DiskursusTabayyun

Mirza Ghulam Ahmad Antek Inggris? Ini Jawabannya!

hanged flags beside building

Hazrat Mirza Ghulam Ahmad seringkali dituduh sebagai kaki tangan atau antek Inggris, sekaligus juga dituduh menghapus syariat jihad. Informasi yang tidak benar tentang HM Ghulam Ahmad ini banyak sekali bisa kita temukan di berbagai situs media cetak maupun online belakangan ini.

HM Ghulam Ahmad sedari dulu sudah menyadari betul perihal ini dan mengatakan bahwa beliau dapat mengerti mengapa banyak orang sangat anti terhadapnya (dan juga terhadap Ahmadiyah). Tetapi beliau mengatakan bahwa beban dosa adalah di pundak mereka yang membuat, merekayasa dan menyebarkan informasi yang tidak benar tersebut.

Uraian di bawah ini memberikan penjelasan bahwa ternyata sikap HM Ghulam Ahmad terhadap pemerintah Inggris itu juga sama dengan para ulama pada zamannya. Bahkan bukan hanya perseorangan, lembaga ulama pada masa itu pun juga bersikap yang sama.

Tetapi sebelumnya, perlu kiranya terlebih dahulu diuraikan mengenai tuduhan yang menjadi latar belakang dari tuduhan antek Inggris ini, yakni soal tuduhan bahwa HM Ghulam Ahmad menghapus syariat jihad.

BANTAHAN MENGENAI PENGHAPUSAN JIHAD

Karena masalah yang menonjol adalah jihad dalam arti mengangkat senjata, maka di sini dikemukakan beberapa pendapat HM Ghulam Ahmad tentang Jihad dengan pedang. (Sebagian besar  diambil dari situs www.muslim.org.).

  1. “Haruslah diketahui bahwa Qur’an Suci tidak sewenang-wenang memberi perintah untuk berperang. Qur’an memberi perintah untuk berperang hanya terhadap orang-orang yang melarang orang lain beriman kepada Allah, dan melarang mereka menjalankan perintah-Nya dan memuja-Nya. Qur’an memberi perintah berperang terhadap orang-orang yang menyerang Muslim tanpa sebab dan mengusir mereka (kaum Muslim) dari rumah dan negara mereka serta menghalangi mereka  menjadi Muslim. Orang-orang tersebutlah yang dimurkai oleh Allah dan orang-orang Muslim haruslah memerangi mereka apabila mereka tidak menghentikan perbuatannya.” (Nur al-Haq, jilid 46).
  2. “Pada masa-masa awal Islam (zaman Madinah – pen.), perang fisik untuk mempertahankan diri diperlukan karena orang-orang yang menyebarkan agama Islam mendapat perlawanan dengan senjata, bukan dengan akal dan argumentasi. Jadi, pedang haruslah digunakan untuk menghadapi perlawanan. Akan tetapi, saat ini pedang tidak lagi digunakan untuk mengatasi masalah, namun pena dan argumentasilah yang digunakan untuk mengritik Islam. Karena alasan inilah, dalam masa ini, Allah menghendaki pedang digantikan dengan pena, dan para musuh dihadapi dengan tulisan. Oleh karena itu, tidaklah tepat sekarang ini bagi setiap orang menjawab pena dengan pedang.” (Malfuzat, Bab I, hal. 59)
  3. “Selama mereka (kaum kafir) tidak mengangkat senjata menghadapi kita, kita juga tidak diperbolehkan mengangkat senjata dalam menghadapi mereka” (Haqiqat al-Mahdi, hal. 28).
  4. “Karena tidak ada perintah untuk memaksa seseorang masuk ke dalam agama Islam dengan ancaman pembunuhan, maka tidak perlu ada pertumpahan darah dalam menunggu Masih dan Mahdi. Tidaklah mungkin Masih dan Mahdi datang dengan ajaran yang berbeda dengan Qur’an dan memerintahkan orang masuk Islam dengan pedang.” (Masih Hindustan Main, hal. 18-19).

Dengan demikian, jelaslah bahwa keyakinan Hazrat Mirza Ghulam Ahmad tentang jihad dengan mengangkat senjata sangat sesuai dengan Quran Suci dan Hadis serta ajaran agama Islam, yang membedakan antara jihad dan qital (angkat senjata atau perang).

Dalam Qur’an tidak disangsikan lagi bahwa jihad dapat berarti melawan atau perang fisik dengan mengacu pada situasi Muslim di Madinah. Kaum kafir Mekah memutuskan menyerang Madinah untuk membasmi Islam dan orang-orang Muslim dengan pedang, kemudian Allah mengizinkan orang-orang Muslim berjihad dengan pedang. Apabila tidak demikian berarti orang-orang Muslim bunuh diri .

Butir 2 dari pendapat HM Ghulam Ahmad tersebut di atas (saat ini pedang tidak lagi digunakan untuk mengatasi masalah. namun pena dan argumentasilah yang digunakan untuk mengritik Islam. Karena alasan inilah, dalam masa ini, Allah menghendaki pedang digantikan dengan pena, dan para musuh dihadapi dengan tulisan…….)  adalah evaluasi HM Ghulam Ahmad atas pendapat mengenai jihad pada zaman itu.

Perlu diketahui bahwa sebelum HM Ghulam Ahmad muncul, telah terjadi pemberontakan bersenjata melawan pemerintahan Inggris pada tahun 1857. Pemberontakan ini tidak berhasil, gagal total.

Ternyata pendapat HM Ghulam Ahmad seperti yang tertulis di butir 2 tersebut di atas sama dengan pendapat sejumlah ulama atau maulwi pada zamannya, di antaranya sebagai berikut:

1. Maulwi Zahid al-Husaini. Beliau berpendapat: “Sekarang ini adalah zaman berjihad dengan pena karena pena dapat mengakibatkan kesulitan bagi orang lain. Seseorang yang melakukan jihad dengan pena adalah mujahid terbesar masa ini.” (Majalah Bulanan Khuddum-ud-Din, Lahore, 1 Oktober 1965)

2. Maulwi Muhammad Hasan dari Rampur. Murid dari Maulwi Muhammad Ismail Shahid yang terkenal ini menulis: ‘Perang bukanlah jihad. Perang disebut Qital dan perang ini hanya muncul sewaktu-waktu. Jihad adalah berjuang menyebarluaskan firman Allah dan hal ini akan berlangsung lama. Anda akan salah apabila Anda menyamakan istilah qital dengan jihad’ (Sawanih Ahmadi, hlm. 108).

3. Maulwi Chiragh Ali. Dalam karya besarnya tentang jihad yang ditulis dalam bahasa Inggris, diterbitkan 1884, ahli keagamaan terkenal dan yang rasional ini menulis: ‘Jihad tidak berarti perang. Jihad tidak berarti meneruskan peperangan. … saya tidak bermaksud untuk mengatakan bahwa Qur’an tidak berisi perintah berperang. Terdapat banyak ayat yang mengajarkan para pengikut Nabi untuk menjalankan perang defensif, tetapi tidak ada satu pun yang memerintahkan suatu agresi. Kata qatal dan qital jelas menunjukkan hal ini’ (Jihad, edisi terbitan Karimsons, Karachi, 1977, lampiran a: 192; kutipan di atas diambil dari bahasa Inggris)

4. Allama Abdul Haqq Haqqani. Dalam menafsirkan Qur’an dia menulis: “Pada zaman ini berdebat dan berargumentasi juga disebut jihad” (Tafsir Haqqani, jilid iv: 112)

5. Dr. Sir Muhammad Iqbal (wafat 1938). Pidato tokoh filsuf Muslim terkenal ini dicatat dalam berita mingguan seperti yang diungkapkan berikut ini. “Islam tidaklah akan pernah ditaklukkan, dia akan menang.’  Seseorang menyangkal pernyataannya tersebut dan bertanya bagaimana Islam akan menang apabila diperbudak oleh Inggris.

Doktor Iqbal menjawab ‘Tidakkah kau mengetahui bahwa kaum yang disamakan dengan Tartar (ini Inggris – pen.) telah dibangkitkan sekarang ini? Bangsa yang mempunyai hukum-hukum tempat kita hidup akan menjadi Muslim. Bukti hidup dari hal ini adalah Lord Headly (dia masuk Islam berkat hubungannya dengan H. Khwaja Kamaluddin, seorang misionaris Ahmadiyah di masjid Woking, Inggris – pen.) yang masih hidup di antara kita semua. Kekuatan Islam tidaklah terbatas. Ada zaman pedang. Sekarang adalah zaman pena. Islam menyerang dari dalam dan dapat membuat kamu menerimanya’ (Paigham Sulh, 4 Januari 1928).

6. Maulwi Sanaaullah. Beliaulah yang akan bermubahalah dengan HM Ghulam Ahmad tetapi mengurungkan diri. (Lihat kasusnya di sini). Maulwi Sanaaullah dari Amritsar ini mengatakan: ‘Karena ulama kita ketika itu mengumumkan jihad dengan pedang merupakan pemberontakan dan diharamkan serta lawan-lawan Islam mengumandangkan perang dengan pena, maka yang dibutuhkan kemudian adalah berjihad dengan pena’ (Majalah Iman, 1948)

 7. Sayyid Abul A’la Maududi. Beliau menulis:  ‘Mengubah pandangan orang dengan pena serta lidah, dan untuk membawa revolusi ke dalam pemikiran mereka disebut juga jihad. Mengeluarkan uang untuk maksud-maksud tersebut dan untuk mengerahkan kemampuan fisik seseorang juga merupakan jihad’ (Tafhimat-I, hal. 69).

 8. Maulwi Muhammad Husain Batalwi. Maulwi Muhammad Husain Batalwi adalah pemimpin golongan ahli Hadis di India pada akhir abad ke-19. Beliau menulis:

‘Beberapa saudara Muslim kami percaya bahwa kemalangan para pengikut Islam sekarang tidaklah dapat dihilangkan tanpa pedang. Mendapatkan pendidikan keduniawian tidaklah berguna. Meskipun demikian, kepercayaan tersebut di atas kelihatannya tidak mungkin apabila melihat kondisi Muslim saat ini. Wahai saudaraku! Zaman menggunakan pedang tidak ada lagi. Sekarang daripada menggunakan pedang lebih baik kita pentingkan untuk menggunakan pena. Bagaimana pedang dapat berada dalam genggaman orang-orang Muslim apabila mereka sendiri tidak mempunyai tangan. Mereka tidak mempunyai identitas nasional, juga tidak mempunyai eksistensi nasional. … dalam kondisi yang lemah tersebut, menganggap mereka sebagai suatu bangsa adalah melampaui imajinasi Syekh Chilli’ (Syekh Chilli adalah figur manusia lucu dalam fiksi Urdu) (Isha’at as-Sunna, jilid vi, no. 12, hal. 364, Desember 1883).

9. Maulwi Zafar Ali Khan. Dia adalah pemimpin Muslim terkenal dan editor koran Muslim terkenal. Dalam korannya dia menulis: ‘Karena jihad bukanlah semata-mata berarti perlawanan dengan pedang, maka jihad juga termasuk perjuangan dengan kata-kata dan tulisan, perjalanan, serta syahadat (mati syahid) juga bukanlah orang yang dapat membuat bumi menjadi merah dengan darahnya yang keluar karena tenggorokannya terputus. Jihad adalah juga pengorbanan kenyamanan dan kesenangan seseorang, kemudahan hidup, kekayaan, kehormatan, dan reputasi untuk dikorbankan bagi maksud-maksud mulia di jalan Allah seperti yang diajarkan oleh Islam’ (Harian Zaminbar, Lahore, 14 Juni 1936)

Dan masih banyak lagi ulama-ulama yang mempunyai pendapat seperti pandapat ulama-ulama yang telah disebutkan di atas. SEMUA ULAMA DI ATAS SETUJU BAHWA PEDANG HARUS DIGANTI DENGAN PENA.

Senada dengan para ulama di atas, HM Ghulam Ahmad dalam soal jihad ini menulis:

  1. “Jihad pada zaman ini adalah untuk menyebarkan agama Islam dan melawan para pengritik (Islam) dengan menyebarkan keindahan agama yang benar, yaitu Islam ke seluruh dunia, dan untuk memanifestasikan kebenaran Nabi Suci kepada dunia. Ini adalah jihad, sampai Allah membuat lingkungan yang berbeda di dunia ini” (Surat HM Ghulam Ahmad yang dikutip dalam Ruhani Khaza’in, jilid 17, hal. 17).
  2. “Misionaris Kristen telah memulai perang yang berbahaya melawan Islam. Di medan perang, mereka muncul dengan pena, bukan pedang atau meriam yang sebenarnya. Jadi, senjata yang harus kita miliki dalam memasuki medan perang tersebut hanya dengan pena. Kami yakin bahwa tugas setiap orang Muslimlah untuk terjun ke dalam peperangan (dengan pena-pen.) ini.” (Malfuzat, bab I, hal. 217).
  3. “Di zaman ini pena telah digunakan untuk melawan kita. Dengan pena inilah kita menjadi menderita dan merasa sakit. Untuk menjawab masalah ini kita juga harus menggunakan pena sebagai senjata kita.” (Malfuzat, Bab I, hal. 44).

Salah satu perlawanan terhadap Islam yang dilancarkan oleh misionaris Kristen adalah karena Islam dianggap disebarkan dengan pedang. HM Ghulam Ahmad harus menjawab ini, seperti yang ditulisnya:

  •  4.  i. “Sebagian misionaris Kristen abad ini melawan Islam karena kesalahannya menganggap Islam disebarluaskan dengan kekuatan dan pedang. Sayangnya, kritik-kritik tersebut tidaklah didasari oleh ajaran-ajaran Qur’an yang mengatakan…. ‘tidak ada paksaan dalam agama’; dan ‘lawanlah orang-orang Kristen dengan bijaksana dan hubungan yang baik’, tidak dengan kekerasan; serta ‘orang-orang beriman adalah orang-orang yang dapat menahan kemarahan’, mereka memaafkan orang-orang yang menyerangnya, dan tidak menjawab dengan cara yang salah. Apakah mungkin Allah yang mengajarkan nilai-nilai tersebut di atas dapat memerintahkan untuk membunuh, merampas harta, dan mengusir orang-orang dari rumahnya?……’ pandangan para pemuka agama yang bodohlah yang berpendapat demikian. Oleh karena itu, Allah Yang tidak membiarkan kebenaran terbuang dengan sia-sia mengirim hamba-Nya yang rendah pada zaman ini untuk menghilangkan fitnah tentang jihad dalam Islam dan menunjukkan bahwa Islam tidaklah tergantung pada kekuatan dan pedang. Islam menyentuh hati manusia dengan kekuatan spiritualnya……Jadi, tidaklah adil untuk menyamakan jihad dengan ancaman.” (Majmu’a Ishtiharat, jilid ii, catatan kaki, hal. 125-127).
  • 4.ii. “Pemerintah sangat terkesan akan kesetiaan orang-orang Muslim di India karena orang-orang Inggris yang tidak mengetahui tentang Islam, khususnya Dr. Hunter, Ketua Komisi Pendidikan, dalam bukunya mengatakan bahwa orang-orang Muslim bukanlah orang-orang yang mengharapkan keberhasilan pemerintahan Inggris dan menganggap berjihad dengan pedang adalah wajib.”  (Barahin Ahmadiyah, Bab. III, hal. 68).

Para ulama percaya bahwa Imam Mahdi akan muncul ke dunia untuk membunuh orang-orang kafir. Karena HM Ghulam Ahmad mengaku dirinya sebagai Imam Mahdi, maka dia haruslah memberikan keterangan tentang masalah jihad pada zaman ini dan menunjukkan bahwa mereka mempunyai konsep yang salah.

  • 5.  i. “Pertimbangkanlah dengan seksama hadis Bukhari yang menjelaskan masalah Masih Yang Dijanjikan. Tertulis di sini: yazi’ul-harb yang berarti ketika Masih datang kita harus mengakhiri perang agama” (Government Angrezi aur Jihad, hal. 15).
  • 5.ii. “Saya harus menjelaskan kepada pemerintah Inggris tentang keyakinan kaum Wahabi atau ahli Hadis yang dipimpin oleh ulama Muhammad Husain Batalvi tentang masalah Mahdi dan keyakinan tentang Mahdi yang saya miliki dan para pengikut saya. Akar dari semua pertentangan ini adalah karena saya tidak mempercayai Mahdi dalam pengertian mereka. Dengan demikian, orang-orang tersebut menganggap saya kafir. Jadi, di bawah ini saya menjelaskan tentang Mahdi sehingga dapat dibandingkan antara pendapat saya dan pendapat mereka.” (Haqiqat Al-Mahdi, hal. 3).
  • 5.iii. “Setiap orang yang bijaksana akan menyadari bahwa keyakinan kami bahwa tidak ada nabi atau Masih yang akan datang dengan pertumpahan darah, yang keberhasilannya diperoleh dengan memaksa orang lain menjadi Muslim adalah keyakinan yang baik yang berdasarkan pada prinsip-prinsip perdamaian dan kelemahlembutan. Melalui keyakinan ini, musuh Islam tidak dapat menuduh bahwa Islam mengancam. Manusia tidaklah diperkenankan memperlakukan sesama manusia secara liar. Islam juga tidak menodai nilai-nilai moral seseorang. Orang-orang yang meyakini ajaran ini juga tidak hipokrit terhadap pemerintah yang berbeda agama.” (ibid, hal. 10-11).
  • 5.iv. “Orang-orang tersebut berpegang teguh pada keyakinan tentang jihad yang berlawanan dengan Qur’an dan Hadis. Orang yang tidak menerima keyakinan tentang Mahdi akan disebut dajjal oleh mereka, dan mereka menyerukan untuk membunuh orang yang tidak percaya terhadap Mahdi ini. Saya termasuk orang yang dianggap dajjal dalam waktu yang lama.” (Government Angrezi aur Jihad, hal. 7).

Karena pendapat tentang jihad yang disebarluaskan berlawanan dengan Qur’an Suci, maka perlu dijelaskan di sini untuk membenarkan makna jihad tersebut.

  • 6.i. Haruslah diingat bahwa konsep dalam pikiran ulama sekarang, dan cara para ulama menjelaskan permasalahan jihad kepada masyarakat jelas tidak benar.

Akibatnya, para ulama tersebut membuat masyarakat mempunyai karakteristik seperti binatang dengan khotbahnya berapi-api mereka menghilangkan nilai-nilai baik kemanusiaan. Jadi, apabila terjadi hal demikian, maka saya mengetahui dengan pasti bahwa dosa dari semua pembunuh keji dilakukan oleh orang-orang yang bodoh dan bersemangat, yang tidak menyadari mengapa Islam harus berperang pada zaman dahulu. “Para ulama tersebutlah yang harus bertanggung jawab terhadap ajaran-ajaran yang menyebabkan pertumpahan darah.” (Government Angrezi aur Jihad, hal. 7).

  • 6.ii. “Dalam memberikan komentar tentang pembunuhan dua orang Inggris yang dilakukan orang Muslim yang fanatik, dia mengatakan: “Apakah pembunuhan terhadap dua orang Inggris ini disebut jihad? Apabila demikian, pembunuh tersebut merusak nama baik Islam. Hal yang seharusnya kita lakukan adalah menjalin hubungan dengan mereka dengan cara yang baik sehingga mereka dapat menjadi Muslim karena melihat perbuatan baiknya…….. Sewaktu saya mendengar tentang orang-orang tersebut, saya benar-benar sedih karena mereka telah berada jauh dari Qur’an Suci, dan meyakini bahwa pembunuhan terhadap orang-orang yang tidak bersalah merupakan perbuatan baik.” (Malfuzat, bab II, hal. 49-50)
  • 6.iii. “Di sini kami juga harus menyesalkan dua hal, yaitu dari satu pihak para ulama yang bodoh menyembunyikan arti jihad yang sebenarnya dan mengajarkan mesyarakat untuk membunuh dan mengistilahkan pembunuhan tersebut adalah jihad, di lain pihak pendeta-pendeta Kristen juga melakukan yang sama. Mereka menerbitkan beribu-ribu buku dalam bahasa Urdu, bahasa Fashto, dan sebagainya yang mengatakan bahwa Islam disebarkan dengan pedang. Buku-buku ini disebarkan ke seluruh India, Punjab, dan tempat-tempat lain. Akibatnya, masyarakat mendapatkan dua pernyataan yang sama, yaitu pendapat para ulama dan pendapat pendeta Kristen mengembangkan nafsu primitif mereka.” (Government Angrezi aur Jihad, hal. 9).

PENGGUNAAN ISTILAH “HARAM BERJIHAD”

HM Ghulam Ahmad dituduh menganggap jihad haram dilakukan. Padahal, pernyataan semacam itu tidak saja keluar dari mulut HM Ghulam Ahmad, tapi juga para ulama lain di zamannya. Di bawah ini dikutip tulisan beberapa ulama yang menganggap jihad adalah haram.

 1. Maulwi Muhammad Husain Batalwi

  •  1.i. “Mereka yang berperang melawan pemerintah (yaitu pemerintah Inggris di India) atau membantu orang-orang yang berperang melawan pemerintah, meskipun mereka saudara Muslim kita, mereka adalah pengkhianat dan haram.” (Al-Iqtisad fi masa’il al-Jihad, hal. 49).
  • 1.ii. “Orang-orang Muslim tidak diperbolehkan berperang, atau membantu orang yang melawan pemerintah yang sah. Dengan tidak mempertimbangkan perbedaan agama, orang Muslim haruslah menerima pemerintah tersebut karena pemerintah tidak melarang mereka beribadah. Oleh karena itu, orang Muslim India diharamkan melawan atau memberontak kepada pemerintah Inggris.” (Isha’at as-Sunna, jilid vi, no. 10, hal. 287).

 2. Dr. Sir Muhammad Iqbal

“Saya tidak mendukung perang. Setiap Muslim juga tidak dapat mendukung perang sesuai dengan yang diajarkan oleh syariah Islam. Menurut ajaran Qur’an, hanya ada dua macam jihad atau perang yaitu: defensif dan korektif. Dalam masalah defensif, perang haruslah dilakukan apabila Muslim diserang atau diusir dari rumah-rumah mereka. Disebutkan di sini bahwa mereka diizinkan, bukan diperintahkan, untuk mengangkat senjata…….. Islam mengharamkan peperangan demi untuk menguasai daerah lain dan diharamkan juga mengangkat senjata dalam menyebarluaskan keyakinan.” (Makatib Iqbal, Kumpulan Surat-Surat  Iqbal, bab I, hal. 203).

3. Sayyid Abul A’la Maududi

“Tidak ada pembaru yang dapat memutuskan hanya salah satu jihad saja, yakni berjihad dengan pedang atau dengan pena dalam rangka menjalankan tugas reformasinya. Dia haruslah membutuhkan kedua macam jihad tersebut dalam menjalankan tugasnya. Selama khotbah dan nasehat efektif dilakukan dalam mengajarkan manusia tentang moralitas dan peradaban, mengangkat senjata tidak hanya dilarang, tetapi juga diharamkan.” (Al-Jihad fil-Islam, edisi ketiga, hal. 27).

Jadi, HM Ghulam Ahmad hanya menulis hal yang senada dengan para ulama di atas. Dalam puisinya yang terkenal, beliau menulis:

“Kesampingkan masalah jihad sekarang ini wahai teman-temanku; menebarkan keyakinan dengan perang dan qital (bertempur) diharamkan. Kamu sekarang tidak lagi menghadapi ancaman dari bangsa lain; bangsa lain juga tidak melarang kalian salat dan puasa.

Al-Masih telah datang, Al-Masih yang menjadi imam keyakinan kita; perang keagamaan haruslah diakhiri. Nabi Suci bersabda: “bahwa Isa akan menangguhkan peperangan.”

Berita bahwa seorang Imam Mahdi akan datang dengan pertumpahan darah dan menyebarluaskan keyakinan dengan membunuh orang-orang kafir merupakan suatu kebohongan, pernyataan yang memfitnah tanpa bukti, tanpa penerangan.”

BANTAHAN SEBAGAI ANTEK INGGRIS

Sebetulnya tuduhan yang dilakukan oleh lawan-lawan HM Ghulam Ahmad sebelum menuduh beliau sebagai kaki tangan Inggris adalah tuduhan bahwa beliau akan memberontak terhadap pemerintah Inggris. Hal ini sangat mengesankan Inggris karena pengertian Mahdi selalu dikaitkan dengan angkat senjata untuk memasukkan orang-orang kafir masuk Islam.

Polisi Inggris sampai mengintai (mengamati) dan menjaga rumah beliau, khawatir kalau kegiatan HM Ghulam Ahmad berusaha mengadakan pemberontakan. Oleh karena itu HM Ghulam Ahmad lalu menjelaskan pengertian Mahdi menurut beliau yang berbeda dengan pengertian para ulama pada umumnya. Sehingga pemerintah Inggris tidak lagi mencurigai beliau.

Gagal dalam usaha menjatuhkan HM Ghulam Ahmad dengan tuduhan untuk memberontak tersebut, lawan-lawan beliau lalu menuduh bahwa beliau adalah kaki tangan Inggris. Tetapi tuduhan bahwa HM Ghulam Ahmad sebagai kaki tangan (antek) Inggris ini juga tidak ada buktinya.

Untuk mengerti masalah ini secara benar, dapat dilihat pernyataan-pernyataan baik dari HM Ghulam Ahmad maupun dari para ulama. Lebih dahulu dikemukakan pandangan Orang Muslim Terkemuka waktu Itu.

1. Sayyid Ahmad Barelvi (wafat 1831). Dia adalah seorang militer Muslim dan pemimpin agama yang berperang melawan kekuasaan Sikh di sebelah Barat Laut India dan dianggap sebagai mujaddid abad ke-13 Hijriah. Tentang Sayyid Ahmad Barelvi tercatat berikut.

Ketika dia melakukan jihad melawan Sikh, seseorang bertanya kepadanya: ‘Mengapa kamu pergi jauh-jauh untuk berjihad melawan Sikh padahal orang Inggris sedang menjajah menguasai negara ini dan orang-orang Inggris tersebut tidak mengakui Islam. Melakukan jihad melawan mereka di setiap rumah dan berjuang mendapatkan India dari mereka; akan didukung dan dibantu berjuta-juta orang’

Sayyid Ahmad Barelvi menjawab: “Pemerintah Inggris mungkin menolak Islam, tetapi mereka tidak menindas orang-orang Muslim, mereka juga tidak melarang orang-orang Muslim untuk beribadah sesuai dengan agamanya. Dengan alasan tersebut, apakah kita akan berperang melawan mereka dan menumpahkan darah yang tidak perlu dari kedua belah pihak? Hal ini berlawanan dengan prinsip-prinsip agama.”  (Musalman on Ka Roshan Mustaqbil, oleh Sayyid Tufail Ahmad, Edisi ketiga, 1940).

2. Sayyid Muhammad Ismail Shaheed. Dia Adalah staf sayyid Ahmad Barelvi dan wafat di medan perang dalam melawan para Sikh. Tentang dirinya ditulis:

  • 2.i. “Seseorang berkata, mengapa kamu tidak mengumumkan berjihad melawan Inggris? Dia menjawab: ‘Kita tidak mempunyai kewajiban untuk berjihad memerangi mereka. Pertama, karena kita adalah jajahan mereka. Kedua, mereka tidak mengganggu kita dalam menjalankan ibadah. Kita mempunyai kebebasan dalam kekuasaan mereka. Pada kenyataannya, apabila mereka diserang, orang Muslim haruslah memerangi penyerang tersebut dan tidak membiarkan pemerintah mereka disakiti sedikit pun.” (Hayyat Tayyiba, ‘Biografi oleh Mirza dari Delhi.’, edisi 1972, hal. 264, diterbitkan di lahore).
  • 2.ii. Maulwi Ismail mengumumkan bahwa ‘jihad melawan Pemerintah Inggris dalam keagamaan tidaklah valid, kita juga tidak dapat melawan mereka; kita hanyalah membalas para Sikh yang memerangi Saudara-saudara kita.’  Karena alasan itulah mengapa penguasa Inggris tidak mengetahui apa-apa dan tidak menghentikan persiapan yang dilakukan oleh Maulwi Ismail.” (ibid, hal. 201).
  • 2.iii. “Alasan inilah mengapa Maulwi Ismail dari Delhi, yang memahami Qur’an dan hadis, tidak berperang untuk memperjuangkan India dari Inggris yang pada saat itu memerintah negara tempat dia tinggal. Dia juga tidak memerangi negara-negara bagian dari negara ini. Di luar negaranya, dia memerangi para Sikh yang mencampuri peribadatan orang Muslim dengan melarang azan.” (Al-Iqtisad fi masa’il al-jihad, oleh Maulwi Muhammad  Husain Batalvi, Terbitan 1876, hal. 49-50).

 3. Maulana Sayyid Nazir Husain dari Delhi (wafat 1902). Dia adalah pakar teologi, Ahli hadis yang sangat terkemuka.

  • 3.i.Dalam fatwa dia menulis: “Karena tidak ada kriteria berjihad di tanah ini, maka dilakukannya jihad di sini merupakan sarana menghancurkan dan berdosa.” (Fatwa Naziriyya, jilid iv, hal. 472).
  • 3.ii. Perihal dirinya tercatat: “Sesuai dengan arti jihad yang sebenarnya, Sayyid Nazir Husain dari Delhi tidak menganggap pemberontakan tahun 1857 sebagai jihad yang sesuai dengan hukum Islam. Dia menganggap bahwa pemberontakan tersebut tidak berdasar pada keimanan. Pemberontakan tersebut merupakan pelanggaran perjanjian dan pengacau. Apabila seseorang mengambil bagian atau membantu pemberontakan tersebut dia dianggap berdosa.” (Majalah Isha’at as-Sunna, jilid vi, no. 10, Oktober 1883, hal. 288).

4. Maulwi Muhammad Husain Batalvi. Dia pemimpin ahli hadis dan editor majalah Isha’at as-Sunna. Dia adalah oposisi HM Ghulam Ahmad setelah HM Ghulam Ahmad mengaku sebagai Masih Yang Dijanjikan. Tetapi dalam buku tentang jihad, dia menulis:

“Orang-orang Muslim haruslah meneliti berpikir tentang implikasi ini. Janganlah menganggap berperang melawan orang beragama lain sebagai jihad yang benar. Berperang melawan orang-orang yang damai dan memegang janji tidak dapat dikatakan sebagai jihad yang benar, tetapi merupakan pemberontakan. Orang-orang Islam yang ikut serta dalam pemberontakan tahun 1857 merupakan orang-orang yang berdosa menurut Qur’an Suci serta Hadis, mereka adalah pemberontak, pembuat kekacauan, dan orang-orang jahat. Sebagian besar dari mereka bertindak seperti binatang. Mereka yang dikenal sebagai ulama dan orang-orang terkemuka tidak berdasarkan pada keyakinan yang benar, atau kurang mengerti tentang masalah ini.” (Al-Iqtisad fi masa’il al-Jihad, hal. 49).

5. Nawab Siddiq Hasan Khan dari Bhopal. Dia adalah pakar agama, tokoh Ahli hadis terkemuka, dan juga seorang pemimpin politik. Dalam bukunya Tarjuman-I Wahhabiyya, dia menulis:

  • 5.i.  “Buku ini ditulis untuk menginformasikan kepada pemerintah Inggris bahwa orang-orang Muslim India dan negara-negara bagian India tidak memberontak terhadap kekuatan yang besar ini.” (Edisi terbitan di Lahore, 1895, hal. 4).
  • 5.ii.  “Berpikirlah tentang orang-orang yang tidak mengerti akan ajaran-ajaran agama mereka, yang dengan ajaran tersebut mereka berharap dapat menghacurkan pemerintah Inggris dan mengakhiri kedamaian dengan menciptakan kekacauan dengan dalih jihad. Hal ini adalah tindakan yang bodoh.” (hal. 7).
  • 5.iii.   “Selama pemberontakan (1857) beberapa raja dan orang-orang yang disebut nawab serta orang-orang kaya mengganggu kedamaian dan ketenangan di India dengan tindakan yang mereka anggap sebagai jihad. Mereka mengobarkan peperangan sehingga muncul kekacauan dan kekerasan sampai membantai wanita dan anak-anak, padahal tidak ada hukum apa pun yang dapat membenarkan pembantaian ini…….   apabila kita membiarkan pengacau seperti itu sekarang ini, maka dia juga sama saja dengan pembuat keonaran dan dia kapan pun akan menodai nama Islam.” (hal. 15).
  • 5.iv.   “Pada tahun 1875, Maulwi Muhammad Husain Batalwi ….. memberikan jawaban bahwa jihad perang melawan pemerintah Inggris di India yang telah memberikan kebebasan beragama dilarang dan berlawanan dengan hukum Islam.  Semua orang yang telah mengangkat senjata melawan pemerintah Inggris di India atau melawan penguasa di manapun yang memberikan kebebasan beragama, dan yang mengharapkan melakukan jihad, adalah pemberontak-pemberontak sehingga layak mendapat hukuman. Untuk mendukung pernyataannya, kemudian Maulwi Muhammad Husain mengirimkan fatwanya kepada semua ulama di Punjab dan daerah-daerah lain di India. Usahanya tersebut didukung oleh para ulama Punjab dan India yang memberikan tanda tangan mereka sebagai dukungan terhadap fatwa bahwa mengangkat senjata dan berjihad melawan pemerintah Inggris di India berlawanan dengan Sunah Nabi dan keyakinan orang yang bertuhan satu.” (hal. 61).

6. Sultan Kekaisaran Turki (Ottoman). Sultan Turki dikenal sebagai Khalifa-tul-Muslimin (pemimpin orang-orang Muslim) dan bergelar sebagai pemimpin Muslim dalam jumlah yang besar. Buku sejarah mencatat: “Sultan Turki yang bergelar Khalifa-tul-Muslimin, bersyukur atas bantuan Inggris (selama perang Semenanjung Krim di Uni Sovyet).

Oleh karena itu, pada tahun 1857 ketika orang-orang Muslim yang ingin merdeka dan orang-orang Hindu India ikut melancarkan perang kemerdekaan terhadap pemerintah Inggris, Khalifah tersebut menulis dan memberi Inggris suatu fatwa yang menganjurkan agar Muslim di India tidak memerangi Inggris, karena Inggris terbukti menjadi pendukung dan mengharapkan perbaikan khilafat Islami.” (Tarikh Aqwam, ‘Alam, bab I dan II, hal. 540, oleh Murtaza Ahmad Khan).

Jadi sesungguhnya pernyataan-pernyataan HM Ghulam Ahmad tidaklah jauh berbeda dengan pernyataan-pernyataan para ulama di atas.

Berikut adalah beberapa pernyataan HM Ghulam Ahmad tentang perlunya kesetiaan kepada Pemerintah Inggris.

  1. “Para pegawai pemerintahan yang beragama Islam secara terus-menerus berusaha membuktikan bahwa saya adalah pengkhianat pemerintah ini. Saya mendengar bahwa usaha-usaha ke arah itu selalu dilakukan dalam rangka memfitnah saya (kepada pemerintah). Padahal kamu sangat mengetahui bahwa saya bukanlah orang yang mempunyai sifat yang memberontak.” (Tiryaq al-Qulub, edisi pertama, hal. 15).
  2. Beberapa dari mereka (pihak lawan) menulis berita-berita bohong tentang saya kepada pemerintah Inggris, dan mereka melakukannya dengan berdalih sebagai informan dan menyembunyikan kebencian mereka terhadap saya.” (Anjam Atham, hal. 68).
  3. Dalam bukunya, dia memberikan catatan palsu tentang keadaan saya, dan menulis bahwa saya menyebarluaskan kekacauan dan merupakan musuh pemerintah. Tanda-tanda pemberontakan ini, menurut mereka, dapat dilihat dari perilaku saya dan mereka yakin bahwa saya akan melakukan pemberontakan, oleh karena itu saya adalah musuh pemerintah.” (Nur al-Haq, bab I, hal. 24) (Tiga Catatan di atas ditujukan kepada pendeta Kristen Rev. Imad-ud-Din)
  4. Haruslah disebutkan bahwa Dr. Clark (seorang misionaris Kristen), memberikan pernyataan di berbagai tempat, baik secara implisit maupun eksplisit bahwa saya berbahaya bagi pemerintah Inggris.” (Kitab al-Bariyya, hal.5).
  5. Mereka mencoba untuk membuat pemerintah melawan saya. Dalam beberapa hal pemerintah dapat saja memusuhi saya, sebab pemerintah bukan orang-orang yang mengetahui hal-hal gaib. Oleh karena itu, saya mengirimkan catatan, khususnya ditujukan kepada pemerintah dalam rangka memperkenalkan diri saya dan lingkungan saya kepada pemerintah Inggris sehingga pemerintah dapat mengetahui kebenaran dan fakta-fakta yang benar.” (Malfuzat, bab I, hal. 209).[]

Kesimpulannya, HM Ghulam Ahmad bukanlah “antek inggris” sebagaimana dituduhkan banyak orang. Sebab, jika dengan pernyataan-pernyataan di atas beliau dianggap sebagai antek Inggris, maka para ulama yang berpendapat sama dengan beliau sebagaimana diuraikan di atas seharusnya dianggap sebagai antek inggris juga.[]


Dinukil dan diselia dari tulisan “Meluruskan Kesalahpahaman Tentang Ahmadiyah” karya H. Fathurrahman Ahmadi Djojosoegito (Ketua Umum PB GAI ke-8, Masa Bakti 1999 – 2013)

Yuk Bagikan Artikel Ini!

Comment here