Artikel

Waladun Sholihun

Satu hal yang mewajibkan kita harus bersyukur lebih mendalam lagi agalah dengan adanya kita masih ditunggui dan disaksikan, serta diayomi oleh orang tua kita. Hal tersebut merupakan suatu kebahagiaan keluarga yang luar biasa, yang sulit digambarkan dengan kata-kata.

Oleh karena itu, marilah kita berpikir agak sejenak apa yang harus kita lakukan pada hari-hari ini. Kalau kita mau berpikir dan mau mengingat-ingat kejadian kita, sejak kita dalam kandungan ibu, kemudian lahir, menjadi balita, dipelihara sehingga kita berkeluarga, beranak dan bercucu, tiada yang patut diingat selain jasa kedua orang tua kita, terutama ibu.

Dapatkah kita membalas jasa dan kebaikan kedua orang tua kita, terutama ibu kita, yang telah mengandung kita selama sembilan bulan sepuluh hari, dan melahirkan kita dengan toh nyawa, yang kemudian menyusui kita selama dua tahun itu?

Namun demikian, semua orangtua menyadari bahwa mereka tak akan meminta balasan apa pun kepada anaknya. Hanya satu doa pengharapan, supaya anaknya menjadi manusia saleh/salehah, yang bisa mendoakan orangtuanya saat di alam barzakh nanti.

Kita semua menyadari sabda Rasulullah saw., “Manakala anak adam telah mati, maka putuslah amal ibadahnya, kecuali tiga hal: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak yang saleh, yang mendoakan kedua orangtuanya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Nabi Zakaria a.s. juga pernah berdoa, “Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku dari pihakMu suatu keturunan yang baik. Sesungguhnya Engkau adalah yang mendengarkan permohonan.” (QS 3:38)

Demikian juga para nabi, orang saleh dan orang-orang muttaqin. Mereka memanjatkan doa, “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan anak keturunan kami, yang dapat menyenangkan hati kami. Dan jadikanlah mereka itu sebagai pimpinannya orang-orang taqwa.” (QS 25:74)

Dari tiga hal di atas, maka doa pengharapan orangtua kepada anak keturunannya adalah: menjadi anak yang saleh (damai), menjadi anak yang thayyib (baik), menjadi anak yang qurratun (menjernihkan hati), dan menjadi imamat (pemimpin orang-orang baik).

Untuk itu sekarang mari kita mengevaluasi diri kita dimana letak dan posisi kita di antara empat derajat tersebut? Sudah sesuaikah doa pengharapan orangtua kita?

Sebagian orangtua juga menyadari bahwa dalam dunia era globalisasi ini terdapat erosi mental dan kejiwaan yang berdampak menimbulkan kerusakan, kehancuran pribadi, keluarga dan masyarakat.

Dalam Quran Suci sudah diramalkan kejadian semacam ini, “Maka datang sesudah mereka suatu keturunan yang melupakan shalat dan menuruti hawa nafsu, dan karena itu mereka akan mengalami kehancuran (kesesatan).” (QS 19:59)

Dalam situasi kondisi semacam ini, kita akan melihat anak sebagai sesuatu yang menyulitkan dan menyusahkan, yaitu: sebagai fitnah atau ujian (QS 64:15), sebagai penyebab yang melupakan Allah (QS 63:9), dan sebagai musuh yang harus diwaspadai (QS 64:14).

Begitu berat posisi orangtua dalam menghadapi anak dalam posisi sebagai musuh (‘adwun). Karena itu orangtua tetap dituntut sabar, waspada, mau memaafkan, tidak memarahinya dan mau memberi ampun kepadanya.

Mari kita perhatikan Firman Allah surat At-Taghabun ayat 14, “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu adalah musuh bagimu, maka awaslah terhadap mereka. Dan jika kamu memberi ampun, maka sesungguhnya Allah itu Yang Maha Pengampun, Maha Pengasih.

Sebagai orangtua, secara fisik sudah berat, secara rohani juga begitu beratnya. Karena itu, celaka sekali seorang anak yang tidak mensyukuri akan Allah dan kedua orangtuanya. Bahkan lebih celaka bila tidak baik dan durhaka pada orangtua.

Dalam Hadits, Nabi Muhammad saw. bersabda, “Dosa-dosa besar itu ialah: menyekutukan Allah, berani kepada orangtua, membunuh manusia, dan sumpah palsu.” (HR Bukhari)

Sikap orantua seperti sebagaimana yang tercantum dalam QS 64:14 di atas, juga masih berkewajiban memberi nasehat kepada anaknya, sebagai Luqman memberi nasehat kepada putra-putranya, yang tercantum dalam QS Luqman (31) ayat 13-19, yang intinya sebagai berikut:

  1. Jangan menyekutukan Allah.
  2. Anak wajib taat kepada orangtua yang mengandung dan menyusui sampai dua tahun. Maka dia harus bersyukur kepada Allah dan orangtua.
  3. Kalau diajak untuk musyrik tidak boleh mau, tetapi tetap harus bergaul terhadap mereka tentang urusan dunia dengan baik dan wajib mengikuti jalannya orang-orang yang kembali kepada Allah.
  4. Amal seberat atom, baik di gunung, langit, lautan dan bumi, Allah tetap akan memperlihatkan.
  5. Dirikan shalat, menyuruh manusia berbuat baik, melarang berbuat durhaka, dan sabar dalam penderitaan.
  6. Dilarang sinis kepada manusia lain dan berlaku sombong.
  7. Hiduplah sederhana (sedang-sedang saja).

Bagaimana sikap anak kepada orangtua? Sebagai anak yang saleh, yang dapat menghibur hati orangtua, harus selalu ingat akan jasa dan kebaikan orangtuanya.

Allah memberi peringatan kepada kita, supaya mengenang kita saat kita dalam kandungan orangtua, sehingga kita dapat selalu bersyukur. Allah berfirman dalam surat An-Nahl ayat 78, “Dan Allah yang mengeluarkan kamu dari perut ibumu, kamu tak tahu apa-apa, lalu dibuatkan bagimu pendengaran, penglihatan dan hati, supaya kamu dapat bersyukur.” (QS 16:78)

Dalam QS Luqman ayat 14 dikatakan, “Dan Kami wasiatkan kepada manusia agar taat kepada kedua orangtuanya, dimana ibunya telah mengandungnya dalam keadaan susah payah dan menyusuinya selama dua tahun, agar engkau bersyukur kepadaKu, dan kepada Ibu Bapakmu. kepadaKulah engkau akan kembali.”

Dalam ayat di atas, terdapat tiga macam keharusan bagi anak, yaitu taat kepada orangtua, syukur kepada Allah, dan syukur kepada kedua orangtua.

Sebagai realisasi rasa syukur itu, maka anak harus selalu berbuat baik kepada kedua orangtuanya, tak boleh berkata kasar dan menyakitkan hati. Apalagi kalau mereka berdua dalam keadaan kondisi umur tua, mereka mudah merasa menderita akibat perlakuan anak-anaknya yang kurang semestinya.

Allah memberi peringatan, “Dan Tuhanmu telah menetapkan supaya kamu tidak menyembah melainkan hanya kepadaNya, dan berbuat baiklah kepada kedua orangtua. Jika salah satu dari mereka atau keduanya sampai umur tua dalam pemeliharaanmu, maka janganlah engkau berkata kepada mereka, cih!, dan jangan engkau sentak mereka. Tetapi berkatalah kepada mereka dengan perkataan yang mulia.” (QS 17:23)

Dan manakala kita mendapat rizki, maka prioritas infaq adalah juga kepada orangtua, disamping kepada keluarga, sanak kerabat, fakir miskin dan anak yatim. Allah menggariskan, “Katakanlah: Apa-apa kebaikan yang kamu belanjakan, maka hendaklah untuk ibu bapakmu, keluarga yang dekat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang dalam perjalanan. Dan apa kebaikan yang kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah itu mengetahui akan dia.” (QS 2:215)

Dalam Al-Quran sangat jelas posisi kedua orangtua, selalu diletakkan di belakang Allah. Perintah “sembahlah Allah”, pasti diikuti dengan berbuat baik kepada kedua orangtua. Dijelaskan dalam QS An-Nisa ayat 36, “Sembahlah Allah dan jangan kamu sekutukan Dia dengan segala sesuatu. Dan hendaklah kamu berbuat baik kepada Ibu Bapak, keluarga dekat, anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat, tetangga jauh, sahabat jalan, anak perjalanan dan siapa saja yang dimiliki oleh tangan kanan kamu (budak). Sungguh Allah itu tidak suka kepada orang yang sombong lagi congkak.”

Sebagai akhir kata dalam uraian ini, maka kita berkesimpulan bahwa di samping kita harus memperbaiki diri kita sendiri agar menjadi anak yang saleh, juga harus berbuat kebaikan kepada kedua orangtua dan sesama manusia.

Hal-hal tersebut kita lakukan selama kedua orangtua kita masih hidup. Bila kedua orangtua kita telah meninggal dunia, maka kewajiban kita tetap, yakni mendoakan agar dosa-dosanya diampuni Allah, amal ibadahnya diterima dan Allah berkenan memberikan balasan kepada keduanya berlipat ganda.

A-Quran memberi tuntunan doa untuk kedua orangtua, “Ya Tuhan kami, ampunilah aku dan kedua orangtuaku, serta semua orang mukmin di hari pembalasan.” (QS 14:41) dan, “Ya Tuhanku, kasihanilah kedua orangtuaku, sebagaimana mereka pelihara aku saat aku kecil.” (QS 17:24).

Berbahagialah anak yang baik, yang saleh, yang disaksikan kedua orangtuanya. Berbahagialah pula orangtua yang masih hidup, yang dapat menyaksikan kebaikan, keberhasilan dan budi luhur anak-anaknya.

Semoga Allah Ta’ala mengabulkan doa kita dan meridlai hidup kita. Amin.

 

Oleh: Ust. Drs. KH Sayid Ahmad Yazid Burhany (Allahu Yarham)

Yuk Bagikan Artikel Ini!

Comment here

Translate »