Opini

Posisi dan Potensi Indonesia dalam Mencapai Kemenangan Islam

Terciptanya rasa damai, rasa aman dan terpenuhinya kesejahteraan di masyarakat adalah suatu cita-cita yang harus dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Yang bertanggung jawab terhadap rasa damai, rasa aman dan tercapainya kesejahteraan itu adalah masyarakat sendiri.

Masyarakat tidak akan mendapatkan apa yang dicita-citakannya apabila masyarakat setempat berpangku tangan dan tidak peduli terhadap kebutuhan-kebutuhannya sendiri. Kebutuhan udara bersih, air bersih, lingkungan aman dan damai, kebutuhan sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dsb-nya, adalah kebutuhan-kebutuhan primer yang harus diutamakan dalam bermasyarakat.

Mengingat keterbatasan dan sangat luasnya materi yang dibicarakan, penulis hanya mengutamakan untuk membicarakan persoalan kemenangan Islam dengan konteks Indonesia dalam tataran atau nilai-nilai dasarnya. Sedangkan tataran atau nilai-nilai instrumental maupun tataran atau nilai-nilai praksis hanya disinggung sedikit dan tidak terlalu dalam.

Makalah ini juga tidak dalam kapasitasnya berbicara menyangkut wawasan politik praktis maupun pragmatis dan dogmatis.

 

Negara dan Negarawan 

Negara, menurut salah satu definisi, adalah suatu wilayah yang mempunyai penduduk yang berdaulat dan dapat mengatur dirinya dalam melanjutkan kehidupannya. Atau secara singkat, unsur suatu negara adalah adanya tanah, rakyat, pemimpin dan pemerintahan (Land, Leader and Law).

Hal kemudian adalah bahwa negara harus ada simbol (misalnya bendera merah putih dan garuda pancasila ) dan juga tatanan aturan-aturan (undang-undang) yang disepakati bersama oleh penduduknya, atau rakyatnya. Sehingga wilayah (land) itu diharapkan dapat memberikan hasil terbaik untuk kelangsungan hidup dari suatu negara.

Pengertian mengenai teori-teori negara kemudian berkembang dan makin berkembang hingga sekarang.

Negarawan adalah seseorang yang mempunyai wawasan jauh ke depan dalam memikirkan keamanan dan kesejahteraan rakyat untuk kehidupan jangka panjang, atau kehidupan yang aman dan sejahtera secara berkelanjutan.
Seorang Kepala Negara haruslah seorang negarawan, namun rakyat yang bukan Kepala Negara dapat mempunyai wawasan seorang negarawan. Seorang Kepala Negara yang negarawan dapat saja dia adalah seorang born leader, namun dapat juga seorang awam yang kemudian mendapatkan pendidikan yang menyebabkan terbuka pikiran dan hatinya, dan kemudian pula mendapatkan taufik dan hidayah-Nya, sehingga attitude-nya mampu untuk menuntunnya menjadi seorang negarawan.

 

Dasar Negara Bangsa

Dalam tinjauan mengenai Negara Indonesia ini mari kita sedikit membahas mengenai hal yang mendasar dalam penyelenggaraan Negara, yakni Dasar Negara kita, Bangsa Indonesia dan Kepemimpinan.

Beruntung bahwa Indonesia mempunyai Pancasila yang merupakan dasar falsafah negara yang sangat dikagumi oleh bangsa-bangsa lain. Pancasila menjadi dasar falsafah tidaklah terjadi secara kebetulan. Hal ini terjadi berkat kodrat dan iradat Ilahi rabbi.

Dan apabila kita bandingkan dengan bangsa-bangsa lain biasanya sebagai dasar falsafahnya adalah: Liberty, Fraternity, Egalitee, atau Justice, Democracy, Liberty dsb-nya. Indonesia justru telah mengakui Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai Sila ke-1 dasar negara. Dengan perkataan lain, Allah-lah yang kita akui, yang telah menciptakan Liberty, Democracy, Justice dan lain sebagainya itu.

Bandingkan bahwa ada negara lain yang mempunyai simbol matahari dan matahari adalah ciptaan Tuhan. Indonesia mempunyai dasar negara Pancasila dimana Sila ke-1 adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, dan Tuhan adalah pencipta semesta alam, pencipta matahari, pencipta jagad raya.

Penduduk Indonesia yang mayoritasnya muslim tentunya sangat memahami bahwa kita semua adalah hamba Allah dan menyembah kepada Allah, sedangkan bangsa lain mungkin hanya mengagungkan saja dari salah satu Sifat Allah.

Dapat dikatakan, Pancasila adalah bibit islam yang tumbuh di Indonesia.

Istilah Bangsa Indonesia dikenal resmi pertama kali adalah pada waktu Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Sumpah Pemuda yang telah melahirkan kata-kata keramat, bertanah air satu, berbangsa satu dan berbahasa satu.

Indonesia adalah modal yang sangat bernilai dalam perjalanan bangsa ini menuju kemerdekaannya. Dan hasil di antaranya adalah bahwa kemudian pada tanggal 1 Juni 1945 bangsa kita telah melahirkan Pancasila.

Allah SWT sungguh-sungguh telah memberikan hidayah kepada pemimpin-pemimpin bangsa pada waktu itu, dan ini adalah hal yang betul-betul harus disyukuri oleh bangsa ini.

Bahasa Indonesia yang merupakan aset bangsa yang tidak ternilai ini hendaknya kita pelihara dan kita pergunakan dengan sebaik-baiknya. Bangsa Indonesia yang terdiri atas beberapa suku bangsa telah berhasil menyepakati, bahwa bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi persatuan dan kesatuan bangsa.

Bandingkanlah dengan masyarakat Madinah pada zaman Nabi ditahun 622-632 M. Kaum Muhajirin bersatu dengan kaum Anshar, dengan suku-suku Yahudi dan suku-suku lain menyepakati perjanjian Madinah. Terbentuk suatu kerukunan masyarakat yang sangat indah.

 

Hal Kepemimpinan Bangsa

Seorang pemimpin dinilai dari hasil kepemimpinannya. Kepemimpinan seorang pemimpin sangat diharapkan mampu membawa yang dipimpinnya ke arah falah, ke arah yang baik, yang dapat membawa rasa aman, menimbulkan kesejahteraan dan mampu menciptakan kerja sama atau gotong royong secara berkesinambungan bersama-sama dengan yang dipimpinnya, dalam upaya menuju falah.

Penulis sangat menghormati hasil rapat para wali di Ampel Dento kurang lebih 500 tahun yang lalu, yang telah menghasilkan kata-kata nasehat untuk ummat Islam pada waktu itu. Kata-kata nasehat itu adalah “Ing ngarso sung tulodo, Ing madyo mangun karso, Tut wuri hangiseni.”

Arti nasehat itu dalam pandangan penulis adalah apabila kamu di depan atau jadi pemimpin, hendaklah mampu menjadi teladan. Apabila kamu berada di tengah-tengah atau staf, hendaklah kamu turut memberikan semangat juang, semangat jihad atau semangat kerja. Dan apabila kamu di belakang atau kebetulan jadi yang dipimpin, hendaklah kamu selalu mengisinya dengan tauhid.

Dengan demikian pemahaman tauhid dikenalkan sejak dini sehingga apabila suatu ketika nanti seseorang menjadi pemimpin, dia adalah pemimpin yang mengutamakan, atau mendasarkan tauhid dalam kebijakan-kebijakannya.

Pemimpin diharapkan telah mempersiapkan diri untuk dapat berfikir secara comprehensive integral, telah mampu mendasarkan kebijakannya dalam batasan-batasan objektif, normatif dan rasional. Pemimpin haruslah memiliki keseimbangan dalam kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual.

 

Panca Gatra Kepemimpinan Indonesia

Selama lebih 30 tahun, sebagian besar para pimpinan penyelenggara negara mungkin telah khilaf atau mungkin tidak sadar telah meremehkan salah satu prinsip dalam pengendalian negara, yakni pemahaman mengenai Panca Gatra.

Panca Gatra adalah 5 dimensi yang saling interdependensi, atau saling bergantung satu dengan yang lainnya, saling pengaruh mempengaruhi dalam penentuan kebijakan suatu negara. Penetapan sebuah kebijakan atau keputusan dalam satu gatra akan berpengaruh pada gatra yang lainnya, dan bila keputusan yang diambil salah dapat berakibat fatal.

Panca Gatra yang biasa telah kita kenal adalah IPOLEKSOSBUDHANKAM, singkatan dari Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya, Pertahanan dan Keamanan. Tetapi menurut penulis, Panca Gatra yang lebih tepat adalah IPOTHEKSOSBUDHANKAM, yakni ditambah dengan gatra Teknologi dan gatra Hukum, sehingga merupakan singkatan dari Ideologi, Politik, Teknologi, Hukum, Ekonomi, Sosial, Budaya, Pertahanan dan Keamanan.

Dengan tidak disertakannya hukum dan teknologi dalam Panca Gatra, kita atau masyarakat telah merasakan akibatnya, yakni rapuhnya sistem hukum di negara kita, sehingga penegakan hukum, atau rasa keadilan dapat dikatakan tidak memuaskan bahkan dapat dikatakan terlantar.

Untuk membangun kembali tertib hukum, dibutuhkan energi dan kemauan yang teguh dan terus menerus dari para penyelenggara negara. Kemudian juga, teknologi yang tidak disikapi dengan tepat, yakni hanya kebijakan sektoral, dampaknya sangat dahsyat.

Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) yang tadinya dianggap atau diharapkan menjadi kebanggaan Indonesia sekarang telah tinggal nama. Selain itu juga dampak kerugian moril dan materil yang luar biasa telah juga kita alami. Hal ini adalah salah satu akibat lengahnya para pengambil keputusan di tingkat elit dalam mensikapi teknologi yang tidak dimasukkan dalam Panca Gatra.

Dengan kebijakan dari para elit penyelenggara negara yang baru, dan semoga mempunyai wawasan kenegarawanan, insya Allah kita tidak lagi mengalami kelengahan-kelengahan fatal yang berakibat penderitaan yang sangat dahsyat bagi masyarakat.

 

Posisi dan Potensi Indonesia

Potensi Indonesia dapat dikaji dalam potensi yang terdapat dalam Tri Gatra, yakni potensi bidang Sumber Daya Manusia (SDM), potensi bidang Sumber Daya Alam (SDA) dan potensi Geography.

Potensi SDM dapat ditinjau dari aspek kwantitatif maupun aspek kualitatif. Dari segi kwantitatif, Indonesia dengan populasi lebih dari 210 juta jiwa adalah merupakan SDM yang sangat dapat diandalkan, baik sebagai Angkatan Kerja maupun juga sebagai market yang menjanjikan.

Dari segi Kualitatif, apabila ditinjau penduduk yang menamatkan pelajaran S1 mungkin jumlahnya belum mencapai 50% dari jumlah penduduk, atau dari segi kualitas SDM mungkin belum seperti apa yang kita harapkan.

Potensi Sumber Daya Alam yang ada di Indonesia sangat menjanjikan, dengan persyaratan apabila dikelola dengan baik. Peninggalan setelah lebih 30 tahun dengan kondisi hutan yang parah, minyak yang telah mulai dalam kondisi kritis, pencurian ikan di laut wilayah Indonesia yang masih belum dapat diatasi, pengaturan cadangan air tanah yang tidak dikelola dengan tepat, dan lain sebagainya, adalah hal-hal yang dapat menimbulkan kondisi sangat berat pada waktu yang akan datang.

Lantas berkenaan dengan kondisi geografy Indonesia yang sangat khas, yang selalu kita dengar sebagai zamrud khatulistiwa, telah menjadikan Indonesia mempunyai daya tarik tersendiri.

Kekayaan budaya Indonesia yang sangat beraneka itu bukan hanya budaya, tetapi juga kekayaan flora dan fauna (hampir 20% flora dan fauna di dunia terdapat di Indonesia), adalah suatu potensi yang sangat luar biasa apabila pengelolaannya dilaksanakan dengan tepat.

Belum lagi kekayaan di dalam lautan yang adalah 70% wilayah Indonesia, dibandingkan daratan yang hanya 30%. Potensi Geografi Indonesia yang sangat menjanjikan ini harus mendapat perhatian yang serius untuk dapat mencapai falah atau kemenangan islam yang hakiki.

Kemudian apabila kita membicarakan istilah posisi, perlu disadari bahwa pemahamannya adalah dalam arti letak, waktu dan tingkat.

Telah dimaklumi bahwa letak geografis Indonesia berada di antara 2 benua dan 2 samudera. Posisinya di lingkungan khatulistiwa adalah suatu posisi yang sangat strategis dalam segala situasi dan kondisi.

Posisi untuk pemantauan benda-benda angkasa luar, dan posisi geostationair yang sangat strategis, menyebabkan Indonesia menjadi incaran negara-negara besar dalam pemanfaatan atau penyelidikan-penyelidikan ilmu pengetahuan.

Sementara itu, berkaitan dengan posisi indonesia dalam arti waktu, hendaklah disadari bahwa saat ini, atau sekarang ini, kita berada dalam waktu zaman akhir. Dengan demikian tatanan atau kaidah-kaidah pada zaman akhir ini, para penyelenggara negara harus mampu untuk memahami rambu-rambu zaman akhir.

Diharapkan bahwa siapapun tidak akan terperosok dalam mengupayakan tercapainya kemenangan islam dalam zaman akhir ini. Sebagai contoh bahwa kita harus menyadari bahwa jihad zaman akhir ini adalah dengan dalil, dengan argumentasi yang bijaksana, dengan ilmu pengetahuan, dengan kekuatan moral, dengan budi pekerti, bukan dengan senjata, bukan dengan kekerasan.

Lalu dalam memahami posisi Indonesia dalam arti tingkat, khususnya dalam tataran instrumental dan tataran praksis, kita harus berani membandingkan fakta-fakta yang perlu dengan harapan untuk dapat menentukan kebijakan dan langkah-langkah lebih lanjut untuk mencapai falah.

Sebagai contoh adalah dalam bidang ideologi, seberapa jauh tingkat Indonesia apabila dibandingkan dengan negara lain. Dan begitu juga dalam bidang politik, hukum, teknologi, budaya, sosial, ekonomi, keamanan dan pertahanan.

Dalam bidang tataran praksis lain, misalnya bidang Pendidikan, bidang Kesehatan, bidang Transportasi, bidang Perumahan Rakyat, bidang Asuransi, bidang Perikanan, bidang Pertanian, bidang Peternakan dsb-nya, Seberapa jauh posisi Indonesia? Kita harus mengetahuinya guna kebijakan dan tindakan lebih lanjut.

Dalam bidang etos kerja, kedisiplinan, rasa tanggung jawab, seberapa jauh kita dapat membandingkannya dengan negara-negara lain, baik dalam tingkat regional maupun secara global dalam perbandingan dengan negara-negara internasional lainnya.

Dengan kemajuan Teknologi Informasi yang ada sekarang ini, secara jelas dan cepat kita dapat mendapatkan informasi apapun khususnya dalam tataran-tataran instrumental untuk segera dapat membandingkan posisi Indonesia dalam bidang apa saja, dan dengan segera dapat memberikan challenge-nya terhadap masalah-masalah yang dihadapi. Kendala-kendala yang dulunya sulit untuk mendapatkan data, sekarang ini telah menjadi lebih mudah.

Karenanya, upaya peningkatan penggalian potensi Indonesia dalam pencapaian falah perlu dilakukan melalui berbagai jalur, antara lain melalui jalur pendidikan, di antaranya adalah dengan unifikasi pendidikan agama dengan pendidikan umum, pendidikan formal, non formal dan pendidikan ketrampilan.

Demikian pula diperlukan berbagai kreativitas dan inovasi di jalur kegiatan komunikasi, jalur pemanfaatan kegiatan sejak di lingkungan terkecil (RT/RW), jalur kegiatan sosial budaya (misalnya melalui pemanfaatan LSM), jalur peningkatan bidang kesejahteraan dan ekonomi ( misalnya kegiatan PT, Koperasi, BUMN, kebijakan-kebijakan investasi dsb-nya)

 

Substansi kemenangan islam

Apakah yang dimaksud kemenangan islam ? Dalam menjawab pertanyaan ini kita harus berhati-hati dan jangan sampai istilah kemenangan islam kemudian berarti orang islam akan dapat berbuat semaunya.

Islam bukan orang dan bukan umat, kemenangan islam berarti kalahnya kedaulatan hawa nafsu. Apabila islam artinya adalah damai atau peace, yang dimaksud kemenangan islam adalah sesungguhnya tercpitanya peace of mind dalam diri setiap insan, dalam diri setiap masyarakat.

Contohnya adalah apa yang ada dalam sejarah adalah masyarakat yang dibentuk oleh Rasulullah saw sewaktu beliau menata masyarakat Madinah dalam kurun tahun 622-632 M.

Masyarakat non muslim diikat dengan perjanjian Madinah yang intinya adalah tidak akan saling mengganggu dalam kehidupan bermasyarakat, hidup bergotong royong untuk bersama-sama membela diri bila diserang, meskipun di antara mereka terdapat beda keyakinan.

Masyarakat mentaatinya dan bergotong royong dengan damai, saling percaya dan saling bekerja sama. Kerusuhan-kerusuhan yang terjadi justru adalah pengkhianatan perjanjian yang dilakukan oleh masyarakat non muslim.

Terjadinya perang Ahzab atau Perang Khandaq atau Perang Parit pada tahun ke 5 H, adalah pengkhianatan perjanjian yang dilakukan oleh kaum Yahudi dari Banu Quraizhah. Banu Nadlir dan Banu Qainuqa pun juga berkhianat.

Sangat beruntung bahwa Indonesia mendapatkan ajaran islam tidak hanya dari pedagang-pedagang muslim yang berlayar hingga Samudera Pasai, namun juga dari tokoh-tokoh pejabat islam dari Dinasti Ming yang sempat mendarat di Jawa Tengah dan menyebarkan islam di Semarang, Demak, Kudus bahkan hingga ke Cirebon, Sunda Kelapa, Palembang dan juga Surabaya, Tuban dan sebagainya.

Sementara itu Banjarmasin, Sulawesi Selatan, Gorontalo dan Ternate bibit islam tumbuh dengan subur. Juga Minangkabau, Riauw, Bengkulu, bibit islam juga tumbuh subur. Di Jawa, yakni di Banten pun mendapatkan pengaruh islam yang kuat dan juga tak ketinggalan jasa Wali Sanga yang pengaruhnya sangat besar di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat.

Oleh karena berbagai ragam bibit islam muncul di Indonesia, secara tidak terduga dalam proses pembentukan bangsa Indonesia, hampir semua daerah di Indonesia yang mempunyai penguasa atau pimpinan islam, hampir semuanya tercatat sebagai pejuang pembela kebenaran, melawan ketidak-adilan yang dilaksanakan oleh fihak asing, baik Portugal, Inggris maupun Belanda.

Terciptanya peace of mind dalam masyarakat, terciptanya civil society yang didambakan, ataupun juga yang diidamkan oleh Ki Dalang dalam pewayangan, yakni masyarakat yang bergas waras, negeri yang gemah ripah loh jinawi, subur kang sarwo tinandur, murah kang sarwo tinuku, wong cilik pada tenterem lan pada gumuyu, adalah manifestasi kemenangan islam.

Tidak ada yang dikalahkan, kecuali hawa nafsu yang diturut, syaithan dan kafir atau perusak terang-terangan, yaitu seseorang yang dikuasai hawa nafsunya sehingga syaithan masuk dan menguasai dirinya. Tiga hal inilah yang memang harus dikalahkan.

Demikianlah sesungguhnya makna kemenangan islam, yakni hilangnya rasa takut dan cemas dalam masyarakat, merasa mendapat pangayoman dari Allah dan juga dari yang mengatur Negara, selalu merasakan adanya kepastian hukum dan keadilan dalam hal menerima keputusan apapun.

 

Mengatasi Ancaman,Tantangan, Hambatan dan Gangguan

Dalam upaya mencapai falah, mencapai kemenangan islam, musuh-musuh islam harus dikenal dengan baik. Musuh islam yang utama adalah kemiskinan, kemelaratan, kebodohan, kefasiqan, kemalasan, kekotoran, kedzaliman, kesewenang-wenangan, membabibuta, ceroboh dan sebagainya.

Apabila ditelaah lebih lanjut dan disederhanakan, musuh islam adalah hawa nafsu yang diturut, syaithan dan sifat-sifat sebagai perusak atau kufur termasuk kesewenang-wenangan yang melebihi batas.

Hawa nafsu yang diturut manifestasinya adalah malas, meletakkan barang seenaknya, bicara menyakitkan, suka mencuri, membawa nama-nama besar seseorang dalam pembicaraan, tidak sopan, berzina dan sifat atau perangai buruk lainnya, hingga timbul fitnah, pembunuhan, hingga perbuatan membuat bencana, menimbulkan terorisme atau rasa ketakutan.

Apabila syaithan yang berkuasa, manifestasinya adalah timbulnya sifat-sifat iri, usil, suka mengungkit, ujub, ingin dipuji dalam semua perkara, kagum pada diri sendiri, kikir, bakhil, sombong, takabur dan yang sejenis lainnya. Syaithan ini dapat masuk dalam hati setiap manusia dan kemudian manusia yang kemasukan syaithan ini adalah musuh yang harus dihadapi dengan tegas namun bijaksana.

Selain usaha usaha duniawi biasa dalam mengatasinya, yakni dengan planning, organizing, actuation dan controlling, juga harus selalu mohon bantuan Allah SWT dengan sering membaca alquran, dzikir dan sering ke masjid, bermunajat kepada Allah SWT.

Sifat yang selalu suka merusak, serakah, mau menang sendiri, tidak menghormati hukum atau tidak menghormati orang lain, dengan izin Allah, mudah-mudahan akan berubah menjadi sifat yang rendah hati, suka menolong, suka membantu yang lemah, selalu mengeratkan silaturahmi, ingat-mengingatkan dalam hal kebaikan, sabar dan selalu berupaya meningkatkan iman dan taqwa didalam situasi dan keadaan apapun juga. Dan keadaan seperti ini adalah keadaan kemenangan islam.

Masyarakat pun akan segera mempunyai attitude, bahwa Allah adalah Penguasa Semesta Alam, sehingga setiap gerak masyarakat didasarkan atas upaya timbulnya peace of mind dalam diri setiap insan. Tidak ada orang atau golongan yang direndahkan apalagi dirugikan atau didzalimi. Tata tentrem karta rahardja, guyub rukun, gotong royong, sak iyeg sak eko proyo.

Dengan demikian ancaman adalah segala hal dari luar yang diduga akan menyebabkan terganggunya rasa aman, runtuhnya kesejahteraan dan timbulnya rasa tidak nyaman.

Tantangan timbul apabila kita telah mengetahui posisi kita dan kemudian kita akan bergerak ke posisi yang lebih baik, sedang hambatan adalah hal-hal yang ada dalam diri kita yang harus berani kita berantas agar upaya pencapaian falah segera tercapai.

Gangguan adalah kerikil-kerikil yang kadang-kadang menyebabkan upaya falah kita terganggu, yang seharusnya telah mencapai falah namun terganggu sehingga pencapaian falah terlambat.

Dalam tataran atau nilai-nilai instrumental hal-hal tersebut akan lebih mudah dan jelas untuk difahami.

 

Fungsi dan peranan masyarakat

Masyarakat terdiri atas berbagai ragam individu. Individu atau manusia itu sendiri dapat digolongkan menjadi tiga, yakni manusia utama (wong utomo), manusia besar (wong gedhe), dan manusia kecil (wong cilik).

Manusia utama adalah manusia yang mempunyai kedekatan dengan Allah SWT. Yang dimaksud dekat dengan Allah adalah tanggung jawab atas perbuatan atau kata-kata atau nasehatnya adalah langsung kepada Allah SWT.

Biasanya mereka adalah manusia yang profesional. Termasuk di antaranya adalah Ulama, Pendeta, Pastur, Guru, Dokter, Notaris, Akuntan, Aktuaris, Konsultan dsb-nya. Tanggung jawab dirinya adalah langsung kepada Allah SWT.

Manusia besar, atau masyarakat, dalam golongan ini terbagi menjadi 3 golongan. Golongan yang pertama adalah manusia yang kuat imannya, dan teguh dalam keyakinan dan pendiriannya.

Manusia seperti ini dapat termasuk juga dalam golongan manusia utama, apabila dalam tindakan dan keputusannya mementingkan Allah SWT , dan mendasarkan pada Hukum-Hukum Allah dalam tindakannya.

Golongan kedua dari manusia besar adalah manusia yang kuasa. Manusia golongan ini adalah golongan yang mendapat kesempatan menduduki jabatan-jabatan kunci dalam pemerintahan, misalnya Bupati, Gubernur, Presiden, anggota DPR, Polisi, Militer, Walikota dsb-nya.

Golongan ini dapat juga menjadi golongan manusia utama apabila mendahulukan Allah daripada kepentingan lain-lainnya.

Golongan ketiga dari manusia besar adalah manusia yang kaya. Golongan ini biasanya adalah golongan pedagang, pengusaha, bisnisman, dsb-nya. Golongan ini juga dapat menjadi golongan utama apabila mendahulukan Allah dalam kegiatan-kegiatannya sehari-hari.

Terakhir, manusia kecil (wong cilik), adalah manusia yang kegiatan-kegiatannya tergantung dari kebijakan atau perintah dari manusia golongan orang besar. Hampir tidak ada pilihan kecuali berketergantungan kepada atasan.

Tetapi manusia golongan ini pun mampu menjadi golongan manusia utama apabila kegiatan-kegiatannya mendahulukan Allah SWT daripada kegiatan lain-lainnya.

Wong cilik, wong gede wong utomo ini mempunyai peran maupun peranan sendiri-sendiri. Saling ketergantunganpun juga ada, namun dalam upaya percepatan kemenangan islam, peranan wong gede dan wong cilik harus diupayakan agar selalu dekat dengan Allah SWT.

Wong utomo agar sebanyak mungkin atau sesering mungkin ingat mengingatkan dengan kualitas yang baik sehingga mampu mengarahkan atau membedakan mana yang haq dan mana yang batil.

Semua masyarakat dengan fungsinya masing-masing diharapkan menjalankan tugasnya dengan baik, dengan dedikasi dan integritas tinggi, sungguh-sungguh, disertai dengan rasa pengabdian diri, sebagai hamba Allah yang sederhana, kerja keras, penuh dengan iman dan taqwa.

 

Penutup

Demikianlah kiranya dapat dimaklumi bahwa posisi dan potensi Indonesia dalam kemenangan islam agar sungguh-sungguh dapat difahami. Apalagi dasar negara kita, Pancasila yang boleh dapat dikatakan adalah sebagai bibit islam yang lahir di Indonesia.

Indonesia boleh dapat dikatakan sebagai negara tauhid. Sebagai muslim yang hidup di negara Indonesia sudah seharusnya kita sangat berkewajiban untuk mengetahui posisi dan potensi diri kita masing-masing: dalam tugas dan amanah, baik secara individual, secara team work, maupun secara sistem.

Secara cepat kita harus bertindak dan berbuatlah sesuatu (do something), agar kita segera dapat menghasilkan masyarakat sekitar yang mempunyai derajat peace of mind yang tinggi, baik bagi masyarakat lokal, masyarakat regional maupun masyarakat tingkat global.

Insya Allah, negara Indonesia akan makin baik, khususnya dalam tatanan nilai-nilai instrumental dan praksis yang makin tertib, makin aman dan makin sejahtera, amien.

Innash-shalaati wa nusukii wamahyaaya wamamaati lillaahi rabbil ‘aalamiin.

 

  • Penulis: Dr. H. Nanang R.I. Iskandar Ismullah
  • Makalah disampaikan dalam Jalsah Salanah GAI pada Desember 2004
Yuk Bagikan Artikel Ini!

Comment here