Akademika

Mengenal Lebih Dekat The Holy Qur’an: Containing The Arabic Text With English Translation and Commentary Karya Maulana Muhammad Ali

Salah satu kitab tafsir yang berpengaruh dalam sejarah pemikiran Islam modern adalah The Holy Qur’an: Containing The Arabic Text With English Translation and Commentary karya Maulana Muhammad Ali. Kitab ini menjadi rujukan utama bagi komunitas Ahmadiyah Lahore dan memiliki ciri khas berupa terjemahan serta tafsir dalam bahasa Inggris yang disusun secara sistematis. Ditulis dalam konteks dinamika keislaman di India pada awal abad ke-20, kitab ini tidak hanya berfungsi sebagai tafsir, tetapi juga sebagai bagian dari upaya dakwah Islam ke dunia Barat.

Tulisan ini akan mengulas aspek-aspek penting dari kitab tafsir ini, termasuk latar belakang penulisannya, sistematika penyusunan, corak penafsiran, serta sumber-sumber yang digunakan dalam penyusunan tafsirnya.

Latar Belakang Penulisan

Kitab tafsir Maulana Muhammad Ali diberi judul The Holy Qur’an: Containing The Arabic Text With English Translation and Commentary dan ditulis selama 7 tahun mulai dari tahun 1909 sampai April 1916 (Ahmad and Faruqui 2020, 145). Berselang dua tahun berikutnya, ditulis kembali menggunakan bahasa Urdu dengan pembahasan yang lebih komprehensif berjudul Bayanul Qur’an selama tahun 1918 sampai 1923 dalam tiga jilid (Ahmad and Faruqui 2020, 165).

Dalam sebuah list bibliografi teks Alquran dan terjemahannya, Woolworth mencatat bahwa tafsir Ali dipublikasi pertama kali pada tahun 1917 dengan menggunakan teks Arab untuk ayatnya dan penafsirannya menggunakan bahasa Inggris (Woolworth 1927, 283). Maulana Muhammad Ali memulai terjemahan dan penafsiran atas Alquran ke dalam bahasa Inggris sejak tahun 1909 di tempat dia tinggal dan bekerja yaitu Qadian.

Pada saat itu Ali menjadi sekretaris di pusat komite eksekutif gerakan Ahmadiyah (Sadr Anjuman Ahmadiyya) dan juga sebagai editor di The Review of Religions (Aziz 2017, 10). Pada tahun tersebut, Ahmadiyah dipimpin oleh Maulana Nuruddin yang memiliki hubungan erat dengan Ali dan juga kekaguman atas pemahaman Alqurannya. Oleh karena itu, Maulana Nuruddin memberikan intruksi kepada Ali untuk segera mengawali penulisan terjemahan dan tafsir berbahasa Inggris (Ahmad and Faruqui 2020, 64).

Penulis tidak menemukan secara eksplisit pernyataan Maulana Muhammad Ali tentang latar belakang penulisan kitab tafsir The Holy Qur’an pada edisi pertama. Namun, pada edisi berikutnya yakni revisi tahun 1973 terdapat kata pengantar Ali. Pada kata pengantar tersebut, Ali menerangkan beberapa hal, yaitu perihal alasan merevisi kitab, sistematika dan sumber penafsiran, penjelasan perkembangan kitab tafsirnya, sampai kepada propaganda Kristen terhadap kelompok Ahmadiyah.

Adapun landasan diperlukannya revisi adalah setelah Perang Dunia II berakhir, kondisi telah banyak berubah secara massif. Selain itu, karena Ali pun semakin luas pengetahuannya tentang Alquran, hadis, dan literature Islam lainnya, sehingga membuat energi tersendiri untuk memperdalam penafsirannya (Ali 1973, v).

Terdapat catatan sejarah yang mengungkapkan bahwa kitab tafsir Ali, pertama dicetak dan dipublikasikan di Woking, Surrey Inggris. Maulana Sadruddin sebagai tokoh berpengaruh di Ahmadiyah yang menjadi Imam di masjid Woking, Surrey Inggris, lalu meminta kepada Ali untuk segera mencetak tafsir tersebut. Dengan alasan adanya misi perkembangan Islam di seluruh dunia, terutama di Inggris.

Hal ini karena tanpa kitab tafsir tersebut, muncul permasalahan dan kesulitan dalam memahami Alquran (Ahmad and Faruqui 2020, 146). Majalah bulanan yang diprakarsai oleh Khwaja Kamaluddin menginformasikan kabar tentang penerbitan kitab tafsir The Holy Qur’an Maulana Muhammad Ali (Kamaluddin and Sadruddin 1916, 16). Edisi yang berada di Inggris diprint ulang pada tahun 1920 dan 1935.

Sistematika Penulisan

Sumber yang menjadi rujukan dalam meneliti anatomi kitab tafsir ini menggunakan edisi kedua terbit pada tahun 1920 di Lahore. Adapun sistematika penulisan kitab tafsir The Holy Qur’an Maulana Muhammad Ali adalah berdasarkan urutan surat Alquran atau disebut juga dengan mushafi. Ali menuliskan secara lengkap ayat Alquran mulai dari Alfatihah hingga Annas.

Pada bagian awal sebelum masuk ke dalam penafsiran surah, dijelaskan terkait berbagai wawasan keislaman secara komprehensif. Pembahasan yang termuat dalam pembukaan mengenai dasar-dasar Islam seperti definisi Islam, keimanan, tata cara shalat, dan ibadah lainnya serta historisitas kodifikasi Alquran. Di sini, Ali secara intens menjelaskan perihal-perihal tersebut yang diyakini menjadi landasan dalam memahami Islam (Ali 1920, v).

Maulana Muhammad Ali memberikan penjelasan tentang setiap surah di bagian awal. Pada tiap surahnya, dibagi ke dalam beberapa section atau tema yang akan dibahas pada ayat tersebut. Sebagaimana Ali menerangkan perihal penamaan surah Albaqarah yang diambil dari kisah dalam rentetan ayat 67-71 tentang penyembelihan sapi. Surah ini didominasi terkait penolakan Yahudi terhadap ajaran Islam (Ali 1920, 9).

Adapun ayat dan terjemahan dimuat terlebih dahulu, sedangkan penafsirannya ditulis dalam footnote. Sehingga Ali tidak menafsirkan seluruh ayat Alquran, kendati dia menuliskan semua ayatnya. Dalam karyanya, didapati bahwa Ali lebih banyak berurusan dengan persoalan penafsiran Yesus dan Kekristenan. Akan tetapi, memilih sikap defensif ketika menafsirkan ayat-ayat science (Burhani 2015, 275).

Corak Penafsiran

Kitab tafsir The Holy Qur’an ini memiliki nuansa bil ra’yi, bahkan ada pendapat yang mengklaim bahwa tafsir tersebut lebih rasional dibanding Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha (Ismail 2016, 17). Adapun corak penafsiran Ali dapat dikategorikan bercorak I’tiqadi yang berfokus pada masalah akidah, namun dihidangkan secara logis.

Pengertian tafsir bercorak I’tiqadi adalah penafsiran yang membawa ideologi berdasarkan dengan paham/ideologi yang dianutnya dan menyingkirkan pendapat yang berlainan dengan mufassir (Al-Dzahabi 2005, 316).

Hal ini berlandaskan atas paham Ali yang mewakili ajaran dan keyakinan Ahmadiyah. Nampak pada saat Ali menafsirkan kata rafa’a dalam 19:57 (????????????? ???????? ????????) bermakna dinaikkan derajat bukan diangkat secara hidup-hidup (Ali 1920, 618). Penafsiran tersebut menunjukkan penafsiran Ali yang dipengaruhi oleh keyakinan Ahmadiyah secara umum.

Sumber Penafsiran

Walaupun Maulana Muhammad Ali dalam menafsirkan bernuansa ra’yi yakni mengedepankan rasionalitas. Namun, Ali tidak luput juga merujuk kepada mufasir klasik tentang beberapa persoalan untuk menguatkan pendapatnya. Adapun daftar rujukan dalam kitab The Holy Qur’an terdapat beberapa kitab yang hanya disebutkan nama pengarang tanpa kitabnya yaitu Abu Ishaq (linguistik), Abu Hasan Ali bin Sulaiman Al-Akhfasy (linguistik), Abu ‘Ubaidah Ma’mar (linguistik), Abu Mansur Muhammad bin Ahmad Al-Azhari (linguistik), Abu ‘Ali Al-Hussein (sya’ir), Diwan Hamasah (sya’ir), Abu Muhammad ‘Abdul Malik bin Hisyam (sejarah), Zajjaj (linguistik).

Adapun sumber tafsir yang dirujuk oleh Ali yaitu: Bahrul Muhith (tafsir), Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta’wil (tafsir), Tafsir Ath-Thabari (tafsir), Tafsir Ibnu Katsir (tafsir), Itqan fi ‘Ulumil Qur’an (Ulumul Quran), Tafsir Jalalain (tafsir), Jami’ul Bayan fi Tafsiril Qur’an (tafsir), Kasysyaf (tafsir), Tafsir Al-Kabir (tafsir), Ruhul Ma’ani (tafsir).

Sedangkan referensi hadis yang digunakan Ali yaitu: Kitabus Sunan (hadis), Musnad Imam bin Hanbal (hadis), Al-Jami’ Al-Musnad Ash-Shahih (hadis), Al-Musnad (hadis), Fathul Bari fi Syarhi Shahihil Bukhari (hadis), Sunan Ibnu Majah (hadis), Kanzul ‘Umal fi Sunanil Aqwal wal-‘Af’al (hadis), Shahih Muslim (hadis), Misykatul Mashabih (hadis), Sunan Nasa’I (hadis), Al-Jami’ (hadis).

Serta dalam menerjemahkan dan mencari kosa kata beberapa term Alquran, Ali menelusuri ke berbagai kamus yaitu: Asas Al-Balaghah (kamus), Lisanul ‘Arab (kamus), Lane Lexicon (kamus), Majma’ Bihar Al-Anwar (kamus hadits), Nihayah fi Gharibil Hadits (kamus hadits), Al-Qamus Al-Muhith (kamus), Al-Mufradat fi Gharibil Qur’an (kamus Alquran), Tajul ‘Arus (kamus).

Bahkan Ali menafsirkan Alquran yang dijelaskan menggunakan argumen-argumen Injil, yaitu: Cruden’s Bible Concordance (bible) dan Encyclopaedia Biblica (bible). Selain referensi terebut, terdapat rujukan lain yaitu Mughni Al-Labib (linguistik) dan Tarikhul Umam wal Mulk (sejarah) (Ali 1920, xcii–xciii).

Dari daftar referensi tersebut, tampak bahwa Ali tidak hanya menggunakan sumber-sumber Islam, tetapi juga merujuk kepada teks-teks Kristen guna menafsirkan ayat-ayat tertentu. Hal ini menunjukkan pendekatan polemis dalam tafsirnya, terutama dalam menanggapi propaganda Kristen terhadap komunitas Ahmadiyah.

Kitab tafsir ini merupakan salah satu karya penting dalam tradisi Ahmadiyah Lahore yang ditulis dalam bahasa Inggris dengan pendekatan rasional. Maulana Muhammad Ali menyusunnya berdasarkan urutan mushafi dan memberikan penjelasan komprehensif sebelum setiap surah, dengan tafsir yang lebih berfokus pada aspek teologis dan apologetik, terutama dalam merespons doktrin Kristen.

Latar belakang penyusunan kitab ini berkaitan erat dengan dinamika keislaman di India dan peran Ahmadiyah dalam mendakwahkan Islam ke dunia Barat. Tafsir ini pertama kali diterbitkan di Inggris pada tahun 1917 dan mengalami revisi pada tahun 1973 untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman.

Dari segi metodologi, Ali menggunakan corak tafsir bil ra’yi dengan pendekatan rasional, mengedepankan argumentasi logis dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an. Ia juga merujuk kepada berbagai sumber klasik dalam bidang tafsir, hadis, linguistik, dan sejarah untuk memperkuat argumentasinya.

Dengan demikian, kitab ini tidak hanya berfungsi sebagai tafsir, tetapi juga sebagai alat dakwah yang memiliki pengaruh signifikan dalam wacana keislaman di dunia Barat, terutama di kalangan Ahmadiyah Lahore.

Referensi

  • Ahmad, Muhammad, and Mumtaz Ahmad Faruqui. 2020. Ahmadiyya Anjuman Lahore Publications A Mighty Striving: Life and Work of Maulana Muhammad Ali. Second Edi. ed. Zahid Aziz. Wembley: Ahmadiyya Anjuman Lahore Publications. www.ahmadiyya.org/bookspdf/muj-kabir-uk-online.pdf.
  • Al-Dzahabi. 2005. 1 Al-Tafsir Wa Al-Mufassirun. Kairo: Dar al-Hadits.
  • Ali, Maulana Muhammad. 1920. The Holy Qur’an: Containing The Arabic Text With English Translation and Commentary. II. Lahore: Ahmadiyya Anjuman-i-Ishaat-i-Islam.
  • ———. 1973. The Holy Qur’an: Arabic Text, English Translation And Commentary. VI. Lahore: Ahmadiyyah Anjuman Isha’at Islam.
  • Aziz, Zahid. 2017. Centenary of Maulana Muhammad Ali’s English Translation of the Quran. Wembley: Ahmadiyya Anjuman Lahore Publications, U.K.
  • Burhani, Ahmad Najib. 2015. “Sectarian Translation Of The Qur’an In Indonesia The Case of the Ahmadiyya.” Al-J?mi‘ah: Journal of Islamic Studies 53(2): 251–82. https://ahmadiyah.org/wp-content/uploads/2021/07/Sectarian-Translation-In-Indonesia.pdf.
  • Ismail, M Syukri. 2016. “Rasionalisasi Tafsir Ayat-Ayat Mukjizat: Kajian Tafsir The Holy Qur’an Maulana Muhammad Ali.” Nur El-Islam 3(2): 1–19.
  • Kamaluddin, Khwaja, and Maulana Sadruddin. 1916. “Islamic Review And Muslim India.” The Mosque Woking. https://www.wokingmuslim.org/work/islamic-review/1916/jun16.pdf.
  • S, Woolworth. 1927. “A Bibliography Of Koran Texts And Translations.” The Muslim World 17(3): 279–89. https://doi.org/10.1111/j.1478-1913.1927.tb00678.x.

  • Penulis : Roma Wijaya | Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Syubbanul Wathon Magelang
  • Sumber : ibihtafsir.id | Dimuat pada 14 Juni 2025
Yuk Bagikan Artikel Ini!

Comment here