Sentuhan Rohani

Keunggulan Orang Bertakwa

Mengenai keunggulan orang bertakwa, Allah berfirman, “Wali-Nya tiada lain hanyalah orang yang bertakwa.” (Al-Anfal, 8:34).

Wali Allah atau Kawan Allah adalah orang yang bertakwa. Dengan sedikit beban kesulitan, orang bertakwa menjadi orang yang dekat dengan Allah. Hal ini merupakan berkah yang luar biasa.

Jika ada penguasa atau pejabat mengatakan pada seseorang bahwa dia temannya, atau mempersilakan dia untuk duduk dan menghormatinya, maka orang itu akan merasa bangga. Begitu pula betapa tinggi dan mulianya derajat manusia yang Allah Ta’ala sebut sebagai wali atau teman-Nya.

Dengan lantaran lisan Rasulullah Muhammad saw., seperti yang tersebut dalam hadis qudsi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Allah Ta’ala berfirman:

“Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan (melakukan) suatu (amalan) yang lebih Aku sukai kecuali dengan sesuatu yang Aku wajibkan kepadanya. Hamba-Ku tidak henti-hentinya mendekatkan diri kepada-Ku dengan (melakukan) ibadah sunnah sehingga Aku mencintainya. Apabila Aku telah mencintainya, maka Akulah pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar, Akulah penglihatannya yang dia gunakan untuk melihat, Akulah tangannya yang dia gunakan untuk berbuat, dan Akulah kakinya yang dia gunakan untuk berjalan. Jika dia minta kepada-Ku Aku pasti akan memberinya, dan jika dia mohon perlindungan kepada-Ku Aku pasti akan melindunginya.” (HR Bukhari, Hadis Qudsi no. 25).

Ada dua bagian perbuatan baik yang dilakukan manusia. Pertama, perbuatan baik wajib. Kedua, perbuatan baik sunnah atau nafilah. Perbuatan baik wajib, yang diharuskan pada manusia, misalnya, mengembalikan (melunasi) hutang, atau membalas kebaikan dengan kebaikan.

Bersama setiap perbuatan baik wajib, ada perbuatan baik sunnah, yaitu kebaikan sebagai tambahan dari yang semestinya, misalnya, melakukan kebaikan selain kebaikan sebagai balasan untuk suatu kebaikan.

Hal-hal yang sunnah itu sebagai pelengkap dan penyempurna hal-hal yang wajib.

Dalam hadis itu dijelaskan bahwa penyempurnaan kewajiban agamawi hamba Allah adalah dengan amalan sunnah. Misalnya, selain membayar zakat (wajib), dia juga memberi sedekah (sunnah).

Allah Ta’ala berfirman bahwa begitu dekat dan cintanya Allah dengannya, sehingga seakan-akan Dia sebagai tangan dan kakinya, dsb. Pokok masalahnya adalah, ketika manusia bersih dari gejolak (hawa) nafsunya, melepaskan sifat egoisnya, dan berjalan dalam kehendak Allah, maka tidak ada perbuatannya yang melanggar hukum syariat. Bahkan setiap perbuatannya sesuai dengan kehendak Allah. Di mana orang jatuh dalam cobaan, di sana masalahnya selalu karena perbuatannya tidak sesuai dengan kehendak Allah dan bertentangan dengan ridha Allah. Orang seperti itu berjalan di bawah gejolak (hawa) nafsunya. Misalnya perbuatan yang terjadi dalam keadaan marah. Hal itu bisa menjadi kasus kriminal dan kasus hukum. Tetapi bila seseorang ingin tidak bertindak tanpa petunjuk Kitab Allah, dan pada setiap urusannya merujuk pada Kitab Allah, maka pastilah Kitab Allah memberikan petunjuk atau nasihat. Sebagaimana difirmankan oleh Allah:

“Dan tiada sesuatu yang basah (hijau) dan kering, melainkan (semua itu) ada dalam Kitab yang terang.” (Al An’am, 6:59).

Jadi, apabila kita ingin mengambil petunjuk atau nasihat dari Kitab Allah, pasti kita akan mendapatkannya. Tetapi barangsiapa mengikuti gejolak (hawa) nafsunya, dia tentu akan jatuh dalam kerugian.[]

 

Sentuhan Rohani oleh Hazrat Mirza Ghulam Ahmad
Disarikan oleh Yatimin AS dari Kitab Manzur Ilahi/Malfuzat Ahmadiyyah, jld. 2, hlm. 28-29.

Yuk Bagikan Artikel Ini!
Translate »