Artikel

Memenuhi Amanah dan Janji

Dalam Al-Quran Surat Al-Mu’minun (23) ayat 1-11, disebutkan enam tanda orang beriman, yang pasti akan mendapatkan keberuntungan, karena menjadi pewaris Surga. Tanda-tanda itu adalah sebagai berikut:

  • Khusyuk shalatnya.
  • Menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak ada gunanya.
  • Melakukan perbuatan untuk mencapai kesucian.
  • Mengendalikan syahwatnya.
  • Memenuhi amanah dan janjinya.
  • Menjaga shalatnya.

Dalam uraian ini, saya akan berfokus pada tanda yang kelima, yakni “memenuhi amanah dan janji.”

Untuk bisa menjaga serta memenuhi amanah dan janji, hendaklah seseorang mengikis sifat dan sikap egois (mementingkan diri sendiri). Sebaliknya, dia perlu mengembangkan sifat dan sikap adil dan ihsan.

Sifat egois bukanlah sifat orang beriman dan orang Islam sejati. Sifat egois termasuk sifat tercela dan berbahaya. Adapun bahaya egois antara lain:

  • Karena egois, orang bisa mengabaikan kewajiban-kewajiban agama.
  • Karena egois, orang bisa mengkhianati amanah dan melanggar (membatalkan) janji.
  • Karena egois, orang tidak bisa bersikap adil, bahkan sebaliknya dia bersikap zalim.
  • Karena egois, orang bisa mempertuhan hawa nafsunya.

Sehubungan dengan janji, terutama janji atau perjanjian dengan nama Allah, Allah berfirman:

“Dan tepatilah perjanjian Allah (perjanjian dengan nama Allah) bilamana kamu berjanji, dan janganlah kamu melanggar sumpah setelah itu dikokohkan, sedangkan kamu telah menjadikan Allah sebagai jaminan kamu. Sesungguhnya Allah tahu apa yang kamu lakukan.” (QS An-Nahl, 16:91).

Dalam kelanjutan ayat di atas, yaknii al-Quran surat An-Nahl (16) ayat 92, Allah Ta’ala mengibaratkan, orang yang melanggar janji itu seperti orang yang menguraikan benang hingga bercerai-berai setelah ia dipintal dengan kuat.

Kita bisa membayangkan, jika ada orang yang bekerja keras sepanjang hari, untuk memintal kapas menjadi benang, tetapi kemudian pada malam harinya dia menguraikan dan mencerai-beraikannya lagi hingga menjadi bagian-bagian kecil yang terputus, maka seluruh kerja kerasnya seharian itu menjadi sia-sia. Dia hanya membuang-buang waktu, tenaga dan biaya selama seharian penuh, tanpa menghasilkan apa-apa.

Demikian pula, jika ada orang yang berjanji atau membuat kesepakatan bersama orang lain, tetapi kemudian dia melanggarnya, tidak menepatinya dengan tanpa ada alasan yang benar, maka seluruh upaya dan jerih payahnya yang menghabiskan banyak waktu, tenaga, pikiran dan biaya, menjadi sia-sia pula. Bahkan hal itu bisa merusak hubungannya dengan orang lain, dan bisa merusak kerukunan, persatuan dan kesatuan.

Dalam kehidupan di dunia ini, manusia yang merupakan makhluk bersifat sosial banyak menghabiskan waktu dan kebutuhan hidupnya bersana-sama dengan manusia lainnya. Setiap orang harus melakukan pekerjaan bersama atau di antara banyak orang lain. Oleh sebab itu perlu adanya sikap saling percaya antar manusia.

Untuk menjaga dan mempertahankan kehidupan sosial (kehidupan bersama orang lain) ini, perjanjian atau kesepakatan antara satu orang dengan orang lain sering dibuat, terkadang dengan sumpah dan terkadang tanpa sumpah.

Kemudian bagaimana bila ada orang yang mulai melanggar kesepakatan tanpa ada alasan yang benar?

Pasti hal itu akan sangat mengganggu kelangsungan kehidupan sosial. Hal itu akan mengakibatkan berbagai program pengembangan tidak mungkin lagi bisa diwujudkan.

Sekurang-kurangnya ada dua macam cara untuk melakukan perjanjian dengan nama Allah.

Pertama, perjanjian dilaksanakan secara formal, dengan mengucapkan kata-kata sumpah, seperti “Demi Allah”. Kedua, perjanjian dilaksanakan dengan tidak mengucapkan kata-kata sumpah, tetapi ia merujuk kepada Allah, seperti dengan ucapan “Insya Allah”.

Orang yang melakukan perjanjian dengan nama Allah, dia seolah-olah menjadikan Allah sebagai saksi atau jaminan. Maka dari itu, pelanggaran terhadap perjanjian dengan nama Allah itu jauh lebih berat daripada pelanggaran terhadao perjanjian dengan tanpa melibatkan nama Allah.

Karena hal itu menunjukkan bahwa ketika seseorang ingin memenangkan atau memperoleh kepercayaan orang lain, dia menggunakan atau memanfaatkan nama Allah; tetapi ketika dia dikuasai oleh tuntutan kepentingannya sendiri, dia mengabaikan Allah.

Baru saja kita saksikan pelantikan pengurus baru GAI cabang Kediri periode 2023 -2026. Tentu saja dalam proses pembentukan pengurus baru itu, warga Kediri mendasarkan diri pada firman atau petunjuk Allah Ta’ala:

“Sesungguhnya Allah memerintahkan kepadamu agar menyerahkan amanat kepada orang yang pantas menerimanya, dan jika kamu menghakimi antara manusia, kamu harus menghakimi dengan adil.” (QS An-Nisa’, 4:58).

Kita berdoa, semoga dengan hidayah dan inayah Allah pengurus baru GAI cabang Kediri dan kita semua warga GAI bisa memenuhi amanah dan janji. Memenuhi amanah sebagai pengurus, dan memenuhi janji (10 janji) yang diikrarkan ketika berbaiat untuk menjadi anggota GAI.

Memang memenuhi amanah, mengemban tugas-tugas sebagai pengurus dan warga Ahmadiyah itu tidak ringan. Tetapi kita harus tetap optimis. Kita bisa mohon pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat (2:153).

Tugas kita yang utama adalah menyiarkan dan membela Islam dengan cara-cara yang damai, bijaksana, menarik hati dan akal, serta dengan argumentasi yang meyakinkan. Bukan dengan cara-cara yang agresif dan konfrontatif. Bukan dengan perang, kekerasan dan paksaan. Karena hal itu bertentangan dengan firman Allah “Tidak ada paksaan dalam agama” (2:256).

Hazrat Mirza Ghulam Ahmad, Mujaddid abad ke-14 hijriah, Masih Mau’ud dan Mahdi memberikan nasihat:

“Ada peraturan yang jelas di dalam Al-Quran. Janganlah mengangkat pedang (berperang) untuk menyiarkan agama. Sampaikan keindahan agama itu sendiri. Tariklah orang-orang  ke arah agamamu dengan teladan yang baik. Janganlah berpikir bahwa mengangkat pedang (berperang) diperintahkan dalam Islam pada awalnya. Karena mengangkat pedang (berperang) itu bukan untuk menyiarkan agama, melainkan untuk melindungi dan menyelamatkan diri dari serangan musuh dan untuk menegakkan keamanan. Mengangkat pedang (perang) tidak pernah dimaksudkan untuk pemaksaan terhadap agama.” (Sitara-i Qaisaria, hlm. 16).

Kita tidak mengingkari bahwa kekuatan politik dan ekonomi memang bisa menunjang keberhasilan dakwah Islam. Namun pertama-tama yang kita perjuangkan adalah revolusi akhlak dan ruhani yang insya Allah akan bisa menangkal ancaman kerakusan materialisme dan dominasi kekuasaan tanpa batas. Sehingga akhirnya tercapailah kemenangan Islam di atas semua agama, sesuai dengan rencana Ilahi (9:33).

Semoga Allah meridhai kita. Aamiin.[]

Tulisan di atas adalah pesan Ketua Umum PB GAI, Drs. H. Yatimin AS, pada Pelantikan Pengurus Baru GAI cabang Kediri periode 2023 – 2026, dilaksanakan pada 21 Januari 2023

Yuk Bagikan Artikel Ini!

Comment here

Translate »