tulisannya saja. Masjid-masjid mereka memang makmur, tetapi kosong dari petunjuk. Ulama-ulama mereka adalah makhluk terburuk yang ada di kolong langit. Dari mereka keluar fitnah, dan kepada mereka pula fitnah itu kembali.” (HR Baihaqi).
Memang, peringatan telah disampaikan oleh Quran dan Hadits. Tetapi apabila kesadaran dan kewaspadaan umat Islam lemah, maka yang terjadi adalah justru hal yang tak diharapkan.
Oleh karena sumber masalahnya adalah Yahudi dan Nasrani, maka sumber yang lebih pokok adalah bagaimana memecahkan misteri penyaliban ini. Apabila misteri ini belum terpecahkan, maka tidak mungkin ada perubahan. Dengan kata lain, untuk memenangkan Islam, maka ideologi salib harus dipatahkan.
Bagaimana salib dipatahkan?
Patahnya Salib, yang berarti juga Kemenangan Islam, pada hakikatnya adalah semata-mata kuasa Allah. Alah menyatakan, “Dia ialah yang mengutus Utusan-Nya dengan petunjuk dan agama yang benar, agar Ia memenangkan itu di atas sekalian agama.” (QS 9:33)
Sebelum tertutupnya kenabian pada diri Rasulullah Muhammad saw., Allah selalu menurunkan nabi-nabi-Nya untuk memenangkan perkara-Nya (QS 10:47). Para nabi itu membawa umat manusia keluar dari kegelapan.
Lantas, bagaimana dengan masa sesudah Rasulullah Muhammad saw.? Padahal, sesudah beliau tidak akan diturunkan lagi seorang nabi pun, baik itu nabi lama maupun nabi yang baru (QS 33:40).
Nyatanya, Allah tetap menjanjikan akan datangnya orang-orang tulus yang akan memimpin umat manusia, sebagaimana tersirat dalam ayat berikut ini:
“Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan yang mengerjakan kebajikan, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka khalifah di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka sebagai khalifah. Dan sungguh, Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridai.” (QS 24:55)
Orang tulus yang dijanjikan di situ adalah para mujaddid yang datang pada tiap-tiap permulaan abad, sebagaimana yang dijanjikan oleh Rasulullah saw dalam satu riwayat Hadits, “Sesungguhnya Allah akan membangkitkan bagi umat ini (Islam) pada tiap-tiap permulaan abad seorang yang akan memperbarui agama mereka.” (HR Abu Daud).
Tugas mematahkan salib menurut Rasulullah saw. adalah tanggung jawab Al-Mahdi atau Al-Masih yang dijanjikan (mau’ud), yang kedatangannya diramalkan dalam hadits:
“Sudah dekat orang yang hidup dari antara kamu akan bertemu dengan Isa bin Maryam sebagai Imam Mahdi dan hakim yang adil. Ia akan mematahkan salib dan membunuh babi.” (Musnad Ahmad bin Hambal. Jilid II, hal. 156).[]
- Penulis : Dimhari Utsman | Ketua GAI Cabang Kediri Masa Bakti 1998-2002
- Sumber: Kumpulan Naskah Siraman Ruhani Pengajian Tahunan GAI Tahun 1992
Comment here