Kolom

Sesudah Renaissance, Lantas Apa?

nativity painting of people inside a dome

Salah satu ciri khas zaman renaissance (kelahiran kembali) bangsa-bangsa Eropa adalah pembebasan diri manusia dari perbudakan mental dalam segala bentuknya, yang dilakukan oleh penguasa atau otoritas dalam kekuasaan dunia (raja-raja), dalam kehidupan keagamaan dan dalam dunia ilmu pengetahuan.

Akibatnya terwujud dalam timbulnya pemberontakan terhadap kekuasaan dunia yang sifatnya mutlak, timbulnya sanggahan-sanggahan terhadap ‘kebenaran-kebenaran’ yang diajarkan oleh gereja dan ujian-ujian kembali secara alamiah benar tidaknya ‘warisan’ dalam dunia ilmu pengetahuan.

Setelah manusia membebaskan diri dari keharusan berpendapat sama dengan para penguasa, para pendeta dan para senior, maka mulailah ia berkembang. Dampaknya sampai sekarang terlihat pada bentuk-bentuk sistem pemerintahan yang lebih demokratis, tergesernya kedudukan kekuasaan gereja yang mutlak dan adanya perkembangan luar biasa di bidang ilmu pengetahuan.

Dengan bekal kebebasan ini, maka sesuai dengan tingkat perkembangan fitrah manusia yang terendah, yaitu tingkat nafsul ammarah atau nafsu jasmaniah, yang memikirkan eksistensi dan keselamatan jasmaninya, kemudian seluruh potensi manusia tercurah pada urusan dunia materi.

Lahirlah antara lain sistem-sistem kolonialisme, imperialisme, liberalisme, komunisme, yang menimbulkan duka cita dan ketakutan di mana-mana. Hal ini akhirnya diinsyafi oleh orang-orang Barat atau orang Utara sendiri, sehingga mereka bingung mencari-cari nilai-nilai baru, sistem-sistem baru untuk menemukan kebahagiaan dan kesejahteraan sejati, bebas dari ketakutan dan bebas dari duka cita.

Orang Islam yang pernah mengalami kebahagiaan dan kesejahteraan sejati yang bersumber pada Quran Suci berkeyakinan bahwa hanya Quranlah yang dapat memberi pemecahan masalah dunia tersebut di atas. Orang Islam mulai mencari dan mencoba menyusun apa yang dinamakan pemerintahan Islam, ekonomi Islam, sosiologi Islam, kedokteran Islam, dan lain sebagainya.

Sebagai bahan acuan dipakai Quran, Hadits dan Sejarah Islam. Terjadilah di mana-mana diskusi, polemik, seminar, simposium dan lain sebagainya, namun hasilnya masih selalu terasa kurang mantap.

Memang benar menurut Quran bahwa ilmu-ilmu ini harus selalu dikembangkan, namun amanah utama yang terkandung dalam al-Quran dilupakan orang. Amanah ini tertuang dalam hadits Nabi, “sesungguhnya aku diutus ini untuk memuliakan budi pekerti yang luhur.”

Ajakan Hazrat Mirza Ghulam Ahmad untuk kembali kepada Quran dan Sunnah, tidak berarti hanya menumpuk ilmu yang benar, yang sudah dikembalikan kepada kebenaran oleh para mujaddid, tetapi lebih dari itu yaitu supaya orang menghayati iman yang benar dan mengamalkannya sebagai perbuatan baik.

Tuntunan Hazrat Mirza Ghulam Ahmad dalam bukunya Safinatu-Nuh memancarkan petunjuk yang kalau kita ikuti dengan sungguh-sungguh akan mengangkat kita tinggi-tinggi di dunia maupun di akhirat.

Apa gunanya kita mengerti teori evolusi, apa gunanya kita mengerti surga dan neraka, pahala dan dosa, apa gunanya kita mengerti Islam tajdid, jikalau semua itu tidak mempunyai dampak pada kerajinan dan kesungguhan ibadah kita, akhlak kita?

Jika kita berhasil mewarnai diri kita dengan warna-warna Allah, tidak ada satu masalah pun yang tak dapat dipecahkan.

Marilah kita bersama-sama dalam segala bidang, dalam batas-batas kemampuan kita, semua berusaha untuk mendekat kepada Allah SWT.

 

Oleh: Ahmad Muhammad Djoyosugito | Warta Keluarga GAI, No. 5 Tahun 1984

Yuk Bagikan Artikel Ini!

Comment here

Translate »