Artikel

Nuzul Masih (Turunnya Masih)

Apabila sudah umum diterima baik akan pemandangan baru tentang wafatnya Nabi Isa a.s. ini, maka di dalam jalan penerimaan baik itu adalah satu perkara yang menjadikan rintangan, yaitu pengharapan akan nuzulnya Masih.

Kalau ada anggapan nuzul, niscayalah ada anggapan naik ke langit, dan begitulah maka persangkaan umum tentang bakal nuzulnya Masih itu ada menguatkan cita-cita hal hidupnya Isa a.s. Kalau kiranya “Masih anak Maryam” sebagaimana yang dikatakan oleh Hadits, bakal turun ke bawah, niscayalah ia telah naik ke atas dan tinggal hidup di langit dalam selama dua ribu tahun ini.

Hadits-hadits tentang nuzulnya Isa a.s. itu adalah banyak bilangannya, dan menurut peraturan-peraturan menguji kebenaran Hadits, maka kebenarannya Hadits-hadits yang tersebut di atas itu sudah tidak boleh disangkalnya lagi. Bukannya perkara gampang akan menyisihkan Hadits-hadits yang demikian itu. Penyisihan yang demikian itu akan berarti merendahkan segala Hadits sebagai omong kosong yang tidak berharga, tidak berkekuatan dan tidak boleh dipercayanya.

Hadits-hadits yang istimewa (khas) tentang nuzulnya Isa a.s. ini asalnya ada berbanjar-banjar (mutawatir) sampai kepada empat belas rupa-rupa Sahabat semuanya sumber yang boleh dipercayanya. Orang-orang ahli Hadits yang pandai dan tajam fikirannya seperti Bukhari dan Muslim telah menguatkan Hadits-hadits yang tersebut itu sebagai Hadits-hadits yang boleh dipercaya dengan sebenar-benarnya.

Dengan begitu maka Hadits-hadits ini bukannya Hadits-hadits yang tidak mutawatir. Dengan Hadits-hadits ini adalah terhubung benar-benar beberapa Hadits yang lain-lainnya, seperti Hadits-hadits tentang Dajjal dan Yakjuj Makjuj dan lain-lain sebagainya. Menolak Hadits tentang nuzulnya Isa a.s. sebagai bikinan pada hari belakangan, itulah berarti menolak segala Hadits beratus-ratus adanya. Dan yang lebih busuk lagi, ialah hal itu akan berarti menistakan segenapnya jama’ Hadits-hadits.

Apabila Hadits-hadits yang telah diterima baik kebenarannya oleh segala orang muhadits dengan tidak ada satu suara yang menyangkalnya, masih juga boleh dianggapnya sebagai palsu, mengapakah tidak dianggap palsu juga Hadits-hadits yang lain-lainnya? Seperti umumnya Hadits-hadits yang termasuk hitungannya satu perkara azas sebagai salat, akan boleh disangka-sangkanya palsu juga. Dan ini lah tidak bisa kejadian adanya.

Tetapi kebijaksanaan Allah tidak suka berbuat barang yang setengah-setengah. Apabila telah datang saatnya fikiran kaum Muslimin mesti dihindarkan daripada persangkaan yang tidak benar tentang hidupnya Isa a.s., maka diaturnyalah sehingga soal tentang nuzulnya Isa a.s. yang berhubungan dengan perkara di atas itu, akan menjadi terang juga. Dua perkara yang berhubungan satu sama lain itu, kalau berdiri, haruslah berdiri bersama, dan kalau jatuh, haruslah jatuh bersama-sama juga. Oleh karenanya maka sangatlah perlunya ditunjukkan penerangan tentang perkara ini.

Lagi, di sini ternyatalah kaum Muslimin telah bersalah memahamkan artinya nubuwat yang sebenarnya, seperti nubuwat tentang nuzulnya Masih itu. Oleh karena nubuwat itu hanya dipandangnya pada lahir saja, maka setujulah fikiran mereka bahwa Isa a.s. mesti akan datang kembali dengan badannya sebagai sediakala, dan mereka melupakan bahwa pemandangan yang serupa itu bersalahan dengan pengajarannya Quran yang Suci, yang sudah nyata terangnya, yang sudah menentukan dengan banyak-banyaknya perkataan, bahwa Nabi yang Suci itu adalah Nabi penutup adanya.

Oleh karenanya, maka apabila Isa a.s. datang kembali dengan badannya sebagai sediakala, maka itulah satu perkara yang sama sekali tidak bisa kejadian; sebab kalau dia datang, maka dialah, bukannya Nabi yang Suci, yang akan menjadi Nabi penutup. Dengan senyata-nyatanya maka Quran yang Suci ada menolak tiap-tiap perkara yang sedemikian itu. tidak ada Nabi lagi sesudahnya Nabi yang Suci, baik Nabi yang baru maupun Nabi yang lama.

Nabi-nabi adalah diturunkan buat membawa peraturan penghidupan dari Allah kepada  manusia. Dan apabila peraturan penghidupan yang genap lengkap itu, Quran yang Suci, sudah ada di dalam kesempurnaannya dan di dalam kesuciannya yang asali, maka nyatalah bersalahan dengan hukum umum yang terkenal sebagai ekonominya alam akan mengirimkan seorang Nabi yang lainnya.

Penuntutannya tidak ada, sedang pertambahannya akan menjadi barang berlebih yang tak berguna dan tidak bailkah oleh karenanya. Menganggap bahwa Isa a.s. akan dikirimkan turun dengan badannya, dengan tak disertai segala kekuasaan Kenabiannya, itulah sama dengan satu fikiran yang tidak lumrah. Mengapakah ia mesti disuruhnya menderita keturunan derajat ini? Dan kalau seorang Nabi yang terkupas dari pangkat Kenabian, bisa melayani maksud, mengapakah tidak seorang Mujaddid?

Dalam pada menafsirkan nubuwat tentang kedatangannya Isa a.s. yang kedua kali, sudah tentulah kaum Muslimin melupakan salah satu dari pokok peraturannya bertafsir. Peraturan ini telah nyata ditentukan di dalam Quran yang Suci, yang bermaksudkan bahwa ucapan-ucapan dengan perkataan-perkataan yang tidak berisi maknanya perkataan yang sebenarnya yang hanya menunjukkan bayang-bayangan atau memisal-misalkan (pendeknya segala ucapan-ucapan yang mutasyabihat), haruslah selamanya ditafsirkan dalam penerangannya perkara-peraka yang azas (muhkamat).

Sekarang, perkara aqidah tentang penutupan kenabian dengan Nabi yang Suci itulah ada salah satu azasnya Islam, sedang sebaliknya, nubuwat-nubuwat itu biasanya diucapkan dengan perkataan-perkataan yang hanya menunjukkan bayang-bayangnya saja. Oleh karena itu maka cara yang sebenarnya, ialah hendaknya mula-mula pertama ditetapkan fikiran tentang hal akan turunnya Isa a.s. dengan badannya yang sediakala, dan sesudahnya itu hendaknya nubuwat tadi ditafsirkan sekedar tidak menyalahi azasnya Islam ini.

Tetapi cara yang demikian itu tiadalah dilakukannya. Peraturan menafsirkan menurut Quran dilupakannya. Barang yang berupa bayang-bayangan adalah dipertempatkan di mukanya perkara aqidah, dan itulah yang menyebabkan kejadiannya kekacauan.

Di dalam Quran yang Suci ada satu ayat lagi yang memberi sesuluh lebih terang tentang kekeliruan fikirannya orang banyak dari hal perkara yang tersebut itu: Mubasysyiran bi rasuulin ya’tii min ba’di ismuhuu ahmad, “Kami (Isa) membawa kabar-kabar yang menyenangkan hati akan kedatangannya seorang Utusan sesudah kami, yang namanya Ahmad.”

Satu perkataan ‘sesudah’ dalam ayat itu saja sudah cukuplah buat menghilangkan fikiran yang keliru itu. Nabi yang Suci mesti datang sesudah Nabi Isa a.s. Tetapi kalau Nabi Isa diturunkan pada waktu sekarang, maka permakluman di dalam Quran itu tiadalah akan berisi kebenaran. Dengan begitu, maka Nabi Isa a.s. ialah yang akan datang lagi di belakang, bukannya Nabi yang Suci.

Lagi, Quran yang Suci menyatakan bahwa Nabi yang Suci sendirilah yang akan menjadi guru bagi umatnya (pengikut-pengikutnya) buat segala waktu yang akan datang:

huwal-ladzii ba’atsa fil ‘ummiyyiina rasuulan minhum yatluu ‘alayhim aayaatihii wa yuzakkiihim wa yu’allimuhumul-kitaaba wal hikmah. Wa in kaanu min qabli lafii dlalaalin mubiin. Wa aakhariina minhum lammaa yalhaquu bihim.

“Maka dialah yang telah mendirikan seorang Utusan di antara orang-orang Mekah dari pada antara mereka itu, yang membaca ayat-ayatNya kepada mereka dan membersihkan mereka, dan mengajarkan Kitab dan hikmah kepada mereka, meskipun sesungguhnya pada sebelumnya, mereka ada di dalam persesatan yang nyata, dan lain-lain orang di antara mereka belumlah mengikuti mereka itu.” (62:2-3)

Ayat-ayat ini dengan nyata-nyata menunjukkan bahwa Nabi yang Suci jugalah akan mensucikan dan mengajarkan Kitab dan hikmah kepada orang-orang yang masih akan datang di belakang hari. Tetapi kalau Nabi Isa a.s. akan datang pada waktu sekarang ini guna memperbaiki orang-orang Islam, sebagaimana dikatakan orang ia menghendakinya, maka Nabi yang Suci akan segera berhenti menjadi pensuci dan gurunya umat.

Tiap-tiap orang Muslim belajar Quran dari seorang Muslim yang lainnya berurut-urut sampai kepada Sahabat-sahabatnya Nabi yang Suci, yang telah belajar Quran dari Guru Besar itu. Tetapi Nabi Isa a.s. akan mendapat pengetahuan tentang Quran dengan jalan langsung terusan dari Allah, tidak dari Nabi yang Suci, sehingga dengan hal yang demikian itu Nabi yang Suci akan berhenti menjadi gurunya orang-orang Islam, itu pun apabila Nabi Isa datang kembali.

Hadits-hadits yang berisi nubuwat tentang bakal datangnya Nabi Isa yang kedua kali itu sendiri ada memberi ular-ular yang terang sebagai tentang tanda-tandanya, Masih yang tersebut di muka: imaamukum minkum, “imam (kepala) dari pada antaramu”. Begitulah katanya satu hadits. Tidak dari pada antara orang-orang Israil, sebagai yang telah disangka-sangka oleh orang-orang Islam itu.

Dan ada pula hadits-hadits di dalam satu kitabnya Bukhari yang tinggi derajat dan besar kekuasaannya akan dipercaya itu, yang menunjukkan dengan nyata: Masih yang dijanjikan itu rupa pada lahirnya ada berlainan dengan Masih bangsa Israil, yaitu Nabi Isa anak Maryam. Yang satu diceriterakan mempunyai warna muka seperti warna gandum dan rambut yang bertubuh tegak, sedang yang lainnya diceriterakan mempunyai warga muka putih dan rambut berikal.

Sungguh satu ular-ular yang nyata sekali menunjukkan bahwa Masih bangsa Israil: Isa a.s. tidak akan datang dengan badannya sebagai sediakala. Bahwa Masih yang tersebut di muka itu ada seorang yang lain sama sekali!

Tiadalah susahnya dalam pada menyatakan, betapa satu nubuwat tentang Masih anak Maryam, bisa disetujukan dengan seseorang yang lainnya. Nabi Isa a.s. sendiri memberi daya upaya kepada kita buat memutuskan perkara yang menampaknya amat sukar ini. Kitab-kitabnya orang Yahudi memuat satu nubuwat yang serupa itu tentang kedatangannya seorang Nabi yang sudah lalu, yaitu Ilyas a.s.: “Bahwasanya Aku menyuruhkan kepadamu Elia, nabi itu, dahulu daripada datang hari Tuhan yang besar dan hebat itu” (Mal. 4:5)

Daripada ini dan beberapa keterangan yang lain-lainnya dalam mereka ampunya kitab, maka orang-orang Yahudi mendapat fikiran bahwa Ilyas a.s. telah menaik tinggal hidup di langit. Ketika Nabi Isa datang, maka inilah salah satu pokok keberatan bagi orang Yahudi akan menerima Nabi Isa a.s.

Orang-orang Yahudi mengatakan bahwa menurut Kitab-kitab, Nabi Ilyas a.s. mesti datang sebelumnya Masih. Nabi Isa a.s. berkata kepada mereka bahwa nubuwat itu telah dipenuhi dalam dirinya Nabi Yahya a.s. yang begitu banyak persamaannya dengan Nabi Ilyas a.s. tentang cara dan kelakuannya. Oleh sebab dia datang, berkata Nabi Isa a.s. kepada sahabat-sahabatnya, “dengan roh dan kuasa Elia” (Luk. 1:17).

Ceritera yang serupa itu sekarang ada mengulangi dirinya lagi. Kalau nuzulnya Nabi Ilyas a.s. boleh dianggap tidak memaksudkan kedatangan badannya Nabi, tetapi kedatangannya seorang orang yang mempunyai roh seperti dia, mengapakan nuzulnya Nabi Isa a.s. itu tidak boleh ditafsirkan menurut cara yang demikian itu juga?

Menjadi kalau pengertian yang lumrah tidak bisa mafhum, maka ceritera dalam Kitab bolehlah dipanggil akan menolong melenyapkan kesusahan itu. Tetapi di sini sebagai juga dalam halnya sebanyak ayat-ayat Quran yang lain-lainnya dan hadits-hadits tentang perkara yang tersebut, maka kejadianlah kelakuan secara budak mengikuti fikiran orang ramai dan tidak memberi kesempatan kepada orang-orang Islam buat berfikir untuk dirinya sendiri.

Menjadi nubuwat yang tersebut itu hanyalah mempunyai satu tafsir saja, yang boleh orang memikul pertanggungan jawab di atasnya. Bukan Masih, anak Maryam dalam dirinya, tetapi seorang orang daripada antara kaum Muslimin sendiri, yang mempunyai roh dan cara-cara serupa dengan Masih, akan datang buat memperlindungi perkaranya Islam.

Hanyalah tafsir ini saja, yang orang boleh menanggung jawab di atasnya. Hanyalah ini saja yang bisa menjaga kekalnya cap kenabian. Hanyalah ini saja yang bisa menolak serangan yang mengatakan tidak telitinya permakluman di dalam Quran, yang menyatakan bahwa Nabi yang Suci akan datang sesudahnya Nabi Isa a.s. itu. Hanyalah ini saja yang menjaga Nabi yang Suci tinggal tetap dalam jabatannya menjadi pensuci dan guru bagi umatnya buat segala waktu yang akan datang, sebagaimana yang dinyatakan dalam Quran yang Suci itu.

Hanyalah ini saja yang meneguhkan Hadits bahwa Masih yang dijanjikan itu mesti daripada antara kaum Muslimin sendiri, dan juga meneguhkan Hadits yang memberi dua ceritera yang berbeda satu sama lain tentang bakal datangnya Masih yang tersebut di muka dan bakal datangnya Nabi Isa a.s.

Tetapi lacurlah, satu persangkaan salah yang sudah berakar jauh-jauh di dalam hatinya kaum Muslimin dalam selama abad-abad kepercayaan yang buta, adalah sangat kuatnya akan boleh dicabutnya sama sekali dengan akar-akarnya, meskipun sudah ada keyakinan yang nyata dan penuh dengan kekuatan dan kekuasaannya yang menunjukkan kebenaran itu.

_________________

Dinukil dari Da’watoel-‘Amal (Pengajakan Bekerja) oleh Maulana Muhammad Ali, Presiden Ahmadiyah Anjuman Isha’ati Islam, Lahore (Hindustan). Disalin oleh Oemar Said Tjokroaminoto, Presiden Central Sarikat Islam Yogyakarta (Jawa). Diterbitkan oleh Mirza Wali Ahmad Baig, Muballighul-Islam, Utusan Pergerakan Ahmadiyah, Yogyakarta (Jawa). Tanpa Tahun Terbit. Hal. 23-31.

 

 

Yuk Bagikan Artikel Ini!

Comment here

Translate »