Sebagian besar umat Islam mempunyai kepercayaan bahwa bertepatan dengan turunnya Al-Masih dari langit, akan muncul pula Imam Mahdi.Keduanya akan bekerja sama bahu-membahu untuk memerangi kaum musyrik dan kaum kafir. Mereka akan menyiarkan Islam ke seluruh penjuru dunia, dan barangsiapa tidak mau memeluk Islam, akan dipenggal lehernya dengan pedang.
Hazrat Mirza Ghulam Ahmad menjelaskan bahwa kepercayaan itu salah, karena, bertentangan dengan Al-Qur’an yang menyatakan: “Tak ada paksaan dalam agama” (QS 2:254).
Al-Qur’an memiliki kekuatan rohani yang paling ampuh, yang akhirnya akan menaklukkan seluruh dunia. Maka dari itu Al-Qur’an tidak memerlukan kekuatan pedang. Nabi Suci s.a.w. tidak pernah berbuat demikian.
Memang Nabi Suci pernah melakukan peperangan. Akan tetapi perang Nabi Suci ini dilakukan untuk membela diri, bukan untuk menyiarkan Islam. Memang menurut Al-Qur’an, perang itu hanya diizinkan untuk membela diri.
“Dan berperanglah di jalan Allah melawan mereka yang memerangi kamu, tetapi janganlah kamu nelanggar batas” (QS 2:190).
Hazrat Mirza Ghulam Ahmad menjelaskan arti kata JIHAD sebagai berikut:
“Menyiarkan dan membela Islam itu harus disertai dengan MUJAHADAH. Mujahadah ialah sebuah istilah untuk menerangkan “perbuatan menyucikan jiwa.” Seorang guru tasawuf memerintahkan murid-muridnya supaya bermujahadah, artinya supaya berusaha mensucikan jiwa dengan DZIKIR sekuat-kuatnya kepada Allah. Akan tetapi cara-cara mistik ini menyebabkan kaum Muslimin menjadi lemah dan lamban.”
Beliau menjelaskan lebih lanjut bahwa mujahadah atau penyucian jiwa itu tak dapat dicapai dengan jalan yang tidak dilalui oleh Nabi Suci dan para sahabatnya. Mujahadah itu harus dilalui dengan JIHAD ROHANI, bukan JIHAD FISIK dengan menggunakan pedang, melainkan JIHAD dengan AL-QUR’AN.
Dengan demikian, beliau membangunkan kekuatan yang tersembunyi di dalam umat Islam, dan diarahkan kepada tercapainya tujuan yang mulia, yakni, menyampaikan seruan Ilahi kepada umat yang ada dalam kegelapan, sebagaimana termaktub di dalam Al-Qur’an: “Dan berjihadlah dengan ini (Qur’an), dengan jihad yang hebat” (QS 25:52).
Jadi gambaran Imam Mahdi yang akan menyiarkan Islam dengan pedang itu tidak benar dan bertentangan dengan Al-Qur’an. Adapun Imam Mahdi yang akan muncul di akhir zaman itu tiada lain ialah AL-MASIH MAU’UD, sebagaimana terang dalam sabda Rasulullah saw., “Tak ada Mahdi selain ‘Isa ibnu Maryam” (HR Ibnu Majah dan Musnad Ahmad bin Hanbal).
Umat Islam tak mungkin dapat menyiarkan Islam di Barat, apabila mereka tidak membuang jauh-jauh dua macam kepercayaan yang keliru: pertama, kepercayaan bahwa Nabi Isa hingga sekarang masih hidup di langit dengan badan jasmani. Kedua, kepercayaan bahwa Imam Mahdi akan menyiarkan Islam dengan pedang.
Maka dari itu sebagai Mujaddid abad 14 Hijriyah, HM Ghulam Ahmad memberantas kepercayaan yang keliru ini, dan meyakinkan pada dunia bahwa Islam adalah agama perdamaian sebagaimana terang pada namanya, dan bahwa Islam dapat mengadakan revolusi dunia tanpa memerlukan kekerasan dan kekuatan fisik.
Mujaddid abad 14 Hijriyah, Hazrat Mirza Ghulam Ahmad, mendapat gelar AL-MASIH dan AL-MAHDI, karena selain ditugaskan untuk meniupkan ruh baru dan memurnikan ajaran Islam, beliau juga ditugaskan untuk menangkis serangan-serangan Kristen, dan menyiarkan keindahan Islam ke seluruh dunia, terutama di dunia Barat, pusatnya agama Kristen. Dalam kitab “Izalah-i Auham” yang terbit pada tahun 1891, beliau menulis sebagai berikut:
“Hamba Allah yang hina ini ditunjukkan dalam ilham bahwa TERBITNYA MATAHARI DARI BARAT itu mengandung arti bahwa dunia Barat yang sejak dahulu tenggelam dalam kegelapan, kekufuran dan kesesatan, akan dijadikan bercahaya dengan matahari Kebenaran, dan umat di dalamnya akan beroleh cahaya Islam.
Di dalam ilham itu, aku melihat diriku berdiri di atas mimbar di Kota London, dan menguraikan kebenaran Islam dalam bahasa Inggris dengan bukti-bukti yang kuat. Kemudian aku menangkap sejumlah burung yang hinggap di pohon kecil, berwarna putih, bentuknya seperti burung merpati.
Maka penglihatan dalam ilham ini aku terangkan, bahwa meskipun aku tidak dapat pergi ke sana, tetapi tulisan-tulisanku akan tersiar di sana, dan banyak orang-orang Inggris yang tulus akan menerima kebenaran itu.
Dengan segala kekuatan yang ada padaku, aku bermaksud hendak menyiarkan ilmu dan rahmat yang dianugerahkan Allah kepadaku ke seluruh negara Eropa dan Asia …. Oleh karena itu, aku berwasiyat agar negara-negara ini dibanjiri dengan kitab-kitab yang baik-baik.
Jika sekiranya saudara-saudara suka menolong aku, dengan ikhlas dan sepenuh hati, aku ingin menyiapkan Tafsir Qur’an Suci untuk dikirimkan ke negara-negara ini setelah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris” (Izalah-I Auham, hlm. 769).
Pada tahun 1901, Hazrat Mirza Ghulam Ahmad meletakkan batu Pertama Pembangunan Tabligh Islam di Barat, dengan menerbitkan majalah bulanan berbahasa Inggris bertajuk The Review of Religions. Pimpinan majalah ini diserahkan kepada Maulana Muhammad Ali M.A LL.B.
Majalah ini mengupas segala agama di dunia, dan merupakan sumber penerangan bagi kaum Muslimin maupun non-Muslim. Maka dari itu, majalah ini sebentar saja sudah terkenal, apalagi merupakan satu-satunya majalah berbahasa Inggris yang diterbitkan oleh golongan Islam di Barat.
Seorang penulis Barat, A.H. Walter, menulis dalam bukunya yang berjudul The Ahmadiyya Movement, sebagai berikut:
“Majalah ini seirama sekali dengan namanya, karena ia mengupas banyak persoalan penting dari pelbagai macam agama di dunia: Agama Hindu, Arya Samaj, Brahma Samaj, Theosophy, Sikh, Buddha, Jaina, Zaratustra, Bahaiyah, Yahudi dan Kristen. Demikian pula Agama Islam dengan cabang-cabangnya dari aliran ortodoks dan modern, golongan Syi’ah, Ahlul-Hadits, Khariji, Sufi, dan aliran modern seperti Sir Sayid Ahmad Khan dan Sir Sayid Amir Ali.”
Artikel-artikel yang disajikan dalam Majalah ini banyak menarik perhatian sarjana-sarjana Barat, antara lain Count Tolstoy dll. Pers Inggris dan Amerika banyak memberikan komentar tentang artikel-artikel yang dimuat dalam Majalah ini, antara lain: The Glasgow Herald, Church Family News Paper (New York), Commercial Advertiser, Union Sequel (Chicago), Literary Digest(New York), Bralington free Press dan Sunday Circle (London).
Umat Islam berhutang budi kepada Hazrat Mirza Ghulam Ahmad atas jasa-jasanya sebagai PERINTIS dan peletak batu pertama tabligh Islam di Barat.
Misi suci itu dilanjutkan oleh salah seorang murid beliau, Khawaja Kamaluddin, yang berhasil mendirikan “Woking Muslim Mission.” Pada tahun 1913, beliau berangkat ke London. Ketika ditanya akan berangkat ke mana, beliau secara jantan menjawab: “I am going to conquer Europe by means of this” (Saya akan menaklukkan Eropa dengan ini, sambil mengangkat Qur’an yang dipegangnya).
Pada tahun 1922 didirikan German Muslim Mission yang dipimpin oleh Maulana Sadruddin. Selain mendirikan Masjid di tengah-tengah kota Berlin, beliau juga menerbitkan Tafsir Qur’an dalam bahasa Jerman.
Kemudian sesudahnya secara bertahap dikirimkan pula Muballigh Islam ke Amerika Serikat, Amerika Selatan, Amerika Latin, dan juga ke negara-negara Asia dan Afrika.
Pada tahun 1905, Hazrat Mirza Ghulam Ahmad menerima ilham, bahwa ajal beliau sudah dekat. Di saat itu, beliau menerbitkan sebuah brosur yang berjudul Al-Wasiyyat, artinya, Pesan terakhir. Sesuai dengan itu pula, beliau mendirikan Sadr Anjuman Ahmadiyah, artinya, Pusat Gerakan Ahmadiyah, yang diserahi tugas untuk memimpin Gerakan Ahmadiyah sewaktu-waktu beliau mangkat.
Meskipun sudah diketahui bahwa ajal beliau sudah dekat, namun beliau terus bekerja penuh semangat untuk menyampaikan kebenaran. Selama dua tahun terakhir, ditulisnya kitab-kitab: Haqiqatu-l-Wahyi, Baharini Ahmadiyah jilid V, Casma-i-Ma’rifat (bahasa Urdu), dan yang paling akhir: The Message of Peace.
Akhirnya pada tanggal 26 Mei 1908 jam 10.00 pagi, beliau meninggal dunia. Sebuah surat kabar yang terbit di Amritsar yang bernama “Wakil” menulis sebagai berikut:
“Orang yang selama tiga puluh tahun menjadi angin topan dan gempa bumi dalam dunia agama, yang dua genggaman tangannya lak-sana battery elektrik, dan pada jarinya ter-tambat kawat-kawat revolusi yang berbanjar-banjar yaitu Mirza Ghulam Ahmad di Qadian, meninggal dunia”. Innaa Lillahi Wa-Innaa Ilaihi Raaji’uun.[]
Dinukil dan diselia dari “Tafsir Qanun Asasi Gerakan Ahmadiyah Indonesia,” hlm. 73-81
Comment here