Artikel

Kehadiran Para Pembaharu di Setiap Zaman Adalah Keniscayaan

concrete dome buildings during golden hour

Sejarah dunia pada umumnya, dan sejarah Islam khususnya, terus mengalami pasang surut. Tiap-tiap kali dunia masuk ke dalam kegelapan, yakni keadaan manakala dunia dipenuhi dengan kebiadaban, aniaya dan kebejatan moral, Allah mengutus seorang Nabi dengan membawa undang-undang Wahyu Ilahi, untuk mengangkat umat  yang rusak itu dari lumpur kebiadaban ke arah kesempurnaan budi pekerti dan kemanusiaan sejati.

Nabi Musa dengan Taurat-nya, Nabi Daud dengan Zabur-nya, Nabi ‘Isa dengan Injil-nya, Spitama Zarathustra dengan Zendavesta-nya, Krisna dengan Weda-nya, Budha dengan Tripitaka-nya, Kong Hu Cu dengan Lun Yu-nya, adalah beberapa dari beribu-ribu Pemimpin Ruhani yang membawa undang-undang Wahyu Ilahi untuk memimpin umatnya. Demikian pula dengan halnya Nabi Muhammad saw. dengan Al-Qur’an-nya.

Hanya ada perbedaan yang prinsipil antara Nabi Muhammad saw. dengan para nabi sebelumnya: Para Pemimpin Ruhani sebelum Muhammad saw. itu hanya diutus kepada bangsanya saja, akan tetapi Nabi Muhammad diutus kepada segala bangsa dan segala abad. Demikian pula Kitab Suci yang sudah-sudah itu mengalami kerusakan, entah banyak atau sedikit, akan tetapi Al-Qur’an genap lengkap sampai akhir zaman.

Sejarah Islam pun mengalami pasang surut. Pada zaman keemasan, Islam pernah menguasai dunia, Islam mempunyai kekuasaan dunia begitu besar, sehingga tak ada kekuasaan luar dapat merobohkannya.

Akan tetapi sekarang keadaannya menjadi sebaliknya. Islam mengalami kemunduran, kemerosotan, kebobrokan dan tidak mempunyai kekuasaan dunia sama sekali.

Mengapa demikian? Karena umat Islam meninggalkan prinsip-prinsip yang membikin mereka berkuasa  di dunia. Al-Qur’an bersabda :

“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum, sampai mereka merubah keadaan jiwa mereka sendiri” (QS 13:11).

Jadi berdasar ayat ini, umat Islam tidak akan mengalami kemunduran dan kemerosotan jika mereka tidak meninggalkan prinsip-prinsip yang membikin mereka berkuasa di dunia.

Kebenaran ayat ini dibuktikan oleh sejarah. Di zaman Islam permulaan, kaum Muslimin terkenal sebagai umat yang tertinggi akhlaknya, sehingga banyak orang kafir dan pemeluk agama lain berbondong-bondong memeluk Islam, bukan karena sebab lain selain karena tertarik ketinggian akhlak umat Islam. Allah berfirman:

“Kerap kali orang-orang kafir menginginkan agar mereka menjadi orang-orang Islam” (QS 15:2).

Inilah yang menyebabkan marahnya Kaisar Romawi dan Raja Persi, sehingga dua Raja ini menyatakan perang kepada Khalifah di Madinah. Sekalipun dua Raja ini mempunyai tentara yang terlatih dan persenjataan yang kuat, tetapi mereka tak berdaya menghadapi tentara Islam. Sebab, sekalipun tidak terlatih dan tidak cukup persenjataan, tetapi pasukan Islam mempunyai akhlak tinggi dan mendapat bantuan rakyat setempat. Akibatnya dua kerajaan ini bertekuk lutut di hadapan Khalifah ‘Umar.

Demikianlah selanjutnya, sehingga dalam tempo satu abad, Islam sudah menguasai dunia.

Akan tetapi zaman keemasan ini hanya berlangsung tiga abad lamanya, yakni pada abad Nabi Muhammad saw. dan para sahabat, abadnya para tabi’in (generasi sesudahnya) dan abadnya tabi’it-tabi’in ( generasi sesudahnya lagi). Sesudahnya, umat Islam meninggalkan prinsip-prinsip yang membikin mereka besar. Sehinggsa terjadilah kemunduran dan kemerosotan umat.

Sebagaimana halnya kepada umat sebelum Nabi Muhammad saw. Allah mengutus seorang Nabi manakala terjadi kegelapan dan kebejatan moral di antara mereka, demkian pula halnya kepada umat Muhammad. Manakala terjadi kegelapan dan kebejatan moral, Allah juga mengutus seorang pembaharu, atau Mujaddid. Mujaddid ini bukan Nabi, karena pintu kenabian telah ditutup oleh Nabi Muhammad saw.

Nabi Suci bersabda: “Sesungguhnya Allah akan membangkitkan bagi umat ini pada permulaan tiap-tiap abad seorang yang akan memperbaharui agama mereka bagi mereka” (HR Abu Dawud).

Hadits ini mengandung ramalan bahwa tiap-tiap abad pasti ada kerusakan, kegelapan dan kebejatan moral yang menimpa dunia Islam. Ramalan ini seirama dengan ayat Al-Qur’an berikut ini: “Lailatul Qadar itu lebih baik daripada seribu bulan” (QS 97:4).

Ayat ini mengisyaratkan bahwa sesudah 1000 bulan, terjadilah kegelapan yang menimpa dunia Islam, kemudian Allah menurunkan Lailatul Qadar atau Wahyu Ilahi yang cemerlang yang menyinari kegelapan itu.

Seribu bulan itu sama dengan 83 tahun. Allah menurunkan Lailatul Qadar kepada hamba-Nya yang terpilih, yakni Mujaddid, untuk memperbaiki kegelapan umat dalam jangka waktu lebih kurang 20 tahun.

Sejarah membuktikan, bahwa Allah selalu memenuhi janji-Nya, dengan selalu membangkitkan Mujaddid pada tiap-tiap permulaan abad Hijriyah. Mujaddid ini tidak membawa syari’at baru atau undang-undang baru. Apa yang mereka kerjakan hanyalah mengembalikan kaum Muslimin kepada pangkal kebenaran Islam, melenyapkan kesesatan-kesesatan yang menyerbu di kalangan umat Islam, meniupkan hidup baru kepada kaum Muslimin, dan memancarkan penerangan baru tentang kebenaran Islam yang sesuai dengan tuntutan zaman.

Jadi andaikata dunia Islam dimisalkan kebun raya, Mujaddid itu juru taman-nya. Jika taman itu rusak karena kekurangan air, sang Mujaddid bertugas menyirami. Jika kebun itu rusak karena hama atau benalu, sang Mujaddid bertugas untuk memberantasnya. Tugas seorang Mujaddid  itu seirama dengan tuntutan zaman.

Misalnya, di zaman Kaum Muslimin tergila-gila akan ilmu filsafat Yunani dengan hukum Mantiqnya, Allah membangkitkan Imam Ghazali.

Di zaman kaum Muslimin kabur penglihatannya dalam hal Tauhid, banyak menjadi penyembah kubur dan melakukan bid’ah dan khurafat, Allah membangkitkan Ibnu Taimiyah. Demikian selanjutnya.

Akan tetapi seperti halnya zaman dahulu, setiap kali datang utusan Allah, pasti ditolak oleh kaumnya, demikian pula zaman sekarang, nasib Mujaddid juga ditolak oleh kaumnya. Allah berfirman:

“Aduh, celaka benar hamba-hamba itu. Tak  pernah ada utusan datang kepada mereka, melainkan mereka mentertawakannya” (QS 36:30).

Ambil contoh Imam Syafi’I, yang sekarang ini dipuja-puja oleh mayoritas umat Islam. Di waktu hidupnya, beliau dikejar-kejar, ditangkap di Yaman, diangkut ke Bagdad, dan dalam perjalanan dimaki-maki dan dikata-katai “lebih jahat daripada setan.”

Imam Hanafi mati diracun dalam penjara. Imam Maliki dinaikkan unta dan dipukuli. Imam Hambali ditawan 28 bulan lamanya.

Dinukil dari Tafsir Qanun Asasi Gerakan Ahmadiyah Indonesia Fasal 4 poin 3.

Yuk Bagikan Artikel Ini!

Comment here