Tokoh

Ghulam Ahmad: Mujaddid Abad 14 H

Hazrat Mirza Ghulam Ahmad adalah Mujaddid abad ke-14 H (1250-1324 H/1835-1908 M). Beliau dilahirkan pada hari Jum’at, 14 Syawal 1250 H/13 Februari 1835. Lahir dari keluarga terhormat, Hazrat sebutan yang biasa diberikan kepada orang-orang suci atau rohaniwan. Sedang sebutan Mirza biasa diberikan kepada ningrat keturunan raja-raja Islam dinasti Moghul yang berasa dari Persia. Nama asli beliau adalah Ghulam Ahmad.

Orang tua beliau bernama Mirza Ghulam Murtadha keturunan orang Moghul di Khurasan (Persia). Kira-kira pada tahun 1530 M nenek moyang beliau pindah dari Khurasan ke Hindustan dan berdiam di distrik Gurdaspur, wiayah Punjab. Dari kedermawaan raja-raja Moghul di Hindustan, nenek moyang beliau di beri tanah pusaka yang terdiri dari beberapa desa, dengan hak sebagai hakim di daerah itu. Tanah pemberian raja itu oleh nenek moyang beliau dan pengikutnya dinamakan Islampura. Dari perkataan ini timbul nama “Islampura Qadian” artinya Islampura daerah Qadi. Lama kelamaan nama Islampura Qadian ini dipendekkan orang menjadi Qadian.

Ketika terjadi huru-hara yang mengikuti jatuhnya kerajaan Moghul, tanah Qadian menjadi suatu daerah kecil yang merdeka. Pada waktu itu Qadian menjadi tempat pusatnya ilmu dan menjadi tempat berlindung bagi orang-orang yang sengsara. Banyak para cerdik pandai yang mendapat perlindungan di Qadian. Akan tetapi Qadian sendiri juga menjadi bulan-bulanan penyerangan orang-orang Sikh. Akhirnya Qadian jatuh ke tangan orang-orang Sikh. Rumah-rumah dibakar dan dirampok. Pembunuhan, penganiayaan dan perkosaan meraja lela. Kemerdekaan menjalankan agama tak ada sama sekali. Banyak masjid-masjid jika tidak dibakar atau dirusak, dijadikan tempat menyembah berhala. Quran Suci, kitab-kitab Islam dan perpustakaan dibakar. Kaum Muslimin dilarang membaca Quran Suci dan adzan di masjid dengan suara keras. Dilarang pula menyembelih lembu dan sekali-kali tidak boleh meng-Islamkan orang-orang Hindu. Kalau ada orang Islam yang dianggap melanggar larangan ini, dibunuhlah ia atau disiksa dengan jalan dipotong tangan dan kakinya, paling untung dipenjarakan. Pada waktu Hazrat Mirza Ghulam Ahmad dilahirkan pada tahun 1835, keadaan yang menyedihkan ini sedikit menjadi reda.

Sejak kecil Mirza Ghulam Ahmad tidak pernah menduduki bangku sekolahan. Akan tetapi sebagai anak keluarga yang terhormat, beliau diasuh oleh guru-guru pribadi. Pada usia 6-7 tahun, mendapat pelajaran membaca Quran Suci dan bahasa Persia dari Maulvi Fadhal Ilahi. Pada usia + 10 tahun, mendapat pelajaran bahasa Arab Nahwu Sharf dari ustadz Maulvi Fadhal Ahmad. Dan pada usia 17-18 tahun, mendapat pekajaran bahasa Arab, Nahwu Sharf, Ilmu Mantiq Ma’ani dan hikmah dari seorang guru berfaham Syi’ah, bernama Sayid Gul Ali Syah. Sebagai orang yang mempunyai pembawaan suci, kebanyakan waktu beliau lewatkan di dalam masjid untuk membaca Quran Suci dan beribadat kepada Allah. Lebih-ebih shalat Tahajjud pada waktu tengah malam tidak penah beliau tinggalkan. Sebagai anak, beliau sangat taat dan patuh kepada orang tua.

Pada tahun 1864, atas perintah ayahandanya beliau bekerja pada pemerintah, dan atas perintah ayahanda pula pada taun 1868 pulang ke Qadian, bekerja sebagai petani. Ayandanya menumpahkan banyak harapan kepada Hazrat Mirza Ghulam Ahmad, agar kelak dapat berjuang untuk memulihkan kekayaan dan pamor duniawi keluarga Mirza. Akan tetapi beliau berkecenderungan sebaliknya, bahkan mengungkapkan perasaannya bahwa beliau tidak menghendaki kekayaan dalam arti duniawi, melainkan kaya dalam arti rohani. Hal inilah yang menyebabkan beliau asyik dzikir dan beribadat kepada Allah SWT.

Sebagaimana para Nabi dan wali sebelum menerima ru’yah dan kasyaf, mereka banyak melakukan puasa, dzkir dan ibadat, demikian pula Hazrat Mirza Ghulam Ahmad. Dengan diam-diam tanpa diketahui oleh orang lain beliau menjalankan puasa-puasa tertentu. Jika Nabi Suci Muhammad saw semenjak memasuki usia 40 tahun serng melalukan tahannuts di Gua Hira di puncak Jabal Nur dan banyak menerima ilham, ru’yah dan kasyaf sebelum menerima wahyu pengangkatan sebagai Utusan Allah (96:1-5), maka Hazrat Mirza Ghulam Ahmad tinggal di sebuah kamar di tingkat atas rumahnya dan mengatur agar makanan dibawakan ke kamarnya. Dengan diam-diam beliau suka mengundang anak-anak yatim untuk makan bersama-sama. Sesudah dua atau tiga minggu berikutnya, beliau memutuskan untuk mengurangi makanannya sedikit demi sedikit sampai akhirnya cukup hanya makan sekerat roti untuk isi perut sehari semalam. Dalam hari-hari itulah –dalam tahun 1868– banyak beliau saksikan ru’yah dan kasyaf serta ilham yang belau terima. Hal ini berlangsung sampai beberapa tahun kemudian.

Pada tahun 1876, ketika beliau tinggal di Lahore, menerima ilham yang maksudnya bahwa ayahanda akan segera tutup usia. Beliau segera pulang ke Qadian dan mendapatkan ayahanda sedang menderita sakit. Beliau mendapat ilham lagi bahwa ayahanda akan wafat sesudah matahari terbenam. Beliau sangat sedih hati, karena kehilangan tanah tempat berpihak dan ranting tempat bergantung. Dalam keadaan sedih ini, beliau menerima ilham dari Allah SWT sebagai berikut: “Alaisalklâhu bikâfin ‘abduhu?” (=Apakah Allah tidak mencukupi hamba-Nya?). Dalam catatannya mengenai peristiwa itu, beliau menulis sebagai berikut: “Wahyu itu disusul oleh suatu perasaan lega, seperti layaknya sesuatu luka pedih tiba-tiba sembuh oleh suatu obat mujarab”.

Perjuangan membela Islam. Pada masa itu Islam mendapat perlawanan hebat dari kekuatan raksasa Kristen yang didukung oleh pihak penguasa penjajah dan dari kaum Hindu, terutama kaum Sikh dan Arya Samaj yang didukung oleh kekuatan massa yang dahsyat. Kedua golongan itu, Kristen dan Hindu memburuk-burukkan Islam dan Nabi Suci Muhammad saw. Umat Islam dijadikan bulan-bulanan, tak ubahnya seperti perahu dipermaikan oleh gelombang samodera. Keadaan ini dilukiskan oleh golongan Ahrar (yang terkenal anti Ahmadiyah) dalam sebuah risalahnya sebagai berikut:

“Zaman itu merupakan zaman ibtila (cobaan) yang paling buruk bagi Islam … Pengurus penjajah tidak mengindahkan perasaan orang-orang oleh kita sekarang tidak akan sanggup menahan diri mendengarkannya. Di masa itu seluruh kaum (ummat) merasa bangga menghambakan diri kepada Inggris. Dalam masjid-masjid, bersamaan dengan puji-pujian kepada Tuhan melancarkan pula puji-pujian kepada Inggris ..” (Tabsyirah Lahore, April 1966).

Guna membuktikan kebenaran Islam dan mematahkan dalil-dalil yang dikemukakan musuh-musuh Islam, beliau mengangkat pena dan mengirimkan karangan ke berbagai surat kabar. Lalu menulis kitab Barahini Ahmadiyah, lengkapnya Barâhini Ahmadiyyah ‘alâ haqîqatil-Kitabillâhil-Qur’âni wan-Nubuwwatil-Muhamamdiyyah. Jilid pertama terbit Mei 1879, jilid kedua tahun 1981, jilid ketiga tahun 1982 dan jilid keempat tahun 1884. Dengan terbitnya buku itu kemasyhuran beliau tersebar ke seluruh negara, bahkan ke manca negara. Baik kawan –seperti Maulvi Muhammad Husein Batala pemimpin golongan Ahli Hadits—maupun kaum Kristen dan Hindu. Dalam kitab ini beliau mendakwahkan diri sebagai Mujaddid abad ke 14 H.

Tahun berikutnya (1885) beliau menyebarluaskan selebaran khusus sebanyak 20.000 buah, yang isinya dakwah sebagai Mujaddid abad ke 14 H yang menyerupai Almasih bin Maryam. Juga mengundang musuh-musuh Islam supaya datang kepada beliau dan melihat tanda-tanda samawi yang memperlihatkan kebenaran Islam. Pada tanggal 1 Desember 1888 beliau menerima ilham agar mendirikan Gerakan dan barangsiapa yang bergabung dnegan beat kepada beliau, berarti menghendaki keimanan sejati dan kehidupan suci sebagaimana tercermin dalam Janji Sepuluh yang diumumkan pada tanggal 12 Januari 1889. Selanjutnya pada tanggal 23 Maret 1889 (20 Rajab 1306 H) di kota Ludhiana beliau menerima beat dari 40 orang yang menyatakan janji setia sebagai murid beliau.

Perlawanan dan janji samawi. Sejak saat itu perlawanan kepada beliau semakin hebat dan dahsyat, karena tidak hanya berasal dari luar Islam saja yang melawan, melainkan juga dari dalam umat Islam sendiri. Para maulvi dan ulama yang semula pendukung berbalik menjadi lawan, misalnya Maulvi Muhammad Husain dari Batala. Tetapi beliau tidak gentar. Prahara itu dihadapi dengan tegar, karena yakin akan pertolongan Tuhan, sebab Tuhan telah menurunkan wahyu (ilham) yang berbunyi: “Seorang Juru ingat telah datang ke dunia, namun dunia tidak menerimanya. Akan tetapi Tuhan akan menerimanya dan dengan serangan dahsyat akan menampakkan kebenarannya”.

Pada akhir tahun 1890 menerima ilham bahwa Nabi Isa Almasih as telah wafat seperti para Nabi lainnya. Dengan demikian akidah bahwa Nabi Isa as masih hidup di langit sampai sekarang disalahkan oleh Quran Suci dan Hadits Nabi serta akal sehat; sebab, hal itu berarti memudahkan martabat Nabi Suci Muhammad saw. Beliau jelaskan bahwa Nabi Isa tidak wafat disalib, tetapi wafat secara wajar dalam usia lanjut,120 tahun. Oleh karena itu tak akan hidup kembali di dunia ini. Hadits Nabi tentang Nuzulul-Masih adalah sahih. Yang dimaksud ialah datangnya seorang Imam kamu dari kalangan kamu (imâmukum minkum), taida lain adalah diri beliau sendiri. Hal ini beliau umumkan pada awal tahun 1891, sekaligus mengumumkan sebagai Imam Mahdi yang dijanjikan untuk memenangkan Islam kembali dan menyelamatkan umat manusia dari budak hawa nafsu. Pengumuman ini benar-benar menggemparkan dunia Islam, karena dakwah itu mereka anggap sebagai dakwah kenabian, sebab Isa Almasih as itu seorang nabi. Untuk meneguhkan dakwah beliau sebagai Masih atau Mahdi itu beliau menyatakan bahwa alam semesta pun akan memberikan kesaksian, sebagaimana diisyaratkan dalam Quran Suci dan Hadits Nabi riwayat Daruquthni serta Injil, tanda-tanda kosmis itu ialah gerhana bulan pada awal Ramadan dan gerhana  matahari pada pertengana bulan itu.

Tentang dakwah kenabian pada awal tahun 1892 di Masjid Delhi beliau tegaskan bahwa semua kata nabi dalam buku-buku beliau agar dihapus saja, sebagai gantinya adalah muhaddats. Tahun berikutnya, 1983, beliau berdakwah kepzda Ratu Victoria agar bersedia menerima Islam. Seruan itu ditulis dalam buku Aina Kamalati Islam setelab 700 halaman yang terbit pada bulan Februari 1893. Sesudah itu tiga bulan berikutnya terjadilah Janji Muqaddats atau Perang Suci, yakni debat terbuka antara Islam versus Kristen yang berlangsung selama dua minggu dari tanggal 22 Mei sampai dengan 5 Juni 1893 di Jandilaya. Pihak Islam beliau yang tampil, sedang pihak Kristen diwakilkan oleh Abdullah Atham. Dalam perdebaan ini nampak dnegan jelas kemenangan Islam atas Kristen.

Tahun 1894 ramalan beliau dua tahun sebelumnya, bawha kebenaran dakwah beliau sebagai Maish dan Mahdi mendapaty dukungan fenomena alam menajdi kenyataan, yaitu terjaidnya gerhana bulan dan matahari dalam bulan Ramadhan. Gerhana bulan terjadi pada tanggal 13 Ramadhan dan gerhana matahari terjadi pada tanggal 28 Ramadhan 1894. keduanya terjadi bukan di tanah Arab, tetapi terjadi dsatu tempat yang sama, yaitu di Punjab. Ini berarti bwha Imam Mahdi berasal dari Punjab, dimana Qadian teramsuk wilayah Punjab.

Tahun 1895 beliau pergi ke desa Dera Baba Nanak untuk menyaksikan jubah Nanak yang bertuliskan ayat-ayat Quran Suci. Atas dasar fakta ini beliau menyimpulkan bahwa Baba Nanak yang pengikutnya disebut kaum Sikh ini sesungguhnya kemenangan Islam atas semua agama terlihat pada Seminar Agama-agama di Lahore yang bertujuan untuk menghentikan sengketa antar agama.

Tahun 1897 dipenuhi dengan fitnah-fitnah keji terhadap diri beliau. Kaum Muslimin ortodoks, Kristen dan Hindu Arya Samaj membentuk satu front persatuan untuk menentang beliau. Mereka membuat-buat perkara palsu di muka dan saksi-saksi, beliau pasti dieksekusi. Tetapi beberapa minggu sebelum divonis, beliau menerima ilham bahwa Allah akan menyelamatkan beliau dari tangan manusia, dan ilham itu disebarluaskan. Ternyata benar. Hakim berkeyakinan dari segala tuduhan. Namun demikian beliau memaafkan mereka yang telah memfitnahnya, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Isa Almasih as yang telah memaafkan orang-orang yang memusuhi dan berusaha menyalib beliau.

Tahun 1898-1899 kesibukan beliau menulis bku-buku dan dakwah. Tidak kurang dari sepuluh buku yang beliau tulis. Tahun 1900 secara resmi Gerakan yang beliau dirikan dinamakan Ahmadiyah. Beliau menjelaskan bahwa nama Ahmadiyah diambil dari kata Ahmad, yaitu salah satu dari nama-nama Nabi Suci Muhammad saw, bukan nama beliau sendiri. Nabi Suci Muhammad saw mempunyai dua nama yang termasyhur, yaitu Ahmad dan Muhammad artinya orang terpuji. Nama Ahmad menunjukkan sifat keindahan, keelokan dan kehalusan budi atau yang lazim disebut sifat jamali. Sedangkan nama Muhammad menunjukkan sifat kebesaran dan kemenangan atau yang lazim disebut sifat jalali. Beliau memilih nama Ahmadiyah untuk menamakan Gerakannya, dimaksudkan agar setiap orang yang mendengar nama ini tergerak hatinya bahwa Gerakan Ahmadiyah menghayati aktivitasnya dnegan sifat jamali, yaitu dengan memperanyak taqwa kepada Allah, berdakwah Islam dengan keindahan, keelokan dan kehalusan budi pekerti. Empat syarat yang selalu dijunjung tinggi, ialah: (1) Kekuatan ilmu, (2) Kekuatan bayyinah (tanda bukti atau argument), (3) Kekuatan takwa (berbakti kepada Allah dan keteguhan iman), (4) Kekuatan ruhani (yakni percaya akan pertolongan Allah). Empat syarat inilah yang menjadi sendi dasar amal perbuatan dan perjuangan Gerakan Ahmadiyah menyebar-luaskan Islam ke seluruh dunia.

Tahun 1901 amanat beliau untk menyiarkan Islam di barat guna menyongsong terbitnya matahari di barat, majalah bulanan bahasa Inggris The Review of Religions diterbitkan di bawah pimpinan Maulana Muhammad Ali M.A., LL.B. Kitab Ek Galati ka Izalah yang menjelaskan masalah kenabian diterbitkan. Kata nabi yang berkaitan dengan diri beliau hanyalah dalam arti hafriah atau dalam istilah sufi saja, bukan dalam arti istilah syar’i yang dipakai oleh segenap kaum Muslimin.

Tahun 1902 beliau membaca artikel Pendeta *Dr. John Alexander Dowie yang memburuk-burukkan Islam dalam korannya Leaves of Healing edisi 19 Desember 1902. Beliau menantang Dr. Dowie yang mengaku sebagai Nabi dari Amerika itu untuk bermubahallah. Tantangan mubahalah itu dimuat dalam 32 koran Amerika, yang akhirnya ia menyambutnya. Ia tulis dalam korannya, pada tanggal 26 September 1903. dalam mubahalah risikonya siapa yang berdusta akan mati kerkutuk selagi yang benar masih hidup dan selamat dari siksaan Tuhan. Sejarah mencatat, tanggal 20 Februari 1904 Hazrat Mirza Ghulam Ahmad menerima ilham bahwa Dr. Dowie akan mati mengerikan dalam waktu dekat. Ternyata 15 hari setelah itu Dr. Dowie mati secara mengenaskan, 8 Maret 1904.

Tahun 1905, beliau menerima ilham bahwa ajal beliau telah dekat, maka beliau menulis sebuah brosur bernama Al-Wasiyyat artinya Pesan Terakhir. Beliau membentuk Shadr Anjuman Ahmadiyah (Pusat Gerakan Ahmadiyah) yang struktur dan personalianya sebagai berikut: 1. Maulvi Hakim Nuruddin (Ketua), 2. Maulana Muhammad Ali M.A. LL.B. (Sekreatris), 3. AL Hajj Khawaja Kamaluddin (Organisator), 4. Maulana Maulvi Sayid Muhammad Husein (Anggota), 5. Mirza Basyiruddin Mahmud Husein (Anggota), 6. Nawab Muhammad Ali Khan (Anggota), 7. Sheet Abdurrahman Ali Khan (Anggota), 8. Maulvi Ghulam Hasan Khan (Anggota), 9. Meer Hamid Shah (Anggota). 10. Syaikh Rahmatullah (Anggota), 11. Dr. Mirza Ya’qub Baig (Anggota), 12. Dr. sayid Muhammad Husein Shah (Anggota), 13. Dr. Khalifah Rasyiduddin (Anggota), 14. Dr. Meer Muhammad Ismail (Anggota).

Tahun 1906 perlawanan kepada beliau terus menghebat, namun demikian beliau masih sempat menulis dua buku dalam tahun ini. Pada awal tahun 1907 menulis dua buku ulama yang mendustakan beliau untuk muhabalah. Nama para alim ulama itu beliau sebutkan dalam kitab Anjami Athami. Di antara mereka ialah Maulvi Tsanaullah dari Amritsar (no. 11), editor majalah Ahli Hadits. Semula ia tak menjawab tantangan mubahalah itu tetapi ia mendapat tekanan-tekanan dari kawan-kawannya, maka ia bersedia bermubahalah.

Melalui majalah Ahli Hadits tanggal 29 Maret 1907, ia menyatakan kesediaannya untuk mubahalah dengan pendiri Ahmadiyah. Membaca kesediaan itu Hazrat Mirza Ghulam Ahmad menulis dalam berkala Badar yang menyatakan bahwa “jika Maulvi jadi mubahalah dengan saya, dia mesti mati dihadapan saya”. Hal itu dipertegas lagi dalam selebaran 5 April 1907. Tetapi setelah sampai pada Maulvi, dia mengingkari, karena ksanggupannya hanya bersumpah, bukan mubahalah (Ahli Hadits, 19 April 1907).

Hazrat Mirza Ghlam Ahmad pada tanggal 25 April 1907 menulis jawaban yang beliau namakan Penghabisan Verslag yang berisi doa agar Allah berkenan menyelesaikan urusan beliau dnegan Maulvi Tsanaullah, dengan catatan Maulvi mau menandatanganinya dan disiarkan dalam majalahnya. Maulvi memang memuat doa itu dalam mejalahnya edisi 26 April 1907, tetapi dia tak mau menandatanganinya, bahkan dia marah-marah dan menulis antara lain dia mengatakan bahwa “Allah SWT akan memberi umur panjang kepada orang dusta, orang yang mufsid dan orang penipu dan orang yang melawan hukum Allah, supaya ia leluasa untuk berbuat jahat”.

Dengan demikian jelaslah bahwa Maulvi tak berani mubahalah dengan Hazrat Mirza Ghulam Ahmad, berarti kematian beliau pada tanggal 26 Mei 1908 tak ada hubungannya dengan mubahalah yang telah dibatalkan itu, hendaklah diingat, bahwa mubahalah itu hanya berlangsung selama satu tahun setelah disetujuai atau dilaksanakan. Tantangan mubahalah disampaikan pada tanggal 5 April 1907 dan doa diajukan untuk disetujui oleh kedua belah pihak tanggal 15 Aprl 1907, tetapi Maulvi menolak, meski doa yang tak ditanda tangani itu dimuat dalam majalah Ahli Hadits tanggal 26 April 1907. seandainya mubahalah itu disetujui kematian akan menimpa di pihak yang berdusta sebelum tanggal 15 April 1908 atau tanggal 26 April 1908, bukan sesudah tanggal, bulan dan tahun itu. Sejatinya yang dikabulkan Tuhan adalah ucapan Maulvi sendiri, yakni Allah memberi umur panjang kepada orang dusta, orang yang mufsid dan orang yang melawan hukum Allah.

Sesudah Hazrat Imam Mirza Ghulam Ahmad wafat, dia banyak membuka mulut tentang diri beliau dan Gerakannya, Ahmadiyah. Tetapi Tuhan memberikan usia panjang kepadanya guna melihat dengan mata kepalanya sendiri akan kegagalannya melawan beliau dan Gerakannya yang hendak dimusnahkan. Ahmadiyah terus berkembang di seluruh dunia. Setelah anak benua India di bagi dua dan berdirilah negara Islam Pakistan, Maulvi Tsanaullah yang tinggal di Maritsar, tatkala timbul huru-hara pada tahun 1947 di anak benua India, semula anak tunggalnya (laki-laki) dianiaya dan dicincang oleh orang-orang Sikh di hadapannya sendiri, lalu rumahnya yang berisi antara lain ribuan buku berharga di bakar hangus oleh orang-orang Sikh itu. Maulvi dan stirinya terpaksa angkat kaki dari bumi India untuk mencari perlindungan di negeri baru, Pakistan. Mereka tinggal di sebuah pondok di pojok kota Sargodha. Dari sana ia menyaksikan Ahmadiyah terus berkembang, dan akhirnya pada tanggal 15 Maret 1948 ia mati pada usia lanjut dalam kemiskinan atau abtar, karena tanpa meninggalkan bekas, tidak anak, tidak murid, tidak pula nama atau pengaruh.

Bukti Kebenaran Beliau. Sebagai Mujaddid, Masih dan Mahdi yang dijanjikan datang pada zaman akhir merupakan tuntutan zaman dan alam, oleh karena itu kebenaran dakwah pengakuan beliau dapat diuji berdasarkan dalil-dalil dari Quran Suci, Hadist Nabi, Kesaksian alam dan zaman, Kasyaf para wali dan orang-orang suci serta permohonan langsung ke hadirat Allah SWT. Sebagaimana kita ketahui kehidupan agama Islam telah diikhtisarkan dalam Quran Suci 32:5 yang meramalkan bahwa Islam setelah diwahyukan dari langit ke bumi akan memperoleh kejayaan, lalu mengalami kemunduran selama satu hari bagi Tuhan, tetapi dalam ukuran manusia selama seribu tahun. Sesudah itu Islam akan bangkit kembali.

Kejayaan Islam itu berulangkali diramalkan dalam Quran Suci 9:33; 48:28 dan 61:9. Pada saat itu Islam mengungguli semua agama, liyuzhhirahû ‘alad-dîni kullihi, dan umat Islam sebagai khaira ummah, sebaik-baik umat yang ukhirijat linnâs ditampilkan sebagai cermin bagi manusia dalam hal amar ma’ruf nahi munkar dan beriman kepada Allah (3:110). Masa kejayaan ini diramalkan oleh Nabi Suci berlangusng selama tiga generasi, berarti sampai abad ke 10 Masehi. Sejarah pun mencatat, bahwa selama tiga abad itu umat Islam benar-benar unggul, baik secara politik maupun secara ilmu pengetahuan dan keagamaan.

Akan tetapi setelah tiga abad berlalu, secara pelan berangsur-angsur umat Islam mengalami kemunduran dalam segala hal karena dua sebab, yaitu: sebab intern, karena umat Islam melupakan Allah (9:67) dan meninggalkan Quran Suci (25:30); sedang sebab eksternnya, karena fitnahnya Dajjal, Yakjuj dan Makjuj. Titik terendah kemundurannya adalah seribu tahun setelah masa kejayaannya, yakni sekitar tahuh 1900 Masehi. Sejarah mencatat dunia Islam ditimpa krisis politik, karena semua kerajaan Islam satu persatu runtuh dan jatuh dikuasai oleh kaum imperialis Barat. Inggris menguasai Mesir, Sudan, Zanzibar, Afghanistan, India, Indonesia dan Malaya; sedang Perancis menguasai Afrika Barat, Tunisia, Maroko dan Aljazair. Italia menguasai Tripoli dan Jerman menguasai Zanzibar; dan sebagainya. Turki yang dibanggakan dunia Islam karena menjadi pelindung Mekah dan Madinah telah kena penyakit kronis yang tak ada obatnya. Iran laksana daging tak bertulang dalam mulut Rusia.

Dunia Islam juga ditimpa krisis ilmu pengetahuan, baik ilmu pengetahuan umum yang bersifat duniawi maupun ilmu pengetahuan agama yang bersifat ukhrawi. Selama satu abad, dari awal ke 19 s/d awal abad ke-20 sezaman dengan Hazrat Imam Mirza Ghulam Ahmad, ditemukanlah: kapal uap oleh Fulton (1806) mesin cetak tenaga mesin (1811), keretan api uap (1825), mesin penyabit dan pemetik (1831), telegrap listrik (1836), karet divulkanisir (1839), anestesia (1846), mesin jahit (1846), baja Basemen (1856), senapan mesin (1861), kapal perang lapis baja (1862), mesin tulis (1864), teori kuman, Pasteur (1864), run angin (1869), telepon (1876), gramapon (1877), kereta api listrik (1879), bolam listrik (1979), mesin gasolin (1883), kincir uap (1884), linotipe (1885), otomobil (1892), gambar hidup (1893), sinar X (1895), telegraf tanpa kawat (1895), Radio telpon (1902), pesawat terbang (1903), pemancar radio (1920), insulin (1922), pemancar televisi (1903), turbin Jet (1937), Penecilin (1938), radar kapal (1936) dan bom atom (1945) semua ini merupakan penggenapan ramalan Quran Suci 81:1-29 dan Nabi Suci Muhammad dalam Hadits-haditsnya meski penemu atau penciptanya non-Muslim. Anehnya pada saat itu justru para ulama mengharamkan ilmu pengetahuan duniawi.

Yang lebih parah lagi adalah krisis keagamaan yang diderita oleh umat Islam. Mereka persis seperti dilukiskan oleh Quran Suci bahwa “mereka melupakan Alalh” (9:67) dan meninggalkan Quran Suci (25:32), akibatnya “iman menggantung di Bintang Tsuraya (di langit ke tujuh) kata Nabi Suci (Hr. Bukhari), di bumi Islam tinggal namanya, Quran Suci tinggal tulisannya (Hr. Muslim), masjid-masjid mereka memang ramai, tetapi sunyi dari petunjuk, para ulama merupakan makhluk yang paling buruk di bawah kolong langit, karena dari mulut mereka keluar fitnah dan fitnah itu kembali kepada mereka (Hr. Baihaki). Premanisme Agama hidup subur dan preman-preman berjubah berkeliaran di mana-mana yang berlindung di balakang jargon-jargon religius dan semboyan berani mati tetapi tidak berani hidup. Syaikh Muhammad Abduh melukiskan Al-Islâmu mahjûban bil-muslimîn, Islam ditutup oleh umat Islam sendiri. Demikianlah keadaan dunia Islam pada abad ke 14 Hijrah atau abad ke 20 Masehi yang sampai sekarang masih dapat kita saksikan bekas-bekas dan sisa-sisanya.

Jika demikian zaman dan alam benar-benar menuntut dan sangat memerlukan datangnya seorang Juru Selamat dari langit yang telah dijanjikan Allah dalam Quran Suci 62:2-3; 24:55 dan lain-lain dan juga dalam Hadits-hadits Nabi yang disebut Mujaddid (Reformer), Masih dan Mahdi. Tuntutan dan keperluan mendesak zaman dan alam itu sebenarnya telah dipenuhi oleh Allah SWT dengan dibangkitkannya Hazrat Imam Mirza Ghulam Ahmad (1835-1908) yang dengan lantang mendakwahkan diri sebagai Mujaddid, Masih dan Mahdi yang telah dijanjikan; sebagai Juru Selamat, beliau tidak hanya diutus untuk menyelamatkan umat Islam saja, melainkan pula bagi umat-umat lain, seluruh umat manusia sebagaimana Nabi Suci Muhammad saw diutus kepada seluruh umat manusia, lintas ras dan agama, karena beliau adalah mazhar sempurna Nabi Suci.

Ayat-ayat Quran Suci yang memberikan bukti kebenaran dakwah pengakuan beliau itu misalnya: (1) Tatkala unta-unta ditinggalkan (81:4), yakni ditinggalkannya unta sebagai alat transportasi, karena digantikan dnegan mobil, kereta api dan pesawat terbang yang telah ditemukan pada zaman beliau. (2) Tatkala binatang-binatang buas dikumpulkan (81:5), secara hakiki dikumpulkannya binatang-binatang buas dari seluruh dunia di kebun-kebun binatang yang terdapat di kota-kota besar; tetapi secara majasi orang-orang yang masih biadab (tatkala Quran Suci diturunkan) tersebar dan menjadi penguasa dunia, yakni merajalelanya imperialis dan kolonialis Barat di dunia. (3) Tatkala kota-kota membengkak (81:6), berkat majunya peradaban menyebabkan berkumpulnya manusia di kota-kota pada zaman modern. (4) Tatkala  orang-orang dipersatukan (81:7) lewat lembaga-lembaga internasional semacam PBB, UNESCO, dan sebagainya atau menyatunya dunia karena manusia sejagat dapat berkonumikasi lewat telpon, telegram, radio televisi, dan pos. (5) Tatkala naka-anak perempuan yang ditanam hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah ia dibunuh? (81:8-9) menunjuk kepada kesetaraan jender. (6) Tatkala buku-buku disiarkan (81:10) menunjuk kepada tersebarluasnya buku-buku, majalah-majalah, surat-surat kabar dan internet sebagai sumber ilmu dan informasi mutakhir. (7) Tatkala langit dibuka tutupnya (81:11) meramalkan majunya ilmu pengetahuan dan teknologi kedirgantaraan. (8) Tatkala Neraka dinyalakan (81:12) membuatkan majunya teknologi persenjataan yang memusnahkan, semacam bom atom dan nuklir. (9) Tatkala Sorga didekatkan (81:13) menubuatkan lahirnya kesadaran spiritual universal setelah kerusakan global menimpa umat manusia. (10) Merajalelanya Yakjuj dan Makjuj (21:95-96), yakni merajalelanya bangsa-bangsa Barat di benua Asia dan Afrika pada zaman modern. (11) Umat Islam meninggalkan Quran Suci sebagai pedoman hidup (25:30) seperti halnya kaum Yahudi dan Kristen kitab sucinya (57:16). Semua amalan ini terpenuhi pada zaman beliau dan masih tetap berlangsung semakin sempurna sekarang.

Hadits Nabi yang memberikan bukti kebenaran, dakwah-pengakuan beliau itu misalnya: (1) Merajalelanya Dajjal yang merampas kekayaan umat Islam (Muslim). (2) Umat Islam terpecah belah menjadi 73 golongan sebagaimana kaum Kristen terpecah menjadi 72 golongan dan kaum Yahudi menjadi 71 golongan (Tirmidzi). (3) Umat Islam mengikuti jejak dan langkah kaum Yahudi dan Kristen, sehingga jika diantara mereka masuk lubang biawak sekalipun, diantara umat Islam mengikutinya (Bukhari dan Muslim). (4) Dekadensi moral memuncak, sehingga perzinaan dan perjudian merajalela sedemikian rupa dan dianggap sebagai perbuatan yang seolah-olah tak berdosa (Mustalim). (5) Kecurangan dan korupsi dalam muamalah merupakan perbuatan biasa dalam kehidupan sehari-hari (Dailami); (6) Menghormati seseorang karena kegagahan, keanggunan dan keerdikannya (Tirmidzi). (7) Imam menggantung di bintang Tsuraya (Bukhari); (8) Imam Baihaqi meriwayatkan Hadits dari Ibnu Abbas, Nabi Suci bersabda selengkapnya sebagai berikut: “Salat akan dikesampingkan keinginan jasmani akan dikejar, kedurhakaan akan menjadi pemimpin, akan sulit membedakan kebenaran dan kebatilan, bicara bohong akan menjadi sesuatu yang diinginkan, pembayaran zakat akan dianggap sebagai sebuah beban, orang-orang beriman akan dianggap yang paling tidak suci dan ia akan dikorbankan pada penglihatan setan yang ada di seluruh lingkungannya, dan kafirnya (Dajjla) akan dilarutkan seperti garam dalam air, tetapi tidak bisa berkata sesuatu, hujan akan bertindak tidak bersahabat, dia akan datang tidak sesuai dengan musim. Laki-laki akan melibatkan diri dalam perzinahan dengan laki-laki, dan perempuan dengan perempuan, dan perempuan akan menjadi pihak yang menguasai. Anak-anak tidak menaati orang tua mereka, teman akan memperlakukan teman lainnya begitu jeleknya, dosa-dosa akan dilakukan demikian mudanya. Masjid-masjid akan memiliki hiasan luar yang bgaus dan dipercantik dan di dalamnya tidak akan terlalu banyak orang yang salat, tetapi banyak kemunafikan dan akan muncul; satu golongan orang dari Barat yang akan menguasai orang-orang yang lemah diantara umat. Orang akan memperbanyak Kitab Suci Alquran dalam huruf emas, tapi tidak mengamalkannya. Kitab Suci Alquran akan dibaca dengan lagu yang bagus dan merdu. Riba akan tumbuh dengan cepatnya. Darah menusia akan menjadi tidak ada nilainya, agama tidak akan punya penolong lagi. Wanita-wanita penyanyi akan bertambah jumlanya. Orang-orang kaya akan melaksanakan ibadah haji sebagai hiburan, orang-orang kelas menengah akan bertindak sedemikian rupa adlam bidang bisnis dan orang-orang miskin akan meminta-minta untuk alasan derma”. Demikianlah keadaan dunia Islam pada zaman akhir. Ramalan Nabi Suci terpenuhi secara sempurna.

Alampun memberikan bukti kebenaran dakwah pengakuan beliau sebagai Mahdi, berupa gerhana bulan dan matahari (75:6-9) yang diperjelas oleh Nabi Suci bahwa gerhana bulan terjadi pada malam permulaan bulan Ramadan dan gerhana matahari pada pertengahan bulan itu, yang keduanya belum pernah terjadi semenjak kejadian langit dan bumi (Hr. Daruquthi). Pada tahun 1891 nubuat tersebut beliau ulang kebali guna mendukung pengakuan sebagai Masih dan Mahdi itu. Sekarah mencatat, bahwa peristiwa ajaib –karena telah ditentukan tanggal dan bulannya—itu benar-benar terjadi tiga tahun kemudian, yakni Ramadan 1311 H/1894 M di daerah Punjab, India Utara, dimana terletak dusun Qadian. Gerhana bulan terjadi pada hari Kamis tanggal 13 Ramadan 1311 bertepatan dengan 22 Maret 1894, dan gerhana matahari terjadi pada hari Jumat 28 Ramadan 1311 bertepatan degan 3 April 1894. Kedua gerhana ini ajaib bukan hanya karena tanggal dan bulannya telah ditentukan 1300 sebelumnya saja, melainkan pula karena terjadi di satu tempat yang sama. Gerhana bulan dan matahari dalam bulan Ramadan memang telah berulangkali terjadi, tetepi terjadinya gerhana bulan belum tentu pada permulaan bulan, yakni tanggal 13 Ramadan, karena secara alami gerhana bulan itu terjadi pada tanggal 13, 14 dan 15 –bukan tanggal 1, 2 dan 3—bulan Qamariah, jika terjadi tangal 13 disebut awal bulan, tanggal 14 pertengahan bulan dan tanggal 15 disebut akhir bulan; dan terjadinya gerhana matahari belum tentu pada pertengahan bulan, yakni pada tanggal 28 Ramadan, karena gerhana matahari itu terjadi pda tanggal 27, 28 dan 29 –bukan pada tanggal 13, 14 dan 15—bulan Qamariah, jika terjadi pada tangal 27 disebut permulaan, tanggal 28 pertengahan dan tanggal 29 disebut akhir bulan, dan terjadinya bukan dalam satu daerah. Atas dasar Hadist tersebut berarti Masih dan Mahdi berasal dari Punjab, bukan dari Syria atau negeri Arab. Didukung oleh profetik dalam Hadits riwayat Imam Muslim bahwa ”Nabiyulah Is bin Maryam’ turun di dekat “menara putih” di sebelah timur Damsyik”, menurut Hadits riwayat Abu Nu’aim “Mahdi akan lahir di kampung Kad’ah” yakni Qadian. Yang dimaksud “menara putih” adalah gunung Himalaya yang senantiasa diliputi oleh salju yang berwarna putih, secara geografs berada di arah sebelah timur Damsyik. Ini adalah kesaksian dari langit. Dari bumi pun ada kesaksian yang beliau ramalkan yang pemenuhannya dicatat oleh sejarah dunia, misalnya: (1) dalam tahun 1904 beliau memberitahukan kepada dunia, bahwa tak lama lagi akan bangkit di Timur kekuasaan-kekuasaan yang menyaingi kekuatan Barat, hal ini belum pernah terjadi. Ramalan beliau tergenapi dengan terjadinya perang Jepang-Rusia (1904-1905) yang memaksa Rusia meninggalkan Mausyuria dan menyerahkan Sakhalin Selatan, berarti Jepang menang atas Rusia, kemudian pada tanggal 8 Desember 1941 Jepang menghancurkan Pearl Harbor, pelabuhan alam di Hawai, wilayah Amerika Serikat sejak 1898. Setelah Jepang kalah dalam Perang Dunia II (1945) muncullah kekuatan besar di Timur, yaitu Cina yang sampai sekarang sebagai anggota tetap Dewan Kemanan Perserikatan Bangsa-bangsa (DK-PBB). (2). Dalam tahun 1905 beliau mengumumkan banyak ramalan, antara lain yang tersebut dalam Tadzkiral, sebagai berikut: Kami (Allah) akan memperlihatkan banyak tanda demi kepentingan engkau. Segala sesuatu yang dibangun dunia akan Kami hancurkan” dan juga ilham “kapal-kapal berlayar supaya bergulat. Angkat jangkat”. Ramalan ini mengingatkan kita akan firman Allah dalam Quran Suci 5:114-115 tentang kejayaan duniawi dan kehancuran umat Kristen. Dengan demikian terjadinya Perang Dunia I dan II merupakan penggenapan ramalan tersebut. Ramalan tersebut selanjutnya berbunyi sebagai berikut: “Katakanlah : Aku mempunyai suatu kesaksian dari Allah. Adakah kalian akan beriman? Aku akan menjauhkan musibah yang menima kaum Bani Isaril”. Hal ini senada dengan firman Allah dalam Quran 21:95-96 dan Hadits Nabi tentang kembalinya kaum Yahudi ke Palestina, yang tergenapi dengan Deklarasi Balfour (1917) yang kemudian melahirkan berdirinya Negara Zioniz Israel yang diproklamasikan pada tanggal 14 Mei 1948 oleh David ben Gurion. Juga ramalan yang diilhamkan berbunyi: “Bagi bangsa Arab akan ada jalan-jalan yang demikian rupa keadaannya sehingga bagi mereka akan bermanfaat diatasnya. Dan bangsa Arab akan bangkit”. Ramalan ini terpenuhi dengan berdirinya negara-negara Arab yang merdeka, bebas dari kekuasaan Turki Utsmani. Berakhirnya kekuasaan dinasti Tsar di Rusia pada tanggal 15 Maret 1917 juga telah beliau ramalkan.”Tasr pun pada saat itu akan berada di dalam keadaan yang mengibakan sekali”. Ramalan ini menjadi sempurna pada tanggal 16 Juli 1918 tatkala Tsar dan seluruh keluarganya ditembak mati dengan kejam oleh penguasa Soviet Rusia. (3) Dalam tahun 1906 beliau mengumumkan ramalan tentang revolusi di kerajaan Iran, sebagai berikut: “Tazalzul dar iurani Kisra Fatad”, artinya “Kegoncangan terjadi di mahligai Kishra”. Ini tergenapi ketika terjadi pemberontakan yang meletus pada bulan Januari 1909 dan berakhir pada bulan Juli 1909, karena Kisra Iran, Mirza Muhammad Ali dan permaisuri mencari suaka di Rusia. Semua ramalan beliau tergenapi, karena berasal dari hadirat Allah SWT, sebagaimana telah dinyatakan dalam firmanNya: Maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang gaib itu kecuali kepada utusan yang diridhai-Nya” (72:26-27). Jadi beliau tidak hanya dikaruniai berita gaib oleh Allah, melainkan pula dikarunia tafsir kabar-kabar gaib dalam Quran Suci dan Hadits Nabi sebagaimana para wali kekasih Allah sebelum beliau. Keramat semacam itu sejatinya adalah mukjizat Nabi Suci Muhammad saw yang penerimaannya menebalkan keimanan beliau sebagai Khâtamun-Nabiyyîn atau Khâtiman-Nabiyyîn artinya Penutup para Nabi, karena sesudah beliau tak akan datang Nabi lagi, bak Nabi lama ataupun Nabi baru. Penolakan terhadap pemenuhan kabar gaib beliau mengakibatkan umat terjebak dalam pendewaan huruf dan berpuas-puas diri dengan dongeng-dongeng keagamaan yang tak pernah terbukti sampai hari Kiamat. Fa’tabirû yâ ûlil-abshâr, ambillah itu sebagai pelajaran wahai orang-orang yang mempunyai mata! (59:3).

Para wali dan orang-orang suci juga digunakan Tuhan untuk memberi bukti kebenaran dakwah pengakuan beliau. Mereka dikarunaai ilham dan kasyaf tentang kedatangan Sang Juru Selamat zaman akhir itu. Di antara mereka adalah Na’matullah dari Delhi, hidup dalam abad ke 7 Hijriah dalam kasidahnya dijelaskan bahwa beliau menerima ilham dan kasyaf, bahwa seorang Imam dan Mujaddid yang bergelar Masih dan Mahdi yang namanya Ahmad akan datang setelah tahun 1200 H. Syah Waliyullah (w. 1176H/1763 M) menerangkan bahwa tahun kelahiran Mahdi dengan dua perkataan yang pendek, menurut perhitungan abjad berarti 1268 H. Oleh karena Mahdi dan Masih orangnya satu, maka Mahdi pun dilahirkan dalam tahun itu juga, kemudian dikenal umum karena melaksanakan tugasnya pada permulaan abad ke 14 H. Senada dengan pendapat ini dikemukakan pula oleh Nawab Shidiq Hasan Khan dan Hafizh Barkurdar dari Sialkot, dan lain-lain.

Akhirnya jalan pintas untuk mendapatkan bukti kebenaran beliau ialah mohon petunjuk langsung kepada Allah SWT lewat salat Istikharah. Cara berdoa sebagai berikut: Pertama-tama yang perlu dikerjakan ialah membersihkan diri dari segala macam buruk sangka. Lalu berwudhu, terus salat dua rekaat, disusul membawa salawat dan istighfar. Kemudian berbaring miring, menghadapt kiblat bermunajat kepada Allah dengan memanjatkan doa sebagai berikut:

“Wahai Allah Yang Maha mengetahui segala hakekat! Nyatakanlah tentang keadaan Ahman bin Ghulam Murtadha di Qadian, apakah dia orang yang tertolak di hadapan Engkau atau terdekat. Wahai Allah! Sungguh Engkau mengetahui yang ada di hati hamba Engkau yang tak bisa ditutup oleh sesuatu. Sungguh Engkau adalah Saksi yang paling baik.

Wahai Tuhan kami! Berikanlah kepada kami ilmu dari Engkau sendiri yang dapat menarik kami keapda kebenaran, dan ilmu yang dapat melindungi tapak kaki kami dari jalan yang sesat. Jadikanlah kami termasuk golongan orang yang menerima petunjuk. Kami sama sekali tak akan berlaku sesuka kami, mendahului kehendak engkau atau menyelidiki rahasia-rahasia hamba Engkau.

Wahai Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan pelanggaran-pelanggaran kami, bukakanlah mata kami dan janganlah menjadikan kami termasuk orang-orang yang memusuhi kekasih Engkau atau mencintai orang-orang yang berbuat kerusakan. Amin” (Tukfah Baghdad).

Ibadat tersebut dikerjakan seminggu, mulai dari hari Jumat sampai Jumat berikutnya. Salat Istikharah itu dilaksanakan setelah Salat Tahajjud. Cara paling efektif ini yang tak pernah ditempuh oleh para penentang beliau semenjak zaman beliau masih hidup sampai sekarang ini.

Karya-karya beliau. Karya tulis beliau sejak tahun 1879 sampai dengan tahun 1908 sebanyak 86 buah buku. Secara kronologis buku-buku tersebut ialah: (1) Barahini Ahmadiyah I (1879), (2) Barahini Ahmadiyah II (1880), (3) Barahini Ahmadiyah III (1882), (4) Barahini Ahmadiyah IV (1884), (5) Surmah Chasyam Aria (1886), (6) Syahna-I Haq (1887), (7) Sabaz Isytihar (1888), (8) Fathi Islam (1891), (9) Tauzihi Maram (1891), (10) Izalahi Auham (1891), (11) Mubahisah Ludhiana (1891), (12) Mubahisah Delhi (1891), (13) Asmâni Faislah (1892), (14) Nisyân Asmani (1893), (15) Aina Kamalati Islam (1892), (16) Abratud-Dua (1893), (17) Hujjatul-Islam (1893), Saccai ka Izhâr (1893), (19). Jangti Muqaddas (1893), (20) Syahadatul Qur’an (1893), (21) Tuhfah Baghdad (1893), (22) Karama tush-Shadiqîn (1893), (23) Hamâmatul-Busyrâ (1893), (24) Nûrul-Haqq (1894), (25) Humamul-Hujjah (1894), (26) Sirrul-Khilâfah (1894), (27) Anwârul-Islâm (1894), (28) Minanur-Rahman (1895), (29) Ziâ’ul-Haqq (1895), (30) Nûrul-Qur’ân I dan II (1895), (31) Mi’yârul-Mazahib (1895), (32) Ariyah Dahram (1895), (33) Sat Baccam (1895), (34) Islâmi Usul ki Filosofi (1896), (35) Anjam Atham (1896), (36) Sirajun Munir (1897), (37) Istitta’ (1897), (38) Hujjatullah (1897), (39) Tuhfah Qaisariyah (1897), (40) Mahmud ki Amin (1897), (41) Sirâjuddin Isai ka câr Suwalun ke Jawab (1897), (42) al-Balagh (1898), (45) Najmul-Huda (1898), (46) Râzi Haqiqat (1898), (47) Kasyful-Ghitâ (1898), (48) Purani Tahririn (1899), (49) Ayyamus-Sulah (1899), (50) Haqiqatil-Mahdi (1899), (51) Masih Hindustan Men (1899), (52) Starahi-Qaisariyah (1899), (53) Taryatul-Qu;lûb (1899), (54) Ruedâd Jalsahi Du’â (1900), (55) Khutbah Ilhamiyyah (1900), (56) Government Angresi aur Jihâd (1900), (57) Tuhfah Golerwiyah (1900), (58) Hujjatun-Nur (1900), (59) Arba’in (1900), (60) I’jazul-Masih (1900), (61) Ek Ghalati ka Izalah (1901), (62) Dafi’ul-Bala (1902), (63) Al-Hudâ (1902), (64) Nuzulul-Masih (1902), (65) Tuhfah Ghaznâwiyyah (1902), (66) Kisyti Nuh (1902), (67) Tuj\hfatuh Nadwah (1902), (68) Ijâzu Ahmadi (1902), (69) Review dar Mubahasah (1902), (70) Mawâhibur Rahmâu (1903), (71) Nasem Da’wah (1903), (72) Mawâhibur Rahmân (1903), (73) Tadzkitarusy-Syahadatain I (1903), (74) Tadzkiratusy-Syahadatain II (1903), (75) Sirâtul Abdâl (1903), (76) Islam aur is Muluk ke Dusre Mazahib (1904), (77) Islâm (1904), (78) Lecture Ludhiana (1904), (79) Al-Wasiyyat (1905), (80) Barahini Ahmadiyah V (1905), (81) Chasymâhi Masihi (1906), (82) tajalliyâti Ilâhiyyah (1906), (83) Qadiyah ke Ariya aur Ham (1907), (84) Haqiqatul-Wahyi (1907), (85) Chasymahi Ma’rifat (1908) dan (86) Paighami Sulah (1908).

Semua karya tulis tersebut setelah Hazrat Mirza Ghulam Ahmad wafat diterbitkan dalam satu himpunan dengan judul Ruhani Khazain Seri I, yang terdiri dari 23 jilid, sedang Ruhani Khuzain Seri II berupa himpunan karya tulis beliau berupa daras-daras yang beliau berikan dan tulisan-tulisan tersiar beliau. Pengumuman-pengumuman yang pernah beliau keluarkan juhga dikumpulan dengan nama Majmu’at Isytiharat dan surat-surat beliau dikumpulkan dengan judul Maktubat Ahmadi. Kitab Tadzkirah berisi himpunan ru’ya, kasyaf dan ilham atau wahyu yang beliau terima yang disusun secara kronologis. Jadi Tadzkirah hanyalah berisi ghairu matluw atau wahyu khafiy saja, bukan wahyu matluw seperti Quran Suci.

Ajaran beliau tentang kenabian. Karya Imam Zaman tersebut merupakan sumber rujukan tajdid (pembaharuan) beliau dalam bidang akidah, syariat dan tarekat atau tasawuf yang paling banyak disalahpahami umat adalah ajaran beliau tentang kenabian yang kesimpulannya adalah sebagai berikut: (1) Kenabian sifatnya universal, tidak hanya dibangkitkan di kawasan Timur Tengah saja, melainkan pula di seluruh pelosok dunia seperti di Afrika, Eropa dan Amerika. (2) Nabi Suci Muhammad saw adalah Khataman-Nabiyyin, dalam arti Nabi yang paling agung atau mulia dan yang terakhir, sesudah beliau tidak ada nabi lagi, baik nabi lama atau pun nabi baru. (3) Berakhirnya kenabian pada diri Nabi Suci Muhammad saw dan sempurnanya agama dalam Islam tak berarti bahwa Allah tidak menurunkan wahyu lagi, karena turunnya wahyu merupakan manifestasi dari sifat Ilahi Kalam (berfirman) dan Mutakalliman (yang Maha-berfirman). (4) Pintu wahyu Ilahi tetap terbuka, yang telah tertutup adalah wahyu matluw atau wahyu nubuwwah atau risalah; selain itu tetap terbuka selama-lamanya. (4) Kata nabi dalam buku-buku atau pernyataan-pernyaaan beliau agar dihapus dan sebagai gantinya ialah kata muhaddats atau mukallam sebagaimana dinyatakan dalam Hadits sahih riwayat Imam Bukhari. Nabi Suci memberi contoh muhaddats pada zaman belau adalah Umar, yang beliau nyatakan pula bahwa “sekiranya sesudah beliau ada Nabi lagi Umarlah orangnya” (Tirmidzi). Sejarah mencatat, Umar tak pernah mendakwahkan diri sebagai Nabi sampai akhir hayatnya, meski beliau mendapat banyak firman Allah. (5) Nabiyullah Isa yang dijanjikan sebagaimana tersebut dalam Hadits Muslim bukanlah Nabi Isa as dari bani Israel, melainkan seorang Imam dari umat Islam yang mempunyai banyak persamaan dengan beliau. (6) Nabi Isa as tidak mati disalib seperti telah dinubuatkan oleh Tarat Musa dan kitab Nabi Yesaya serta ditegaskan dalam Quran Suci 4:157, tetapi wafat secara wajar dalam usia lanjut, 120 tahun, oleh karena itu tak akan turun ke bumi, sebab orang yang telah mati tak akan kembali hidup di dunia (23:99-100). (7) Nubuat Nabi Suci tentang kedatangan Nabiyullah Isa telah tergenapi dengan kedatangan beliau. Kata ‘nabiyullah’ dipahami secara metaforis, demikian pula kata ‘Isa’. (8) Secara sufiah seseorang dalam keadaan fana fir-rasul bisa menyatakan diri sebagai nabi atau rasul, bakan sebagai Adam, Ibrahim, Musa, Isa, Muhammad dan sebagainya yang secara syar’i tak dikenal. Hal ini biasa dialami oleh para sufi. (9) Beliau sebagai Mujaddid di bidang tarekat memiliki otoritas untuk membuat istilah-istilah sufi seperti halnya Muhyiddin Ibnu ‘Arabi. Istlah-istilah yang beliau gunakan misalnya: nabi majazi, nabi juz’i, nabi ummati, nabi naqishah dan nabi buruzi, secara syar’i bukanlah nabi, hanya muhaddats; dan istilah-istilah nabi tammah, nabi haqiqi, nabi mustaqil yang secara syar’i disebut sebaga Nabi atau Rasul. (10) Kata ‘nabi’ dalam arti harfiah  bukan istilah syar’i berhubungan dalam salat sebagaimana termaktub dalam Quran Suci 1:5-7 dan pemenuhan atau ijabahnya (4:69-70) serta informasi Ilahi dalam Quran Suci 72:26-27, bahwa Allah hanya akan melahirkan kegaibannya kepada utusan yang Ia pilih. (11) Kisah para Nabi Utusan Allah dalam Quran Suci bukan hanya sekedar kisah para Nabi terdahulu yang secara historis hidup pada suatu waktu di tempat tertentu saja, melainkan pula kisah yang mengandung nubuat atau ramalan yang akan dialami oleh Nabi Suci dan para sahabatnya, bahkan umatnya (12) Kerabat pada wali dikalangan umat Islam adalah mukjizat Nabi Suci Muhammad saw sebagai Guru Rohani mereka (13) Mukjizat para Nabi Utusan Allah terjadinya tak menyimpang atau bertentangan dengan sunnatullah, misalnya mukjizat Nabiyulah Isa “menghidupkan orang mati” (3:49- 5:10) yang dimaksud adalah menghidupkan rohaninya, senada dengan ayat 8:24, karena manusia hidup tidak hanya dengan roti saja, tetapi juga dengan tiap-tiap firman yang keluat dari mulut Allah (yang dahulu sebelum Nabi Suci dikaruniakan kepada para Nabi UtusanNya dan orang-orang suci pilihannya, yang sesudah beliau dikaruniakan kepada para muhaddats atau mukallam).

Tajdid Beliau. Selain masalah kenabian dan wahyu Ilahi sebagaimana diterangkan di atas, juga menangani masalah-masalah keagaman lainnya, baik di bidang syariah maupun akidah dakwah di bidang syari’ah, misalnya: (1) Malasah jihad fil-Islam. Dalam buku-buku fiqh Islam jihad itu perang, menurut beliau jihad adalah perjuangan. Perang salah satu perjuangan yang disebut jihad ashghar (perjuangan yang kecil) yang wajib dilaksanakan jika syaratnya telah terpenuhi. Perjuangan yang besar (jihad kabir) adalah menyebarluaskan ajaran Islam dengan pena dan lisan dalam berbagai bahasa dunia, dan perjuangan yang terbesar (jihad akbar) adalah melawan hawa nafsu seperti yang telah dirumuskan dalam beat dan Janji Speuluh. Oleh karena itu beliau dituduh menghapus syariat jihad fil-Islam.

(2). Masalah ulil-amri. Umat Islam umumnya berpendapat bahwa ulil amri atau pemegang kekuasaan yang bertalian dengan kehidupan manusia wajib ditaati, jika dari golongan Islam. Tetapi menurut beliau ketaatan kepada uli-amri itu wajib dimanapun umat Islam berada, meski ulil-amri itu non-Muslim, dengan syarat tak durhaka kepada Allah, sebagaimana ditegaskan oleh Nabi Suci “Lâ thâ’ata limakhlûqin fî ma’shiyatillâh” artinya “Tak ada ketaatan kepada sesama makhluk dalam hal maksiat kepada Allah”. Implementasi doktrin ini beliau tata kepada pemerintah kolonialis Inggris. Hal ini sejalan dengan yang diberikan oleh Nabi Suci dalam hubungan beliau dengan Negara Abysinia, imperium Kristen di benua Afrika. Namun demikian beliau dituduh sebagai kaki tangan imperialis Inggris.

(3). Masalah murtad atau orang yang kafir sesudah beriman (Islam). Para ulama Islam berpenapat bahwa barangsiapa murtad, baik ia seorang merdeka atau budak –jika tak mau bertobat—ia harus dihukum mati. Tetapi beliau berpendapat bahwa barangsiapa yang murtad dibebaskan dari segala hukuman di dunia, selaras dengan firman Allah dalam Quran Suci 5:54 dan 2:256 tentang magna charta bagi kemerdekaan agama, lâ ikrâha fiddîn. Orang-orang murtad pada zaman Nabi Suci dihukum mati karena kejahatannya, yakni karena berbalik memusuhi kaum Muslimin, bukan karena kemurtadannya.

(4) Bunga deposito bank. Banyak ulama Islam berpendapat bahwa bunga deposito bank adalah riba yang diharamkan, karena Quran Suci menyebut orang yang makan riba adalah “orang yang berperang dengan Allah dan UtusanNya” (2:279), maka dari itu para depositoir membiarkan mati bunga depositonya. Tetapi beliau menganjurkan agar bunga deposito bank diambil dan digunakan untuk tujuan amal, yakni untuk perjuangan membela dan menyiarkan Islam, bukan untuk kepentingan pribadi. Dengan demikian deposito bebas dari riba.

(5) Takfirul-muslimin yang biasa dilakukan oleh para ulama Islam saat itu hukumannya menurut beliau adalah haram, maka beliau tak pernah mengafirkan sesama kaum Muslimin. Quran Suci melarang menyebut kafir atau bukan orang beriman terhadap mereka yang mengucapkan salam kepada umat Islam (4:93). (6) Pintu ijtihad pada zaman itu menurut para ulama telah tertutup, tetapi menurut beliau pintu ijtihad tetap terbuka. Lewat ijtihad inilah Islam mampu mengatasi tantangan zaman yang senantiasa berubah.

Sedang tajdid beliau di bidang akidah misalnya, dalam iman kepada Allah: (a) Membebaskan umat Islam dari segala kemusyrikan. Banyak ulama Islam yang berpendapat bahwa ada seseorang Nabi yang dapat melakukan suatu perbuatan yang hanya dapat dilakukan oleh Allah ta’ala sendiri, yakni Isa Almasih dapat menghidupkan orang mati dan menciptakan burung dari tanah liat (3:49). Mukjizat itu hendaknya dipahami secara majasi, jika dipahami secara hakiki bertentangan dengan ayat 13:16: 16:20-21; 22:73 yang menjelaskan bahwa Allah adalah pencipta segala sesuatu, selain Dia tak bisa menghidupklan orang mati. (b) Umumnya para ulama dalam menerangkan sifat-sifat Allah lebih menitik beratkan kepada A-asma’ul husna yang jumlahnya tak terbatas; sembilan puluh sembilan yang dikemukakan dalam Hadits Nabi adalah sekedar contoh, bukan jumlah seluruhnya. (c) Sifat Kalam dan Mutakalliman (Berfirman) bersifat kekal abadi seperti Sifat-sifat lainnya. Jadi dahulu berfirman, sekarang tetap berfirman, nanti atau besok tetap berfirman, bahkan di akhirat besok pun Allah tetap berfirman. (d) Atas dasar ayat 30:30 fitrah manusia bukan hanya bertuhankan Allah saja, yang dimaksud adalah manusia dikaruniai pula sifat-sifat menyerupai Sifat-sifat Allah, maka Nabi Suci bersabda, ”Takhallaqû bi akhlaqi’âh, berbudi pekertilah kamu seperti pekerti Allah”.

Tentang iman kepada para Malaikat, tajdid beliau intinya: (a) Pada zaman beliau banyak ulama berpendapat bahwa ada malaikat yang berbuat durhaka kepada Allah seperti yang dilakukan oleh dua malaikat Harut dan Marut di Babil (2:102), beliau jelaskan bahwa para Malaikat tak mendurhakai Allah, mereka senantaisa mengerjakan apa yang diperintahkan kepada mereka (66:6). (b) Sementara ulama dan zu’ama meningkari adanya Malaikat, kepada mereka beliau jelaskan bahwa Malaikat itu makhluk rohani yang diciptakan Allah dari cahaya guna melayani manusia mengembangkan rohaninya, sebagaimana Dia menciptakan matahari atau sinar agar manusia dapat melihat dan menciptakan angin atau udara agar manusia dapat mendengar; tanpa keduanya manusia tak akan dapat melihat dan mendengar, meski mempunyai mata dan telinga. (c) Pada umumnya ulama berpendapat bahwa sesudah wafat Nabi Suci sampai sekarang ada Malaikat yang pensiun atau tak melaksanakan tugas lagi, yaitu Malaikat yang bertugas menyampaikan wahyu (ghairu matlu), beliau jelaskan bahwa pintu wahyu Ilahi tetap terbuka, maka tak ada Malaikat yang pensiun.

Tentang iman kepada Kitab Suci, terutama Quran Suci, tajdid beliau intinya: (a) Pada umumnya para ulama berpendapat bahwa ada sebagian ayat yang dihapus (mansukh) oleh ayat yang lain (nâsikh), bahkan ada ayat yang dimansukh oleh Hadits Nabi, beliau jelaskan bahwa tak ada ayat Quran yang dihapus (mansukh), baik teks atau lafalnya maupun hukumnya, memang banyak ayat yang nâsikh (ynag menghapus), yang mansukh bukanlah ayat Quran Suci, melainkan ayat Kitab-kitab Suci terdahulu seperti Taurat dan Injil, misalnya tentang Kiblat, semula Bait Allah Yerusalem dimansukh dengan Bait Allah di Mekah, tentang hukuman tindak pidana zina hukum rajam dimansukh dengan hukum jilid, dan sebagainya. (b) sementara ulama berpendapat bahwa  tatkala Nabi Suci memperhatikan Firman Allah yang diwahyukan, setan sempat mencampurinya, sehingga konon kabarnya ketika Nabi Suci membaca ayat 53:19-20 terucap “tilkal-gharânîqul’ulâ wa anna syafâ’atuhunna laturtajâ, itu adalah perempuan yang luhur yang syafaatnya dicari”, karena itu orang-orang kafir ikut sujud. Kasus yang kemudian dikenal sebagai “Ayat-ayat setan” ini beliau bantah, sebagaimana dijelaskan dalam ayat-ayat berikutnya 53:22-28, yang menjelaskan bahwa Nabi Suci tak pernah berkompromi dengan kaum Musyrik bersama-sama menyembah berhala. Allah melindungi Nabi Suci dari godaan setan, sehingga ayat-ayatNya tetap teguh (22:52), tak terkontaminasi oleh perbuatan setan. (c) Harful-muqatha’at (huruf-huruf singkatan) pada 29 permulaan surat Quran Suci, para ulama tak berani menerjemahkannya, apalagi menafsirkannya dengan alasan itu rahasia Tuhan, tetapi beliau menerjemahkan kalau menafsirkannya karena kepanjangan huruf-huruf itu telah dijelaskan oleh Nabi Suci. Uraiannya terdapat dalam surat-surat yang bersangkutan. (d). Sementara ulama dan zu’ama Islam berpendapat bahwa Quran Suci hanyalah buah pikiran Nabi Suci, bukan Firman Allah yang diwahyukan. Beliau jelaskan bahwa Quran Suci adalah Firman Allah, Kalâmullâh (9:6) atau Firman, Al-Qaul (23:68) yang setiap kata dan kalimatnya diturunkan ke dalam hati Nabi Suci oleh Malaikat Jibril (2:97) yang juga disebut Roh Kudus (16:102) atau Ruhul-Amin (26:192-197) yang kemudian diucapkan secara lisan oleh Nabi Suci dalam bahasa Arab (16:103), maka Nabi Suci dilindungi dari sifat lupa (87:6). (e) Terjemah dan tafsir Quran Suci dalam bahasa ‘Ajam atau non-Arab. Para ulama umumnya mengharamkan dengan alasan Quran Suci tak dapat diterjemahkan, tetapi beliau justru menganjurkannya; Quran Suci merupakan pringatan untuk sekalian bangsa di dunia. Suatu peringatan hanya bisa dipahami oleh seseorang atau suatu bangsa jika disampaikan dalam bahasa mereka sendiri, oleh karena itu pengikut beliau telah menafsirkan Quran Suci dalam puluhan bahasa dunia, seperti Inggris, Jerman, Perancis, Belanda, Spanyol, Rusia, Urdu, Indonesia, Melayu, Mandarin dan sebagainya. (f). Wahyu atau ilham sebagai sumber tafsir. Umumnya para ulama dan sarjana Islam menafsirkan Quran Suci hanya didasarkan atas ijtihad semata, tanpa didasarkan atas wahyu atau ilham Ilahi; tetapi beliau menegaskan bahwa disamping ijtihad dalam menafsirkan Quran Suci mutlak diperlukan wahyu atau ilham Ilahi karena Allah tetap berfirman kepada hamba-hambaNya. (g) Sunnatullah, sebagai sumber tafsir. Umumnya para ulama tak menjadikan sunnatullah di alam kasar sebagai sumber tafsir Quran Suci sehingga mereka beranggapan bahwa Nabi Isa Almasih hidup di langit tanpa makan dan minum sampai sekarang, tetapi beliau sangat menekankan sunnatullah di alam jasmani sebagai sumber tafsir ayat mutasyabihat, sebab ada keselarasan antara sunnatullah di alam jasmani dengan sunnatullah di alam rohani. (h) Susunan Quran Suci. Para ulama umumnya berpendapat bahwa Quran Suci tak disusun secara tertib, tidak memperhatikan pokok masalah yang dibicarakan, sehingga ungkapan ‘ibâdun mukramûn, hamba-hamba yang dimuliakan (21:26) mereka terjemahkan “malaikat-malaikat itu adalah hamba-hamba yang dimuliakan”, tetapi menuurut beliau Quran Suci disusun Ilahi secara tertib, baik mengenai ayat-ayatnya maupun surat-suratnya, mulai bismillâh sampai wannâs. Susunannya mata serasi dan mengagumkan, maka dari itu dalam menafsirkan ayat harus secara kontekstual, jangan hanya secara tekstal, misalnya ungkapan ibâdun mukramûn (21:26) jika dipahami secara kontekstual, yanmg dimaksud adalah “para Nabi Utusan Allah”—bukan para malaikat—yang dikarunai wahyu yang isinya “tak ada Tuhan selain Allah dan perintah mengabdi kepada-Nya” (*21:250, oleh karena itu “mereka tak mendahului Dia dalam pembicaraan dan mereka berbuat sesuai dengan perintahNya” (21:27). Susunan Quran Suci merupakan suatu mukjizat, karena diwahyukan sepotong demi sepotong (25:32) selama 22 tahun 2 bulan 22 hari, namun setiap ayat dan suratnya merupakan susunan yang serasi, ibarat sebuah bangunan yang setiap batunya ditempatkan secara tepat dan saling berhubungan.

Tentang iman kepada para Nabi Utusan Allah, tajdid beliau selain yang telah diuraikan dimuka adalah: (a) Para ulama melukiskan para Nabi Utusan Allah sebagai orang-orang berdosa, karena melanggar syariat, misalnya: Adam melanggar larangan Tuhan mendekati “pohon”, Nuh mendoakan anaknya yang durhaka kendati telah dilarang, Ibrahim berdusta, Yakub telah menipu ayahandanya, Yusuf terlibat dalam perzinahan, Musa telah membunuh tanpa sebab, Daud telah menyuruh orang lain untuk membunuh seseorang secara tidak wajar, Sulaiman telah berbuat syirik karena asyiknya memeriksa kuda-kudanya, dan sebagainya. Semua anggapan yang menodai kesucian para Nabi Utusan Allah itu beliau sanggah dengan keras, karena para Nabi Utusan Allah hanyalah mengamalkan ajaran yang telah diwahyukan kepada beliau yang kemudian termaktub dalam Kitab Suci. Kitab Suci berisi petunjuk yang sifatnya teoritis, sedang kehidupan para Nabi merupakan prakteknya, sebagaimana akhlak Nabi Suci adalah Quran Suci. (b) Umumnya para ulama berpendapat bahwa Nabi Adam as yang hidup sekitar 6000 tahun yang lalu adalah manusia pertama yang diciptakan oleh Allah dimuka bumi ini, beliau menyatakan bahwa Adam as bukanlah manusia yang pertama, beliau hanyalah Nabi utusan Allah yang pertama. (c) Umumnya para ulama berpendapat Nabi Suci Muhammad adalah seorang Nabi terakhir pengangkatannya, karena sesudah beliau akan datang Nabi-nabi lama atau terdahulu, seprti Nabi *Idris, Nabi Ilyas (*Elia) dan Nabi Isa Almasih yang sekarang mereka anggap masih hidup di langit, tetapi menurut beliau Nabi Suci Muhammad asa adalah Nabi terakhir pengangkatannya dan kedatangannya di dunia, sesudah beliau tak akan datang Nabi lagi, baik Nabi lama ataupun Nabi baru. (d) Israk dan Mi’raj Nabi Suci Muhammad saw menurut para alim ulama Islam terjadi secara jasmani-rohani, tetapi menurut beliau hanya terjadi secara rohani saja.

Tentang iman kepada Hari Akhir, tajdid beliau intinya: (a) Kebangkitan dari kubur menurut para ulama terjadi secara jasmani, tetapi menurut beliau kebangkitan itu dengan badan rohani yang terbuat dari amal perbuatan manusia di dunia. (b) Tanda-tanda Kiamat (‘alâmatus-sa’ah) yang dikemukakan Nabi Suci dalam Hadits-hadits sahih menurut para ulama kini belum terpenuhi, karena “zaman akhir” hanya dipahami sebagai Hari Kiamat, tetapi menurut beliau ’alâmatus-sâ’ah, seperti merajalelanya Dajjal, Yakjuj wa Makjuj, datangnya Isa bin Maryam, dan lain-lain kini telah dan sedang terpenuhi, karena yang dimaksud “zaman akhir” bukan hanya Hari Kiamat saja, tetapi juga dapat diterapkan zaman sekarang, yakni seribu tahun setelah khairul-qurun selama tiga abad permulaan Islam (3:110). (c) Siksaan Neraka menurut para ulama bersifat kekal abadi, tak berkesudahan; tetapi beliau mengajarkan bahwa siksaan Neraka hanya sementara, karena azab Ilahi hanya setimpal dengan dosa makhluknya. (d) Sorga dan neraka, menurut para berupa suatu tempat secara geografis, Sorga diatas bumi sedang Neraka di bawah bumi, tetapi menurut beliau Sorga dan Neraka bukan tempat tertentu secara geografis. Keduanya adalah keadaan seperti siang dan malam. (e) Nikmat Sorga dan azab Neraka menurut para ulama umumnya berupa benda-benda jasmani, tetapi menurut beliau berupa barang-barang rohani, oleh karena itu jika Quran Suci bicara tentang itu disertai dengan keterangan. (f) Melihat Allah merupakan nikmat tertinggi dan terbesar di Sorga, menurut para ulama terjadi lewat mata jasmani, tetapi menurut beliau akan dinikmati dengan mata rohani.

Tentang iman kepada takdir Allah, tajdid beliau intinya: (a) Umumnya para ulama berpendapat bahwa apapun yang terjadi di alam semesta telah ditetapkan sebelumnya oleh Allah, sehingga manusia itu terpaksa menaatinya, meski diberi hak ikhtiar tak akan berhasil jika tak sesuai dengan takdir Alah; menurut beliau takdir Ilahi mencakup semua ciptaan (25:2), maka dari itu di alam semesta berlaku dua macam hukum yang bergandengan, yaitu: hukum alam yang ditaati secara terpaksa dan hukum syariat yang ditaati secara suka rela (13:15). Berkenaan dengan yang pertama disebut taqdir thabi’i atau alami, misalnya api membakar, racun mematikan, dan lain-lain; sedang yang kedua disebut taqdir syar’i, misalnya larangannya disiksa. (b) Yang diimani adalah takdir baiknya dan buruknya, yang oleh para ulama dipahamni bahwa yang kaya, yang pandai, yang sehat dan lain-lain manifestasi takdir baiknya, sedang yang miskin, yang bodoh, yang sakit, dan lain-lain adalah manifestasi takdir buruknya yang semuanya telah ditentukan sebelumnya oleh Allah, ini keliru, maka beliau tajdid. Susu mengandung nilai gizi protein, lemak, hidrat arang, zat kapur, zat besi, dan berbagai vitamin; barangsiapa meminumnya tubuhnya menjadi lebih sehat dan kuat, ini takdir baik (akibatnya). Sebaliknya, narkoba mengandung racun yang merusak dan mematikan, barangsiapa yang mengkonsumsinya rusak syarafnya, akhlaknya dan rohaninya, ini takdir buruk (akibatnya). Demikian pula orang yang dermawan mendapat pujian, ini takdir baik syar’inya; sebaliknya orang yang pelit dan individualistik mendapat caci makian, ini takdir buruk syar’inya. (c) Doktrin takdir menurut para ulama membuat umat Islam fatalistik, menyerah kepada nasib, tetapi doktrin beliau tentang takdir membuat umat menjadi akltif, dinamis, kreatif dan optimistis, karena berkat takdir Allah lahirlah ilmu pengetahuan, baik ilmu pengetahuan umum yang memajukan duniawi maupun ilmu pengetahuan agama yang memajukan ukhrawi.

Karena misi beliau tidak hanya untuk umat Islam saja, tetapi juga umat lain –karena mereka juga umat Nabi Suci—maka beliau juga melakukan tajdid dalam dakwah Islam kepada umat lain, terutama dalam mujadalah dengan cara yang amat baik dengan Ahli Kitab, yakni umat beragama non Islam. Pada umumnya para ulama Islam dalam berdebat dengan pihak lain mengabaikan hubungan Quran Suci dengan kitab-kitab Suci sebelumnya, sehingga tak berbeda dengan ulama dari agama-agama lain. Akibatnya, masing-masing ulama hanya menyajikan keindahan agama masing-masing –dengan keyakinan ajaran agamanya yang paling baik dan benar—yang buahnya tak ada keputusan. Masing-masing umat tetap dalam keadaan asing terhadap umat lain, tidak saling mengenal. Kehadiran beliau mengidupkan semangat dialog yang sehat antar umat beragama yang syarat-syaratnya telah ditetapkan Ilahi dalam Quran Suci 29:46, yaitu: (1) beriman kepada Wahyu Ilahi; (2) beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan (3) mencari ridha Tuhan, bukan mencari menang. Atas dasar ketiga syarat itu maka segala sesuatu harus didasarkan atas Kitab Suci yang diwahyukan (samawi), baik Kitab Suci agamanya sendiri maupun Kitab Suci agama pihak lain mitra dialog. Misalnya dalam dialog Islam dan Kristen, pihak Kristen tidak hanya menyampaikan keindahan, keagungan dan kebenaran agamanya, tetapi juga harus menyampaikan paparannya itu berdasarkan dalil-dalil Injil dari Yesus—bukan Injil tentang Yesus—dan jika mengkritik Islam juga harus didasarkan atas Injil dari Yesus dan Quran Suci. Demikian pula sebaliknya dari pihak Islam. Jadi, umat Islam jika berdialog dengan umat Kristen harus berpegang kepada Quran Suci dan Injil, jika berdialog dengan umat Buddha berpegang kepada Quran Suci dan Tri Pitaka, dan seterusnya sebagaimana diisyaratkan dalam Quran Suci 16:43-44. dengan cara ini akan terbukti bahwa al Islâmu ya’li walâ yu’lâ ‘alaik, Islam itu unggul dan tak dapat diungguli, dan nampak jelas fungsi Quran Suci sebagai Muhaddis, Muhaimin, Mubayyin, Mufashshil dan Alfurqan terhadap Kitab-kitab Suci terdahulu dan mengantarkan umat manusia sadar bahwa di muka bumi yang satu ini “dunia milik kita bersama dan akhirat milik kita masing-masing”.

Berkat tajdid beliau seperti di atas melahirkan pribadi Muslim yang menarik hati siapa pun dan menyejukkan pandangan mata yang memandangnya, seperti dilukiskan oleh Quran Suci “rubamâ yawaddulladzî na kafarû lau kânû muslimîn, kerapkali orang-orang kafir menginginkan sekiranya mereka menjadi orang-orang Islam” (15:2). Orang-orang kafir begitu simpati kepada kaum Muslimin yang diperagakan oleh Nabi Suci dan para sahabatnya, karena sifat jamali, yakni sifat keindahan dan keelokan budi, seperti kasih sayang, tulus ikhlas, sabar, pemaaf, lemah lembut, dan sesamanya yang mereka tampilkan. Sifat jamali itu penerapannya berhubungan dengan sesama manusia yang pada zaman akhir ini diperagakan kembali oleh Hazrat Imam Mirza Ghulam Ahmad dan pengikutnya. H.A.R.Gibb mengakui bahwa “Gerakan Ahmadiyah dengan kekuatan akhlak dan kesadaran beragama, telah dapat menambah pengaruhnya jauh ke daerah-daerah yang dapat dianggap bukan daerah kaum Muslimin” (Wither Islam, p. 309). Kata Dr. Murray T.Titus, seorang misionaris Kristen, ”dewasa ini kaum Ahmadi adalah propagandis Islam yang paling aktif di dunia” (Indian Islam, p. 217).

Secara diametral bertentangan perayaan lawan-lawan Ahmadiyah, terutama mereka yang oleh Prof. Dr. H. Ahamd Syafi’i Ma’arif, mantan Ketua Umum Perserikatan Muhammadiyah disebut “Preman Berjubah” penampilan dan perjuangan mereka justru membuat Islam menjadi sasaran cemoohan semua orang. Jangankan orang-orang kafir, sesama umat Islam pun tidak suka melihatnya. Niat dan tujuan mereka memang baik, bahkan benar, karena demi tegaknya syariat Islam di muka bumi, tetapi caranya tidak baik, bahkan salah, maka akibatnya fatal, yakni menodai kesucian agama Islam seperti dilukiskan oleh Syaikh Muhammad Abduh dari Mesir “Al-Islâmu mahjûbun bil-muslimîn”, Islam ditutup oleh umat Islam sendiri.

Kesaksian Dunia terhadap Beliau. Sehubungan dengan wafat beliau, banyak surat kabar, para ulama dan zu’ama yang mengagumi beliau dalam membela dan menyiarkan Islam, antara lain seperti kutipan berikut ini:

(1). Harian Sadik al Akbari, Rewari, India mengomentari sebagai berikut: “Mirza Sahib dengan khutbah-khutbahnya yang kuat dan tulisan-tulisannya yang mengagumkan, telah beristirahat untuk selama-lamanya. Beliau yang menghadapi lawan-lawan Islam dengan menunjukkan bukti yang tak terjawab, dan membuktikan bahwa kebenaran selamanya menang. Sesungguhnya Mirza Sahib telah memberikan pengabdian yang paling sangat berharga bagi Iman Islam dengan sepenuh kemampuannya, tugas untuk membela Islam, mengejutkan dari pengabdi Islam yang berkemauan keras seperti beliau. Seorang penolong kaum Muslimin, seorang ulama besar yang semacam beliau yang tidak pernah kita dapati lagi”. (Mujaddid A’zham).

(2). Maulana Abdul Kalam Asad, seorang negarawan Muslim India yang pada zaman India merdeka menjadi Menteri Pendidikan dan Pengajaran sampai akhir hayatnya, menulis dalam majalah Wakeel yang beliau pimpin sebagai berikut: “Orang yang selama tiga puluh tahun menjadi angin topan dan gempa bumi dalam dunia agama, yang dua genggaman tangannya laksana battery elektrik dan pada jarinya tertambat kawat-kawat revolusi yang berbanjar-banjar, yaitu Hazrat Mirza Ghulam Ahmad di Qadian, meninggal dunia”. Lebih lanjut beliau menulis “Wafatnya Mirza Ghulam Ahmad Sahib dari Qadian, bukan semacam peristiwa di mana satu pelajaran tidak harus ditelaah darinya, ataupun ini diserahkan kepada berlalunya waktu agar terlupakan. Orang semacam ini yang menghasilkan revolusi agama atau intelektual tidaklah sering dilahirkan. Putra-putra sejarah ini, kepada siapa dengan tepat bisa dipetik rasa bangga, nampak sangat jarang di arena dunia, dan ketika mereka mengusung satu revolusi yang bisa dilihat oleh semua orang”.

(3). Mirza Hairat Dahlewi, soerang pujangga yang dikenal pula sebagai penentang Hazrat Mizra Ghulam Ahmad menulis sebagai berikut: Pengabdian almarhum Mirza Sahib bagi Islam speerti dalam menghadapi Arya Samaj dan Kristen sangat berharga dan terpuji. Beliau merobah semrawutnya debat-debat agama dan meletakkan dasar dari literatur modern keagamaan di India tidak hanya sebagai seorang Muslim tetapi juga sebagai seorang peneliti, saya mengakui bahwa orang-orang Arya yang paling terkemuka maupun pendeta Kristen tidak berani buka mulut menghadapi beliau. Saya belum pernah melihat sampai detik ini suatu buku jawaban ataupun sanggahan yang ditulis kaum Arya/Kristen terhadap buku-buku beliau dan dengan tidak terjawabnya maka terbukalah maksud-maksud sesungguhnya dari Islam” (Curzon Gazete, 1 Juni 1908).

(4). Khaudry Afzal Haque, Presiden Majlis Ahrar suatu organisasi yang menentang keras Ahmadiyah, menulis pujian sebagai berikut: “Sebelum terbentuknya Arya Samaj, Islam adalah satu tubuh yang mati tanpa semangat dakwah. Konsepsi yang keliru dari Swami Dayananda tentang Islam membangunkan kaum Muslimin sementara waktu; tetapi sesudah itu mereka tertidur lagi seperti biasa. Tiada organisasi atau maksud-maksud dakwah timbul, hanya satu orang inilah yang sakit hatinya melihat perpecahan di kalangan kaum Muslimin dan beliau bangkit. Mengumpulkan sekelompok kecil sekeliling beliau dan ditegakkan penyiaran Islam. Meskipun Mirza Ghulam Ahmad bisa melepaskan diri dari penggolongan, bagaimanapun beliau meniupkan semangat dakwah kepada para pengikutnya yang berharga untuk diikuti tidak saja bagi golongan-golongan lain dalam Islam, tetapi juga menyajikan suatu contoh tersendiri bagi semua organisasi-organisasi dakwah yang lain”. (Fitna-e Irtada Air Political Qalabazian, hal. 46).

(5). Maulana Abdullah Al-‘Madi, dari Amritsar dalam satu artikel dengan judul “Wafatnya seorang Ulama”, menulis pujian sebagai berikut: “Wafatnya Mirza Ghulam Ahmad Sahib dan Qadian tidaklah sekedar bahwa kita tidak menarik pelajaran dari hal itu dan melupakannya sebagai bagian dari sejarah. Orang semacam beliau yang menciptakan revolusi dalam kalangan cerdik cendekia maupun keagamaan tidaklah seringkali dilahirkan. Hanya sedikit sekali putra-putra yang merupakan kebanggaan sejarah kemanusiaan, dilahirkan dan ketika mereka muncul mereka melenyapkan revolusi”. Lebih lanjut beliau nyatakan, “Dengan mengabaikan perbedaan-perbedaan yang kecil dengan sedikit pernyataan dan kepercayaan, kematian dari Mirza Sahib telah membuat kaum intelegensia yangt terdidik dari kaum Muslimin merasa bahwa seorang dari orang-orang yang besar mereka telah berlaku dan beserta beliau babak-babak yang mulia tentang pembelaan Islam yang dilambangkan dengan kepribadiannya, telah berakhir. Kwalitasnya yang besar adalah bahwa beliau dibebani suatu utgas sebagai jendral yang menang perang terhadap musuh-musuh Islam memaksa kami untuk mengakui bahwa Gerakan yang besar untuk membuat musuh-musuh kami tidak berdaya dan tidak bisa efektif lagi harus dilanjutkan. Jiki tiada aral melintang, dari suatu landasan yang bersatu dengan rasa tanggung jawab bersama berdasarkan prinsip-prinsip Islam. Mirza sahib tampak sebagai pelopor dari badan yang cinta keimanan yang menyerahkan pengorbanan ini untuk Islam. Mereka, dari lahir sampai mati, dalam keadaan kaya atau susah mengorbankan semua yang mereka miliki kepada keimanan dan panggilan dari Tuhan yang mereka cintai” (Wakeel, Amritsar, 30 Mei 1908).

Beliau wafat dengan tenang pada tanggal 26 Mei 1908 pukul 10.0 di Lahore, hari berikutnya dimakamkan di Qadian dengan batu nisan yang bertuliskan sesuai dengan dakwah pengakuan beliau “Almasih Yang Dijanjikan Mujaddid abad 14 H”. Innâ lillâhi wa innâ ilaihi raji’ûn. Beliau meninggalkan pengikut sekitar 400.000 orang yang kini telah meningkat menjadi puluhan juta orang dan tersebar di seluruh permukaan bumi. Adagium Arab berujar ”Kemuliaan yang dibenarkan oleh lawan adalah kemuliaan sejati”. Yang jelas pepatah Arab juga menyatakan “Bukanlah seorang alim itu dapat disebut alim, sehingga tampak nyata bekas ilmunya di kalangan kaumnya”.

Penulis: K.H. S. Ali Yasir

Yuk Bagikan Artikel Ini!

Comment here

Translate »