Kolom

Jalan Yang Benar

“Whichever path you choose, the right or the wrong, know that there is at the back always a powerful hand to help you along it,” Tulis Inayat Khan dalam ‘Gayan’.

Jalan mana pun yang kita pilih, yang benar atau yang salah, akan selalu ada tangan yang amat berkuasa mendorong dari belakang untuk kita menempuhnya.

Jika jalannya benar, yang mendorong ialah Tuhan, dengan akhir jalan yang AFLAHA, yaitu sukses yang gemilang lahir batin di dunia ini dan di akhirat nanti. Jika jalannya salah, yang mendorong adalah Iblis, dengan akhir kehancuran yang juga “gemilang” dunia akhirat.

Makin sungguh-sungguh manusia menghayati pilihannya, makin cepat prosesnya berlangsung, dan berarti juga makin cepat datangnya aflaha ataukah kehancuran.

Jalan hidup ada bermacam-macam, namun Surat Al-Fatihah meringkas ada tiga. Jalan yang benar ditempuh oleh mereka yang telah mendapat KARUNIA Tuhan. Yang mendapat nikmat Tuhan ialah para Nabi, Siddikin, Syuhada dan Solihin (QS 4:69).

Jalan yang salah ada dua. Yang satu ditempuh oleh mereka yang “ghadlab,” yang mengundang murka Tuhan, yang lain ditempuh oleh mereka yang “dhaall,” yaitu yang sesat. Adapun Nabi Besar SAW telah mencontohkan “Mereka yang ghadlab ialah kaum Yahudi, sedang mereka yang dhaall ialah kaum Nasrani” (Tirmidhi 44:2).

Dikuatkan oleh Al-Qur’an, kaum Yahudi “terkena murka Allah” karena terbiasa untuk menganiaya bahkan berusaha membunuh para Nabi (QS 2:61), dan kaum Nasrani bagi Tuhan “amat memuakkan,” karena menganggap Tuhan berputera, yaitu “Tuhan Jesus”, membuat “langit hampir-hampir pecah, bumi terbelah dan gunung hancur berantakan” (QS 19:89, 90).

Sudah tentu ghadlab dan dhaall berlaku umum, asal jalannya sesat, jadi tidak hanya Yahudi dan Nasrani.

Nikmat yang tertinggi ialah merasakan dan mengalami CINTA KASIH TUHAN. Gandrung kepada Tuhan, maka dapat dirasakan Tuhan berada di kalbu siang malam, melebihi dahulu manusia gandrung kepada pacarnya.

Manusia mengalami perlindungan Tuhan, pimpinan dan tuntunan Tuhan, ditata kehidupannya oleh Tuhan, diampuni oleh Tuhan, disapa oleh Tuhan dengan wahyu-wahyu, sebagaimana hadis Nabi SAW, bahwa “Tuhan berkenan untuk berfirman kepada mereka meskipun bukan Nabi” (Bukhari 62:6).

Tuhan memberi wahyu kepada ketujuh langit (QS 41:12), kepada bumi (QS 99:5), kepada lebah (QS 16:68), apalagi kepada manusia, umpama ibu Musa AS (QS 20:38), murid-murid Isa AS (QS 5:111). WAHYU kepada lebah “Wa AUH rabbuka ilannahl”, dan wahyu kepada ibu Musa AS “Id AUHAIN ilâ ummika mâ YÛH”.

Tuhan dapat dialami sebagai Yang Maha Kekasih, jika manusia dapat berkomunikasi dengan Tuhan. Adapun yang dapat menangkap isyarat-isyarat dari Tuhan adalah KALBU atau HATI manusia (QS 2:97, 26:192-194), maka kalbu haruslah sudah disucibersihkan.

Sudah tentu ASLAMA dan ISTIGHFAR adalah sarananya, disertai dengan keyakinan yang sedalam-dalamnya bahwa Tuhan Maha Pengampun karena asmanya “AL-GHOFFAR”, “AL-GHOFÛR”, “AL-‘AFUW”.

Jika di kalbu ada rasa INDAH yang tiada taranya, maka insya Allah Tuhan telah berkenan untuk bersemayam di kalbu sebagaimana Hadis Qudsi “Tuhan Ta’ala bersabda: tak dapat memuat Dzat-Ku bumi dan langit-Ku, yang dapat memuat Dzat-Ku ialah kalbu hamba-Ku yang ber-IMAN” (R. Ahmad dari Wahab bin Munabbih).

Manusia pernah mengalami kekasih terbawa di hati sanubari siang malam, juga ambisi-ambisi yang sifatnya lahiriah dapat menguasai pribadi orang. Maka insya Allah akhirnya manusia dapat merasakan Tuhan bersemayam di kalbu.

Kiranya demikianlah para Nabi dan Waliyullah. Manusia yang amat berharap untuk dapat menjadi seperti mereka itu, jika berdoa “Ihdinas siraathal mustaqiim” (Tuntunlah kami di jalan yang benar) tentunya amat sungguh-sungguh karena sudah terobsesi untuk memenuhi panggilan Tuhan “Wahai manusia, carilah Tuhanmu dengan sekuat tenagamu sampai kamu menjumpai-Nya” (QS 84:6), yaitu MANUNGGAL DENGAN TUHAN, Tuhan bersemayam di hati sanubari.

Amin, ya Robbal Alamin.

 

Oleh: Mardiyono

Yuk Bagikan Artikel Ini!

Comment here