DiskursusWarta Keluarga

Dua Aliran Ahmadiyah Bertemu di Jawa

Tribunnews.com – Ahmadiyah Lahore sudah lebih dulu dikenal di Jawa, tepatnya di Yogyakarta pada 1924, setahun lebih awal dibanding Ahmadiyah Qadian yang dikenal di Sumatera atau dua belas tahun setelah Muhammadiyah berdiri.

Informasi mengenai kedatangan Ahmadiyah Lahore di Jawa tidak sejelas kedatangan Ahmadiyah Qadian di Sumatra. Kedatangan dua orang mubaligh dari Hindustan, Maulana Ahmad dan Mirza Wali Ahmad Big, tak begitu jelas siapa yang mengundangnya.

Menurut sebuah sumber, Wali Ahmad Baigh sebenarnya ingin ke Manila, namun karena tidak ada biaya hidup yang cukup ia terpaksa tinggal di Indonesia.

Jika Ahmadiyah Qadian dikenal lebih progresif yang terang-terangan siap melakukan perdebatan dengan kaum muslimin, mubalig Ahmadiyah Lahore dalam penampilannya menampakkan kerendahan hati.

Sasaran awalnya hanya sekelompok pemuda melalui pengajaran bahasa Inggris. Sasaran berikutnya baru masyarakat Islam Jawa, khususnya dari kalangan Muhammadiyah.

Ahmadiyah Lahore secara umum dipandang tidak begitu kontroversial jika dibanding dengan ajaran Ahmadiyah Qadian. Ahmadiyah Lahore tidak memperkenalkan Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi, tetapi hanya sebagai mujaddid, serta tidak memandang kafir terhadap orang di luar Ahmadiyah.

Pada awal kemunculannya, kedua aliran tersebut dapat menarik simpati, khsusnya di kalangan kaum muda. Ini disebabkan karena kajian Islam yang ditawarkan lebih modern, dalam arti lebih rasional dan liberal, meski dalam perjalanannya tetap menimbulkan konflik dan mendapat perlawanan keras dari kaum muslimin.

Menurut Arnold J. Toynbee dalam bukunya A Study of History, tidaklah dapat dimungkiri bahwa kehadiran Ahmadiyah di Indonesia merupakan sebuah tantangan bagi umat Islam Indnesia, khsusnya para ulama dan tokoh-tokoh Islam. Apalagi setelah ada respons dari sebagian masyarakat Islam yang menyatakan diri mengikuti paham Ahmadiyah.

Salah satu respons positif muncul dari H.O.S Tjokoroaminoto. Meskipun Muhammadiyah telah mengambil jarak dan telah mengambil sikap tegas terhadap Ahmadiyah, namun hubungan Tjokroaminoto dengan Wali Ahmad Baig tetap berjalan baik.

Bahkan konon, telah ada pembicaraan persahabatan secara tertutup yang mengakibatkan Muhammadiyah meminggirkan Sarekat Islam dan H.O.S Tjokroaminoto.

Ahmadiyah akhirnya berkembang di tanah Jawa, mulai dari Yogyakarta, Purwokerto, Wonosobo, Tasikmalaya, Garut, Surabaya, Bogor, Jakarta, dan daerah lainnya. (4-BERSAMBUNG)

Yuk Bagikan Artikel Ini!

Comment here

Translate »