Kristianologi Qurani

Geneologi Isa Al-Masih dalam Al-Qur’an

Kelahiran Maryam

Hanna adalah seorang bangsawan yang tulus, istri seorang alim keluarga Imran, namanya Yoakhim. Sudah lama ia berumah tangga, namun belum juga dikaruniai anak.

Pada suatu hari, suaminya diejek oleh tetangganya tentang kemandulannya. Karena ejekan tersebut, suaminya pergi ke Bait Allah untuk sembahyang mohon anak. Demikian pula Hanna, sembahyang di rumah dengan permohonan yang sama.

Doa mereka dikabulkan oleh Tuhan secara luar biasa. Hanna mengandung. Mereka sangat bersyukur ke hadirat Ilahi atas karuniaNya. Sebagai tanda syukurnya, Hanna na­dzar bahwa anak yang masih dalam kandungan akan dipersembahkan sebagai pelayan Bait Allah (QS 3:35).

Hingga akhirnya, beliau melahirkan seorang anak perempuan yang diberi nama Maryam, dan mohon agar Maryam dan keturunannya dilindungi Ilahi dari godaan setan yang terkutuk (QS 3:36).

Maryam Dewasa

Di Bait Allah, Maryam diasuh oleh Nabi Zakaria sampai usia remaja (QS 3:37). Dengan tekun dan sabar Zakaria mengasuh dan mendidik Maryam. Berkat didikannya, Maryam menjadi seorang wanita yang saleh.

Setelah Maryam dewasa, rajin sekali ia beribadah. Hampir seluruh waktunya untuk zikir dan ibadah kepada Tuhan di Bait Allah. Setiap kali Zakaria masuk ke mihrab Maryam, selalu menemukan hidangan di sisinya. Maka ia bertanya: “Wahai Maryam, makanan ini engkau dapat dari mana?” Maryam hanya menjawab: “Ini dari Allah. Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang Ia kehendaki tanpa hitungan” (QS 3:37).

Kesalehan Maryam itu membangkitkan keinginan Zakaria untuk mempunyai keturunan yang saleh (QS 3:38). Siang malam Zakaria mohon kepada Allah agar dikaruniai seorang anak yang tulus yang akan meneruskan memimpin manusia ke jalan yang benar (QS 19:2-6).

Permohonan Zakaria dikabulkan Ilahi. Dengan perantaraan seorang malaikat, Zakaria memperoleh kabar gembira tentang lahirnya seorang anak laki-laki yang namanya Yahya (QS 3:39; 19:7). Yahya dilahirkan ketika Zakaria telah mencapai usia lanjut (QS 3:40-41; 19:8-11).

Yahya seorang anak yang tulus, pandai, berbakti kepada Allah dan kepada kedua orang tuanya dan sekali-kali tidak sombong (19:12-15). Setelah dewasa Yahya diangkat sebagai Nabi Utusan Allah kepada bangsa Israel.

Maryam menerima kasyaf (ru’ya)

Menurut adat kebiasaan kaum Yahudi, wanita yang sedang datang bulan tak boleh tinggal di Bait Allah, karena dianggap najis. Demikian pula Maryam, pada suatu waktu harus meninggalkan Bait Allah.

Maryam menyingkir ke sebelah Timur, serta menyekat dirinya dengan sebuah tabir (QS 19:16-17). Di sanalah Maryam menerima kasyaf (ru’ya) dari Ilahi dengan perantaraan malaikat Jibril yang menampakkan diri seperti seorang laki-laki (QS 19:17).

Maryam amat terkejut, dan mohon perlindungan kepada Allah dari kejahatan (QS 19:18). Jibril memperkenalkan diri, bahwa dirinya bukanlah orang jahat, melainkan seorang Utusan Ilahi, yang diutus agar menyampaikan kabar gembira kepada Maryam.

Ada tiga kabar yang disampaikan Jibril kepada Maryam. Pertama, Maryam adalah wanita yang terpilih dan disucikan (QS 3:42), Kedua, Maryam diperintahkan untuk memperbanyak kebaktian kepada Allah SWT (QS 3:43). Dan ketiga, Maryam akan melahirkan seorang anak laki-laki yang suci (QS 19:19). Anak itu kelak diberi nama Al-Masih Isa Ibnu Maryam, yang dihormati di dunia dan akhirat dan tergolong orang-orang tulus dan dekat dengan Allah, ia akan melaksanakan tugas sebagai Nabi sampai usia lanjut (QS 3:45-46).

Maryam amat bergembira dan sedih menerima kasyaf tersebut. Bergembira karena beliau wanita yang beruntung, dimuliakan Ilahi. Tetapi beliau juga sangat sedih, karena mendapat kabar akan melahirkan seorang anak laki-laki, padahal beliau belum berumah tangga (QS 19:20;3:47). Bagaimana hal itu bisa terjadi?

Maryam tidak mengerti bahwa dirinya sedang ramai diperebutkan siapa yang beruntung bisa memeliharanya sebagai istri (QS 3:44). Jibril menghibur, supaya Maryam tidak bersedih hati, karena Tuhan akan menyingkirkan rintangan Maryam untuk melahirkan (QS 21:91) sebagaimana Allah menyingkirkan halangan Elisabet untuk mengandung dan melahirkan Yahya dalam usia lanjut (QS 21:90).

Bagi Tuhan, amat mudah menyingkirkan rintangan itu, karena Tuhan menghendaki Nabi Isa a.s. adalah Al-Masih yang kedatangannya dinanti-nantikan oleh Bani Israil.

Masalah ini telah diputuskan Ilahi (3:47;19:21). Rintangan yang dihadapi oleh Maryam, ialah anggapan Maryam bahwa seorang biarawati harus hidup wadat. Ini tidak benar, karena aturan itu bikin-bikinan para rahib sendiri, bukan syariat Musa (57:27).

Kelahiran Isa Al-Masih

Akhirnya Maryam berumah tangga. Pria yang beruntung mendapat undian untuk memelihara Maryam sebagai istri adalah Yusuf si tukang kayu.

Beberapa bulan kemudian, Maryam mengandung (QS 19:22). Pada saat akan melahirkan, Maryam pergi ke tempat yang jauh (19:22) ke kota betlehem di Yudea untuk keperluan sensus penduduk (Lukas 2:2-6).

Dalam perjalanan inilah Maryam melahirkan Al-Masih yang kelahirannya telah dinubuatkan oleh para nabi terdahulu. Al-Masih dilahirkan kembar, saudara kembarnya ialah Thomas alias Didymus (Yohanes 11:16).

Kelahiran Al-Masih itu pada musim korma (19:23-26), kira-kira bulan September-Oktober tahun 6 sebelum Masehi. Jadi, Al-Masih tidak dilahirkan pada 25 Desember sebagaimana diyakini oleh umat Kristen sekarang.

Jika Al-Masih dilahirkan pada tanggal 25 Desember, dustalah cerita Lukas, bahwa ketika Al-Masih dilahirkan, pada malam itu banyak para penggembala berada di padang menjaga kawanan ternak mereka (Lukas 2:8). Hal ini tak mungkin terjadi pada 25 Desember, sebab pada tanggal tersebut di daerah 23 ½ – 66 ½ L.U. mulai musim dingin.

Masa kanak-kanak dan remaja Isa Al-Masih

Pada hari yang ke 8, Al-Masih dibawa ke Bait Allah di Yerusalem untuk disunnat (Lukas 2:21). Kemudian oleh kedua orang tuanya dibawa lari ke Mesir untuk menyelamatkan diri dari ancaman Herodes yang agung.

Setelah Herodes meninggal pada awal tahun 4 sebelum masehi, digantikan oleh Arkhilaus, kembalilah Yusuf dan Maryam dengan membawa anaknya, ke tanah Israil dan menetap di Nasaret di daerah Galilea.

Sampai beliau berusia 12 tahun (Matius 2:1-23). Nicholas Notovich seorang musafir Rusia yang menulis sejarah berbagai nabi menceritakan:

“Tatkala Isa mencapai usia 13 tahun, yaitu saat untuk menikah bagi bangsa Israil…. Beliau diam-diam menghilang dari rumah orang tua beliau. Beliau meninggalkan Yerusalem dan berangkat ke Sind (India) ….

Beliau melintasi Sind dan menetap di daerah bertuhan (penyembah Tuhan) di daerah Ainjab yang memiliki lima sungai. Lalu beliau menjelajahi seluruh daerah India; beliau hidup 6 tahun lamanya di tempat-tempat yang berlainan, seperti Benares, Jahganath dan Rayagriba.

Orang berduyun-duyun mendengarkan ajaran beliau, tetapi beliau membuat marahnya kaum Brahim (kaum pendeta agama Hindu), tatkala beliau mengajarkan derajat manusia adalah sama; karena adanya sugesti bahwa Brahmin adalah setaraf dengan kaum Sudra, itu dianggap mencemarkan kaidah suci.

Kaum Brahmin berusaha untuk menganiaya Yesus dan beliau terpaksa lari ke daerah pegunungan Himalaya, dan terus ke Persia. Beliau tiba kembali di Israil pada usia 29 tahun.”

Isa Al-Masih diangkat menjadi Nabi

Isa Al-Masih bertemu kembali dengan keluarga dan kaumnya. Ayahnya telah lama wafat, ketika beliau masih dalam perantauan. Kini, beliau membantu ibunya mengasuh adik-adiknya.

Pada usia 30 tahun, beliau diangkat sebagai Nabi Utusan Allah untuk bangsa Israil (QS 3:49; 19:30). Beliau diutus membetulkan Taurat dan melunakkan syariat Musa (QS 3:50).

Isa Al-Masih mengajarkan bahwa Allah itu Maha Esa dan mengajak kaumnya agar mengabdi kepadaNya (QS 3:51; 5:117; 19:36; 43:64), dengan membawa banyak tanda bukti, di antaranya:

  • Membuat burung dari tanah (QS 3:48; 5:110),
  • Menyembuhkan orang sakit buta dan lepra (QS 3:48; 5:110),
  • Menghidupkan orang mati (QS 3:48; 5:110), dan sebagainya.

Nabi Isa Al-Masih adalah contoh yang sempurna dari sifat jamali, yaitu sifat keindahan dan keelokan budi pekerti. Beliau seorang yang selalu mendirikan salat dan membayar zakat (19:34) serta mengerjakan puasa (Matius 4:2). Beliau tak berlaku kasar terhadap ibunya (19:32) sebagaimana diceritakan oleh Injil Matius (12:48).

Doktrin pokok ajaran Isa Al-Masih adalah membalas keburukan dengan kebaikan (Matius 5:39-40). Beliau adalah seorang hamba Allah (QS 19:30; 43:50) yang diangkat sebagai Nabi (QS 19:30), diutus kepada bangsa Israil (QS 3:49). Beliau membutuhkan makan, minum dan akhirnya wafat (QS 5:75) sebagaimana para nabi sebelumnya (QS 5:75).

Jadi, keliru sekali anggapan Gereja bahwa beliau adalah Tuhan yang harus disembah, hidup langgeng di langit tanpa makan dan minum. Beliau telah menyangkal pengakuan sebagai Anak Allah atau Tuhan (QS 5:116). Ungkapan Anak Allah hanyalah dalam arti ibarat, bukan dalam arti yang sebenar-benarnya. Yang dimaksud anak allah adalah orang-orang baik, sedangkan orang jahat biasa disebut anak setan.

Penyaliban yang gagal

Selama lebih kurang tiga tahun, beliau berdakwah di Galilea, Yudea, Samaria dan di sebelah Timur sungai Yordan. Murid-murid beliau disebut kaum Hawariyin (QS 3:52) yang sering mendapat wahyu Ilahi (QS 5:111) dan menolong Allah (QS 3:52). Allah SWT Berkenan menurunkan “makanan” dari langit kepada mereka (QS 5:112-115) dan menjanjikan kemenangan kepada mereka (QS 3:55; 61:14).

Kaum Bani Israil umumnya tidak menyetujui ajaran beliau dan selalu menolaknya. Mereka tidak Berterima kasih atas petunjuknya, malah mendustakannya dan menghina beliau sebagai anak haram dan ibunya telah berbuat serong (QS 4:156), bahkan mereka merencanakan pembunuhan secara keji terhadap beliau (3:54), tetapi Tuhan berjanji akan menyelamatkannya (QS 3:55).

Kurang lebih di bulan April tahun 30 Masehi, kaum Yahudi melaksanakan niat jahatnya, dengan bantuan seorang muridnya yang khianat, Yudas Ekskariot. Mereka dapat menangkap Isa Al-Masih yang sedang bersembunyi di taman Getsemani pada hari Kamis malam.

Keesokan harinya, Jumat tanggal 7 April 30 M, Isa Al-Masih dihadapkan kepada Pontius Pilatus untuk diadili. Pontius Pilatus berusaha membebaskan beliau, karena tak ada bukti bahwa beliau berbuat kesalahan; akan tetapi tuntutan kaum Yahudi amat keras dan dikhawatirkan timbul pemberontakan, maka Pontius Pilatus meluluskan tuntutan mereka.

Dalam perjalanan menuju tempat penyaliban, beliau dicaci maki dan disiksa. Akhirnya setelah sampai di bukit Golgota, beliau dinaikkan ke atas salib. Pada saat bersamaan, disalibkan pula dua orang penjahat, yang disalibkan di sebelah kanan dan kiri Yesus Kristus.

Peristiwa ini membuat kaum Yahudi puas dan lega, mereka merasa telah berhasil membunuh Isa Al-Masih. Padahal sebenarnya Isa Al-Masih belum wafat ketika diturunkan dari tiang salib oleh murid-muridnya hanya seperti telah wafat saja. Jadi upaya mereka membunuh beliau sejatinya gagal total (QS 4:157-158).

Isa Al-Masih tak mati di tiang salib

Asas pokok agama Yahudi dan Kristen ialah percaya akan kematian Al-Masih disalib secara dogmatis (QS 4:159). Dogma tersebut diungkapkan Ilahi dalam Quran Suci, bahwa “tak seorangpun dari kaum Ahli Kitab (Yahudi dan Kristen), melainkan akan mengimankan (kematian Isa Al-Masih disalib) itu sebelum matinya” (QS 4:159) atau selama hidupnya; dan juga dibantah dengan keras oleh Ilahi dalam Quran Suci yang menyatakan bahwa Al-Masih sekali-kali tak mati disalib, dan dijelaskan keadaan yang sebenarnya hanya seperti orang mati atau pingsan saja ketika diturunkan dari tiang salib (QS 4:157-158).

Kematian di atas tiang salib adalah kematian yang amat terkutuk, yang hanya dialami oleh orang-orang terkutuk saja (Ulangan 21:23), tak mungkin dialami oleh orang yang mulia seperti Nabi Isa Al-Masih as. Karena Al-Masih tak wafat di atas tiang salib, maka kebangkitan beliau dari “kubur” adalah wajar, dan ajaran tentang penebusan dosa yang diwariskan oleh Adam (Galatia 3:13) adalah palsu.

Penyaliban Al-Masih itu hanya berlangsung tiga jam saja, dimulai sejak jam 12 siang hingga berakhir pada jam 3 sore. Karena menjelang hari Sabat, yang pada hari itu tak boleh ada mayat tinggal tergantung pada kayu salib (Yohanes 19:31), maka kaum Yahudi mohon kepada Pilatus agar mematahkan kaki orang-orang yang disalib kemudian setelah mati diturunkan secepatnya.

Kaki kedua penjahat yang disalibkan di sebelah kanan dan kiri Al-Masih diremukkan sehingga tewas, tetapi kaki Al-Masih tidak, karena Al-Masih telah diserupakan dengan orang mati (QS 4:157), sehingga Al-Masih mereka sangka benar-benar telah mati. Kematian Al-Masih itu amat meragukan mereka. Untuk menghilangkan keragu-raguan itu seorang laskar Romawi menikam rusuk Al-Masih dan mengalirlah darah dengan air (Yohanes 19:32-34).

Tikaman ini dianggap menyempurnakan kematian Isa Al-Masih, padahal justru sebaliknya membuktikan bahwa beliau belum wafat, karena darah dengan air mengalir adalah tanda alami masih adanya kehidupan.

Anggapan keliru mereka itu merupakan pertolongan Ilahi untuk menyelamatkan Isa Al-Masih dari kematian terkutuk disalib, dan pertolongan itu disempurnakan lewat para muridnya, kaum Hawariyin, yakni diturunkannya Al-Masih dari tiang salib oleh Yusuf Arimatea dan kawan-kawannya. Kemudian dikuburkan dalam gua batu, setelah diobati dengan rempah-rempah dan dikafani.

Pada hari yang ketiga, Maria Magdalena dan kawan-kawan ziarah kubur, ia menyaksikan bahwa batu penutup kubur telah tergolek dan di dalam kubur tinggal kain kafan yang berlumuran darah. Al-Masih telah bangkit dan meninggalkan kubur. Beliau menyamar sebagai tukang kebun untuk menyelamatkan diri.

Hal ini membuktikan bahwa Al-Masih ketika diturunkan dari tiang salib dan dikuburkan belum wafat, hanya pingsan atau mati suri saja. Sebagaimana kita baca dalam Kitab Perjanjian Baru, yang menyatakan Isa Al-Masih mati disalib bukanlah orang-orang yang menangani langsung penurunan Yesus dari tiang salib lalu mengobati, mengkafani terus menguburkannya. Sumbernya hanyalah dugaan orang yang hanya melihat dari jauh saja, bukan saksi mata.

Dengan demikian sempurnalah janji Ilahi, bahwa beliau akan menyelamatkan Al-Masih dari kematian terkutuk (QS 3:55) dan gagallah rencana (makar) kaum Yahudi (QS 3:54). Sempurnalah nubuat Al-Masih bahwa anak manusia akan berada dalam perut bumi selama tiga hari, sebagaimana Yunus dalam perut ikan selama tiga hari, dalam keadaan hidup (Markus 16:1-2).

Sempurnalah pula sebagian nubuat Yesaya, bahwa Tuhan menghendaki Yesus sebagai “hamba Tuhan yang menderita” itu akan menyaksikan keturunannya dan umurnya akan lanjut” (Yesaya 53:10)

Hukum Tuhan itu berlaku bagi siapapun. Tuhan menetapkan bahwa orang yang telah mati tak akan hidup ke dunia lagi (Ayub 7:9-10; QS 23:100; 36:42). Karena Al-Masih bangkit dari kubur, maka bisa disimpulkan bahwa ketika beliau diturunkan dari salib belum wafat, hanya pingsan/mati suri saja.

Kubur yang kosong dan kain kafan berlumuran darah yang ditinggalkan adalah saksi bisu bahwa Al-Masih tatkala diturunkan dari tiang salib hayat masih dikandung badan, belum wafat dan yang ditangkap lalu dipakukan pada tiang salib itu adalah Isa Al-Masih (Yesus Kristus), bukan orang lain, Yudas Eskariot misalnya.

Bukti alami terakhir yang pembuktiannya masih menunggu waktu adalah DNA pada kain kafan tentu sama dengan DNA pada Bukit Golgota dan makam Kudus dan sama pula dengan DNA dimakam Yus Asaf di Srinagar, Kashmir.

Isa Al-Masih pasca penyaliban

Sesudah peristiwa penyaliban yang gagal, Nabi Isa Al-Masih a.s. tidak naik ke sorga di langit sebagaimana diyakini oleh Gereja atau umat Islam umumnya, melainkan tetap melaksanakan tugas menggembalakan domba-domba Israil yang tersesat (QS 3:47-48; Matius 15:24).

Bangsa Israil itu terdiri dari 12 suku (QS 7:160; 5:12), yang dinamakan menurut 12 putera Yakub, yaitu Ruben, Simeon, Levi, Yahuda, Isakhar, Zebulon, Dan, Naftali, Gad, Asyer, Yusuf, dan Benyamin (I Tawarikh 2:1-2). Mereka memperoleh kejayaan pada zaman Daud dan Sulaiman, sesudah itu mengalami kemunduran, kemudian dibinasakan oleh Raja Babil, Nebukadnezar pada tahun 597 sebelum Masehi lalu disempurnakan dengan membinasakan Bait Allah di Yerusalem pada tahun 588 sebelum Masehi.

Bani Israel ditawan dan diperbudak di Babil (II Raja-raja 24:10-17). Baru pada zaman Cyrus yang Agung dari Persia yang menggantikan Babilonia, mereka diizinkan kembali ke Palestina dan membangun kembali Bait Allah di Yerusalem (Ezra 1:1-4).

Akan tetapi sebagian besar dari mereka tetap tinggal di Babil dan menyebar ke negeri-negeri Timur: Persia, Afghanistan, Pakistan, Kashmir, dan sebagainya. Hanya sebagian kecil saja yang kembali ke Palestina, dibawah pimpinan Nabi Uzair, yaitu: suku Yahuda, Lewi dan Benyamin (Ezra 1:5).

Kepada tiga suku inilah Isa Al-Masih melakukan dakwah selama lebih kurang tiga tahun di Palestina. Tugas ini sesudah peristiwa penyaliban dilanjutkan oleh 12 murid pilihannya dengan pesan:

“Janganlah kamu menyimpang ke jalan bangsa lain atau masuk ke dalam kota orang Samaria, melainkan pergilah kepada domba-domba yang hilang dari umat Israil. Pergilah dan beritakanlah: kerajaan Sorga telah dekat. Sembuhkanlah orang sakit; bangkitkanlah orang mati; tahirkanlah orang kusta; usirlah setan-setan. Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma” (Matius 10:5-8).

Setelah luka-luka Al-Masih sembuh akibat penyaliban, beliau meninggalkan Palestina, terus mengembara ke sebelah Timur bersama ibundanya dan saudara kembarnya, Thomas. Beliau menjelajah negeri Syria, Persia, terus Pakistan.

Di Pakistan Utara, Siti Maryam wafat dan dimakamkan di Kota Murree. Dari sinilah Al-Masih masuk ke Kashmir dan mulai dengan kehidupan baru menjadi ayah dari beberapa anak (salah seorang penduduk Srinagar bernama Sahibzada Basharat Salim mempunyai silsilah lengkap yang sampai kepada Nabi Isa Al-Masih a.s.).

Pengembaraan Al-Masih dan ibunya ini dinyatakan Ilahi dalam firmanNya: “Dan Kami membuat Ibnu Maryam dan ibunya sebagai tanda bukti, dan keduanya Kami ungsikan ke tanah yang tinggi yang mempunyai padang rumput dan mata air” (QS 23:50).

Tempat tinggi yang dilukiskan dalam ayat tersebut tak sesuai jika diterapkan pada Mesir, Yerusalem atau Syria. Akan tetapi tepat sekali jika diterapkan pada Kashmir. Si samping itu banyak bukti-bukti historis dan etnologis yang menunjangnya.

Di Kashmir itulah Al-Masih berdakwah sampai usia lanjut dan wafat secara wajar dalam usia 120 tahun. Sebagaimana telah dinubuatkan oleh Musa bahwa “Roh Allah tidak akan selama-lamanya tinggal di dalam manusia, karena manusia itu daging, tetapi umurnya akan seratus dua puluh tahun saja” (Kejadian 6:3).

Makam Isa Al-Masih terdapat di Khan Yar, Srinagar, Kashmir. Sekarang kita bisa menyaksikan dan ziarah ke sana.[]

  • Disusun oleh: K.H. Simon Ali Yasir
Yuk Bagikan Artikel Ini!

Comment here

Translate »