ArtikelHari Besar Islam

Semangat Menyambut Hari Raya Idul Adha 1441 H Di Era New Normal

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Nahmaduhu wa nushalli ‘alaa rasuulihil kariim
Assalaamu ‘alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.

 

Alhamdulillah, atas ridha dan karunia Allah Ta’ala, kita dalam keadaan sehat wal afiat, meski lingkungan kita belum bebas sama sekali dari covid-19. Dalam kondisi sulit ini kita perlu semakin menguatkan iman kepada Allah agar selamat, dan meningkatkan imun kita agar tetap sehat.

Iman kepada Allah itu bagaikan perahu. Saat gelombang di laut membesar dan liar, kita tidak akan melompat keluar dari perahu, tetapi malah berpegang erat padanya. Begitu pula saat gelombang cobaan hidup menggila dan menerpa kita, seharusnya kita tidak melepaskan iman kepada Allah, tetapi malah berpegang erat padanya. Kita semakin menguatkan ikatan, kedekatan, ketaatan pada Allah, dan berdoa kepada-Nya.

Untuk meningkatkan imun, maka kita perlu makan makanan yang bergizi, istirahat yang cukup, berolah raga,  minum air putih 8 gelas per hari, dan tidak stres.

Dalam menghadapi Idul Adha atau Idul Kurban tahun 1441 H./2020 M. ini, setidaknya ada serangkaian ibadah yang kita lakukan, yaitu puasa sunnah Arafah, pada tanggal 9 Dzulhijjah, sehari sebelum Idul Adha; shalat Idul Adha, pada tanggal 10 Dzulhijjah; dan penyembelihan hewan kurban, lebih utama pada waktu setelah selesai shalat Idul Adha, atau bisa juga pada hari tasyrik, yaitu tanggal 11-13 Dzulhijjah.

Karena Idul Adha tahun ini dalam situasi new normal, dalam menjalankan serangkaian ibadah tersebut, kita seharusnya tetap mengikuti protokol kesehatan. Seperti, mengenakan masker dengan benar (masker menutup mulut dan hidung), menjaga jarak minimal satu meter, sering cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer. Untuk shalat Idul Adha, berwudhu dari rumah, membawa sajadah sendiri.

Untuk penyembelihan hewan kurban, jumlah panitia atau pelaksana penyembelihan hewan kurban dibatasi, misalnya maksimal 20 orang, bila diperlukan bisa dibuat beberapa regu dan bergilir, anak-anak, lansia, dan warga yang sakit tidak terlibat, menggunakan face shield bila perlu, tidak merokok, dsb.

Dalam Islam ada dua macam hari raya, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Dalam Idul Fitri terdapat rangkaian ibadah yang menyertainya, sehingga seakan-akan menjadi satu paket dengannya, yaitu puasa Ramadhan, dan membayar zakat faitrah yang dilaksanakan sebelum shalat Idul Fitri. Begitu pula Idul Adha, ada serangkaian ibadah yang menyertainya, yaitu puasa sunnat Arafah sebelum Idul Adha, dan pelaksanaan kurban sesudahnya.

Dari dua hari raya dan rangkaiannya itu ada beberapa nilai dan pesan yang dapat kita ambil sebagai petunjuk hidup kita.

  1. Kita layak merayakan kegembiraan apabila telah berhasil mengurbankan atau mengendalikan hawa nafsu (nafsu binatang) kita. Pelaksanaan ibadah puasa wajib Ramadhan maupun puasa sunnah Arafah adalah salah satu cara efektif untuk mengendalikan hawa nafsu.
  2. Dalam mengekspresikan kegembiraan kita berkumpul bersama-sama dengan saudara kita, untuk bersujud dan bersyukur kepada Allah Ta’ala. Shalat Idul Fitri dan Idul Adha merupakan perwujudan sujud dan syukur kita kepada Allah atas kegembiraan yang kita peroleh.
  3. Dalam keadaan gembira, kita semestinya ingat kepada Allah yang Maha Agung dan tidak melupakan-Nya. Menggemakan takbir, terlebih menggemakan takbir dalam hati adalah cara yang baik untuk ingat kepada Allah, dan ingat kepada Allah itu dapat menyelamatkan dari keburukan dan menenteramkan hati.
  4. Dalam keadaan gembira, kita semestinya ingat kepada saudara-saudara kita, sesama manusia terutama yang miskin. Pemberian zakat fitrah menjelang shalat Idul Fitri dan pembagian daging kurban sesudah shalat Idul Adha merupakan salah satu bentuk ingat dan kepedulian kita kepada saudara-saudara kita sesama manusia terutama yang miskin.

Sehubungan dengan kurban, Allah berfirman, “Dagingnya dan darahnya tidak sekali- kali mencapai Allah, tetapi ketakwaanmulah yang mencapaiNya.” (Al-Hajj 22:37).

Menurut firman Ilahi tersebut, ada dua macam nilai kurban. Pertama, kurban yang mengandung nilai jasmaniah, yakni daging dan darah. Kedua, kurban yang mengandung nilai ruhaniah, yakni takwa. Kurban yang mengandung nilai jasmaniah (daging) untuk manusia. Sedangkan kurban yang mengandung nilai ruhaniah (takwa) untuk Allah.

Dalam firman Ilahi itu ditegaskan bahwa bukan daging dan darahnya yang mencapai Allah, tetapi takwalah yang mencapai-Nya. Hal itu mengingatkan kita, bahwa ritual dalam ibadah kurban, dengan menyembelih hewan ternak pada waktu tertentu seperti yang disyariatkan itu perlu, tetapi belum cukup. Untuk mencapai perubahan besar dalam kehidupan kita, untuk mencapai kedekatan dengan Allah dan ridha-Nya, selain ritual itu, kita wajib memerhatikan esensi dan hakikat kurban, yaitu mengurbankan nafsu binatang (hawa nafsu) dan mewujudkan takwa.

Pencapaian kedekatan dengan Allah adalah sarana hakiki untuk kesuksesan orang Islam. Jadi ketika kita menyembelih atau meyaksikan  penyembelihan hewan yang kita kurbankan, bersama itu hendaklah kita berniat kuat dan bertekad bulat untuk ‘menyembelih’ nafsu binatang (hawa nafsu) kita.

Semoga Allah berkenan memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada kita, agar kita mampu  mensyukuri curahan anugerah Allah, mampu menegakkan shalat dan berkurban untuk Allah semata, serta mampu menunjukkan ketaatan sepenuhnya kepada Allah, seperti yang dicontohkan oleh Nabi Ibrahim as. dan Nabi Muhammad saw. Amin.

 

Drs. H. Yatimin AS
Ketua Umum PB GAI

Yuk Bagikan Artikel Ini!