Dalam kehidupan dunia, ada waktu-waktu yang orang harus sabar dan tabah hati.
Kebanggaan yang paling besar ialah berserah diri sepenuhnya kepada Allah. Allah menyamakan orang semacam ini sebagai orang yang melebur diri dalam kehendak Allah (fanaa fillaah).
Kepada orang semacam ini, ada kalanya Allah mengabulkan permohonannya, tetapi ada kalanya Allah menguji dia untuk menerima kehendak-Nya.
Dalam hal yang pertama, Allah berfirman, “Bermohonlah kepada-Ku, Aku akan mengabulkan permohonanmu” (QS 40:61). Dalam hal kedua, Allah berfirman, “Dengan sesungguhnya, Kami akan menguji kamu dengan sesuatu dari ketakutan dan kelaparan, dan kehilangan harta benda, jiwa dan buah-buahan.” (QS 2:156).
Ini menunjukkan bahwa ada kalanya orang menerima cobaan berat dari Tuhan. Dalam hal ini, kaum Mukmin sejati harus berkata, “Inna lillaahi wa inna ilaihi rooji’uun. Sesungguhnya kami adalah kepunyaan Allah, dan kami akan kembali kepada-Nya.” Ini adalah ucapan orang yang sabar dan tabah hati pada waktu menerima cobaan Tuhan.
Tempo-tempo ada yang tersesat dan berkata dengan putus asa, “Mengapa doaku tak dikabulkan?” Ia berpikir bahwa Allah berada dalam genggamannya. Mereka berhayal bahwa permohonannya pasti akan dikabulkan jika ia menginginkan sesuatu.
Bukankah Sayyidina Husein juga berdoa pada waktu menghadapi keadaan genting? Bukankah pada waktu anaknya meninggal, Nabi Suci juga berdoa? Tetapi kenyataan menunjukkan bahwa dalam kehidupan manusia, ada waktu-waktu yang manusia harus sabar dan tabah hati.
Sungguh aneh bahwa dalam dunia yang penuh ketegangan dan kepahitan, manusia selalu menginginkan ketentraman dan bebas dari kesusahan. Padahal manusia itu sebentar senang sebentar lagi susah. Ada kalanya ditimpa bencana, atau ditinggalkan kekasihnya, dsb.
Hanya orang yang berserah diri kepada Allah sajalah yang akan memperoleh ketentraman sejati. Senang dan susah dianggapnya suatu hikmah Tuhan. Karena orang tak akan dapat merasakan senang jika tak ada susah. Demikian pula, orang tak akan merasakan segarnya air, jika tak ada dahaga.
Sungguh berdosa besar jika orang marah-marah kepada Allah, seakan-akan Allah tak mau menolong dia. Janganlah orang membenci Allah. Orang disebut mukmin sejati karena lulus menghadapi ujian.
Nabi Suci sendiri tak luput dari ujian berat. Beliau dianiaya dan dikejar-kejar. Di Thaif, beliau dilempari batu. Tatkala darah mengalir dari tubuhnya, beliau tetap memperlihatkan keikkhlasan dan kesetiaannya kepada Allah. Alangkah mulianya kata-kata yang beliau ucapkan pada waktu itu, “Ya Allah, ya Rabbi! Aku akan senantiasa tabah menghadapi segala macam penganiayaan, sampai Engkau menjadi puas karenanya.”
Cobaan Tuhan adalah penting sekali. Para Nabi dan orang-orang suci pasti menerima cobaan Tuhan. Alangkah pedasnya cobaan Tuhan yang menimpa Nabi Isa a.s., sampai beliau terpaksa berteriak, “Eli, Eli! Lamaa Sabahtani?” (Duhai Allah! Mengapa Engkau tinggalkan aku?). ini adalah teriakan Nabi Isa pada waktu beliau dihukum salib di tiang salib.
Pendek kata, orang mukmin sejati tak boleh putus asa pada waktu menghadapi keadaan genting, dan tak boleh menjauhkan diri dari Allah.
Orang tidak cukup hanya mengucapkan baiat kepadaku dan berkata bahwa Gerakan Ahmadiyah adalah benar. Ucapan di bibir tak akan mendapat kepuasan Allah, terkecuali jika ia buktikan dengan perbuatan.
Jika engkau masuk Gerakan ini, hendaklah engkau berusaha untuk menjadi orang yang lurus dan tulus (saleh dan taqwa). Jauhilah segala kejahatan. Habiskanlah waktumu untuk mengabdi kepada Allah.
Gunakanlah waktumu untuk shalat, teristimewa pada waktu terjadi keadaan genting. Ada peribaha yang bunyinya, “tak ada orang itu mati selagi dia shalat”. Maka lunakkan lidahmu dan mohonlah ampun kepada Tuhan atas segala dosamu.
Tak ada gunanya jika orang berkata bahwa baiat itu tak membawa kebaikan apa-apa. Allah tak menyukai pernyataan di bibir, tanpa disertai dengan perbuatan. Jika orang menerima kebenaran lalu ia meninggalkan itu, ia akan rugi.
Ingatlah bahwa orang tulus itu tempo-tempo menghadapi serangan dosa. Apakah serangan dosa itu?
Pertama, karena ia menyombongkan diri sendiri. Perbuatan tulus itu harus bersih dari riiya’ dan takabur. Selain itu harus tak terlintas dalam pikirannya untuk menginjak-injak hak asasi manusia.
Perbuatan tulus akan menyelamatkan orang di Akhirat, sebagaimana ia menyelamatkan orang di dunia ini. Jika dalam keluarga terdapat orang tulus, maka seluruh keluarga akan terpelihara hidupnya dari penyakit rohani.
Jika seorang dokter menasehatkan sesuatu, ini berarti bahwa nasehat itu harus ditaati sebaik-baiknya, agar orang itu sembuh. Jika nasehat itu diabaikan, orang tak akan sembuh.
Dikutip dari Kitab Malfuzhat | Sumber: Warta Keluarga GAI No. 26 | 1 Februari 1973 | Judul Asli : Petuah Hazrat Mirza Ghulam Ahmad