Tokoh

Rachmat Basuki Soeropranoto

RBSSKeluarga besar Gerakan Ahmadiyah Indonesia (GAI) kembali kehilangan salah satu warga yang penuh komitmen dan dedikasi dalam perjuangannya membela dan menyiarkan Islam. Beliau adalah Bapak Haji Rachmat Basuki Soeropranoto (RBS).

RBS wafat pada Senin, 29 April 2013 dalam usia 71 tahun. Sebelumnya, almarhum sempat dirawat di RS Fatmawati selama tiga hari akibat serangan stroke untuk yang kesekian kalinya. Dan akhirnya, pada Senin dini hari sekitar jam 02.00 wib, beliau menghembuskan nafas terakhirnya.

Pagi hari, jenazah dibawa ke rumah duka di Praja Dalam, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Almarhum dimandikan oleh putra-putri beliau, kemudian dikafani dan dishalatkan bakda shalat dzuhur berjama’ah di masjid terdekat. Selepas dzuhur, jenazah disemayamkan di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan.

Almarhum RBS meninggalkan keluarga, kerabat serta sahabat yang akan selalu mengenangnya sebagai sosok pejuang yang teguh pendirian tetapi juga penuh cinta.

RBS lahir di Jakarta, 19 April 1942, dengan nama asli Raden Basuki bin Raden Ambyah Soeropranoto. Pada tahun 1978, beliau menjadi buronan aparat Orde Baru dalam kasus “Gerakan 20 Maret 1978”, yang menentang rencana pemerintah memasukkan P4, KNPI dan terma “Aliran Kepercayaan” ke dalam GBHN. Sejak itu beliau mengganti huruf “R” di depan namanya menjadi “Rachmat”. Untuk kasus ini, beliau dipenjara selama dua tahun.

Tahun 1984, RBS terlibat dalam kasus Peledakan BCA dan divonis 17 tahun penjara. Namun, tahun 1993 beliau sudah bisa menghidup dunia bebas. Pledoinya atas kasus ini dibukukan dengan judul “Kasus Peledakan BCA 1984: Menggugat Dominasi Ekonomi Etnik Cina di Indonesia”. Sejak bebas dari penjara, RBS aktif dalam sejumlah kegiatan, antara lain dalam Komite Solidaritas Muslim untuk pembebasan Tapol/Napol dan Front Anti Konglomerat Koruptor (FAKtor). Beliau juga kembali aktif dalam kegiatan GAI cabang Jakarta.

Tanggal 22 Desember 2005, RBS diminta PB GAI untuk memberikan tanggapan dalam dialog yang diselenggarakan Kemenag RI terkait hasil penelitian Balai Litbang Kemenag RI pasca kasus kerusuhan yang terjadi di markas JAI di Parung, Bogor pada Juli 2005. Dalam kesempatan itu, RBS menyarankan agar JAI menghilangkan eksklusifisme di masjid-masjid yang dikelola JAI. Beliau juga menyayangkan adanya efek domino imbas fatwa MUI yang turut menimpa Ahmadiyah Lahore.

Warga GAI juga tentu tak bisa melupakan pidato beliau yang disampaikan secara berapi-api dalam Jalsah Salanah tahun 2005. Dalam pidatonya, almarhum menyampaikan riwayat peran aktif para pendahulu GAI dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia melalui berbagai pencerahan dari karya-karya pustaka yang menjadi rujukan tokoh-tokoh pejuang kemerdekaan.

Beliau mengakhiri pidatonya dengan pesan sekaligus do’a, “Karena itu adalah kewajiban GAI untuk bangkit kembali meraih keberhasilan para pendahulunya untuk membuat bangsa kita tunduk kepada kebenaran Islam, guna membangkitkan bangsa ini dari keterpurukannya!”.[bas]

Yuk Bagikan Artikel Ini!

Comment here

Translate »