Untuk mencapai keberhasilan hidup di dunia dan akhirat, kita dapat mengacu pada tujuh ayat yang terkandung dalam surat Al-Fatihah.
1. Dengan nama Allah, Yang Maha-pemurah, Yang Maha-pengasih.
Ayat ini menunjukkan, dalam mengerjakan apapun kita hendaknya punya rasa tanggung jawab, terutama bertanggung jawab kepada Allah. Segala perbuatan baik yang diatasnamakan atau diniatkan demi Allah tergolong amal ibadah. Beberapa tanggung jawab manusia kepada Allah antara lain: sebagai makhluk, manusia wajib bersyukur. Sebagai hamba Allah, manusia wajib beribadah. Sebagai khalifah Allah, manusia wajib memakmurkan alam semesta. Dalam hadis dinyatakan, “Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya.”
Rasa tanggung jawab adalah salah satu syarat mutlak yang harus dimiliki oleh setiap pemimpin atau setiap manusia yang ingin sukses. Selain itu mereka hendaknya memiliki sikap proaktif, yaitu selalu menjadi pemrakarsa dan berpikir positif.
Ciri orang yang proaktif adalah bila setiap kali medapatkan rangsangan negatif, dia akan memberikan tanggapan positif. Seperti pohon mangga yang dilempari batu, dia balas dengan menjatuhkan buahnya. Orang yang proaktif selalu memulai dari diri sendiri. Seperti pesan Umar bin Khatab, “ibda’ binafsika”, mulailah dari dirimu sendiri.
Ketika kita ingin orang lain tersenyum kepada kita, maka kita harus memulai memberikan senyuman terlebih dulu kepada orang lain. Ketika kita ingin orang lain berbuat baik kepada kita, kita harus memulai berbuat baik terlebih dulu kepada orang lain. Ketika kita ingin orang lain menghormati kita, maka kita harus menghormati orang lain terlebih dahulu. Pendek kata, kita tidak akan bisa menuntut pada orang lain, sebelum berhasil menuntut pada diri sendiri. Kita tidak akan bisa memimpin orang lain, sebelum bisa memimpin diri kita sendiri.
2. Segala puji bagi Allah, Tuhan alam semesta.
Ayat ini mengisyaratkan, bila kita ingin mencapai keberhasilan hidup hendaknya kita dapat mempertanggungjawabkan semua amanah dan pemberian Allah dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan kehendak-Nya. Kita harus bisa mempertanggungjawabkan masa hidup kita, masa sehat kita, masa kaya kita, masa senggang kita, dan masa muda kita untuk berbuat kebaikan yang bermanfaat bagi sesama dan lingkungan.
3. Yang Maha-pemurah, Yang Maha-pengasih.
Kemurahan Allah berlaku untuk semua orang bahkan juga untuk semua makhluk-Nya. Sedangkan kasih Allah hanya untuk orang-orang yang dapat memanfaatkan kemurahan Allah sesuai dengan kehendak-Nya.
Matahari, bumi, udara, air, agama, dsb adalah wujud kemurahan Allah. Semua itu disediakan dan diberikan oleh Allah secara cuma-cuma untuk memenuhi kebutuhan makhluk-Nya, terutama manusia. Sedangkan buah-buahan, anak, harta, kebahagiaan, dsb adalah wujud kasih Allah. Semua itu hanya diberikan kepada orang-orang yang mampu memanfaatkan kemurahan Allah dengan sebaik-baiknya.
Ayat tersebut juga mengisyaratkan, agar kita dapat menampilkan kombinasi sifat jamaliyah (keindahan) yaitu kelembutan, kesantunan, dan kerendahan hati, dan sifat jalaliyah (keperkasaan) yaitu kekerasan, ketegasan, dan ketegaran, sesuai dengan tuntutan keadaan.
4. Yang memiliki hari pembalasan.
Ayat ini mengisyaratkan, untuk mencapai keberhasilan hidup hendaknya kita memiliki visi, impian untuk kehidupan jangka panjang. Kita tidak hanya memikirkan kehidupan sekarang di dunia, tatapi juga memikirkan kehidupan jangka panjang di akhirat. Kita sebaiknya berupaya keras untuk merealisasikan investasi dan deposito amal kebaikan untuk kehidupan di akhirat kelak.
5. Kepada Engkau kami mengabdi, dan kepada Engkau kami mohon pertolongan.
Ayat ini menunjukkan, kita seharusnya lebih memikirkan bagaimana dapat melakukan ibadah atau pengabdian kepada Allah, daripada memikirkan bagaimana meminta pertolongan kepada-Nya. Karena kalau kita mengerjakan kebaikan sebagai bentuk pengabdian kepada Allah, otomatis Allah akan memberi balasan kebaikan kepada kita. Jadi sebaiknya kita menjadi orang yang lebih mengutamakan penunaian kewajiban daripada penuntutan hak.
Ayat tersebut juga mengindikasikan bahwa hendaknya kita menjadi orang yang berwatak suka melayani, bukan suka dilayani. Kita hendaknya gemar berlomba dalam kebaikan. Seperti diperintahkan oleh Allah, “Berlomba-lombalah dalam kebaikan.” (QS 2:148).
Untuk memotivasi agar para sahabat suka berkompetisi dalam kebaikan, setelah shalat jamaah Nabi Muhammad saw. biasa menghadap para sahabat dan menanyakan tentang beberapa proyek kebaikan. Misalnya, siapa yang berpuasa hari ini, siapa yang sudah memberi sedekah kepada orang yang tidak mampu, siapa yang menengok orang sakit, siapa yang bertakziah, dsb.
Pada zaman Nabi Muhammad SAW para sahabat dan umat Islam pada umumnya begitu tinggi semangatnya berlomba dalam perbuatan baik. Sampai-sampai mereka tidak ingin didahului oleh orang lain.
Perlu dimengerti, kualitas balasan, hasil, dan penghargaan yang kita terima sangat tergantung pada kualitas usaha dan perjuangan kita. Setiap perbuatan baik yang beresiko tinggi, pahalanya juga tinggi. Kebaikan yang sangat dibutuhkan orang lain nilainya akan menjadi tinggi, dan pahalanya pun tinggi. Tidak ada kemudahan dan keuntungan yang diperoleh tanpa ada usaha dan perjuangan keras.
6. Bimbinglah kami pada jalan yang benar.
Ayat ini menunjukkan bahwa manusia dalam hidupnya selain wajib usaha, juga harus diimbangi dengan doa. Seorang yang berusaha tanpa disertai dengan doa, berarti dia sombong kepada Allah.
Permohonan agar dibimbing pada jalan yang benar merupakan “induk doa” (ummul ad’iyah). Selain Allah berkanan memberikan petunjuk atau bimbingan kepada manusia pada problema-problema kehiduapan tertentu, sebenarnya Allah telah memberikan petunjuk jalan hidup yang benar. Yaitu petunjuk agama, yang secara teori terkandung dalam kitab suci, dan secara praktek dicontohkan oleh para nabi.
Ibarat kereta api, selagi dia berada di atas rel yang benar, dia akan sukses mencapai tujuan. Tetapi bila keluar dari rel tentu musibah akan terjadi. Begitu pula selagi manusia berada di atas petunjuk agama yang benar, tentu akan sukses dan selamat kehidupannya. Sebaliknya bila ia menyimpang dari petunjuk agama mungkin berbagai masalah dan musibah akan terjadi.
Dalam menjalankan kehidupan yang berdasarkan tuntunan agama harus disertai sikap istiqomah. Yaitu tetap konsisten dan konsekuen, tidak mundur selangkah pun kendati ada berbagai godaan, rintangan, dan tekanan.
7. Jalan orang-orang yang telah Engkau beri kenikmatan. Bukan jalan orang-orang yang terkena murka, dan bukan pula jalan orang-orang yang sesat.
Ayat ini menunjukkan, bila kita ingin menjadi orang sukses, kita harus mengikuti jejak langkah orang-orang yang sukses pula, bukan mengikuti orang-orang yang dimurkai Allah dan orang-orang yang sesat.
Siapakah orang-orang yang sukses kehidupan dunia dan akhiratnya? Mereka adalah para nabi, para shiddiqin (orang tulus), para syuhada’ (orang setia) dan para shalihin (orang saleh) adalah orang-orang yang sukses dan memperoleh kenikmatan jasmaniah dan rohaniah dari Allah SWT.[]
Yatimin A.S. | GAI Yogyakarta
Comment here