Kisah Hikmah
Kisah ini terjadi pada diri Rasulullah Muhammad SAW di akhir masa hidupnya. Sebelum wafat, Rasulullah saw. jatuh sakit agak lama, sehingga keadaan beliau sangat lemah.
Suatu hari, Rasulullah SAW meminta Bilal untuk memanggil semua Sahabat datang ke Masjid. Tidak lama kemudian, penuhlah Masjid itu dengan kehadiran para Sahabat. Semuanya merasa rindu, setelah agak lama tidak mendapat Taushiyah dari Rasulullah saw.
Rasulullah SAW duduk dengan lemah di atas mimbar. Wajahnya terlihat pucat, menahan sakit yang tengah dideritanya. Kemudian Rasulullah SAW bersabda: “Wahai sahabat-sahabatku semua. Aku ingin bertanya, apakah telah aku sampaikan kepadamu semua bahwa sesungguhnya Allah SWT itu adalah satu-satunya Tuhan yang layak disembah?”
Semua Sahabat menjawab dengan suara bersemangat, “Benar ya Rasulullah. Engkau telah sampaikan kepada kami bahwa sesungguhnya Allah SWT adalah satu-satunya Tuhan yang layak disembah.”
Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Persaksikanlah ya Allah. Sesungguhnya aku telah menyampaikan amanah ini kepada mereka.” Kemudian Rasulullah SAW bersabda lagi, dan setiap apa yang Rasulullah sabdakan selalu dibenarkan oleh para sahabat.
Akhirnya, sampailah pada satu pertanyaan yang membuat para Sahabat sedih dan terharu. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya, aku akan pergi menemui Allah SWT. Sebelum aku pergi, aku ingin menyelesaikan segala urusanku dengan manusia. Maka, aku ingin bertanya kepada kalian semua. Adakah aku berhutang kepada kalian? Aku ingin menyelesaikan hutang tersebut. Karena aku tidak mau bertemu dengan Allah SWT dalam keadaan berhutang dengan manusia.”
Seketika itu juga semua para Sahabat diam, dan dalam hati masing-masing berkata, “Mana ada Rasullullah SAW berhutang dengan kita? Kamilah yang banyak berhutang kepada Rasulullah.”
Rasulullah SAW mengulangi pertanyaan itu sebanyak tiga kali. Dan tiba-tiba bangunlah seorang sahabat bernama Ukasyah, dan berkata, “Ya Rasulullah, aku ingin sampaikan masalah ini. Seandainya ini dianggap hutang, maka aku minta engkau selesaikan. Seandainya bukan hutang, maka tidak perlulah engkau berbuat apa-apa.”
Rasulullah SAW berkata: “Sampaikanlah wahai Ukasyah!”
Maka Ukasyah pun mulai bercerita. “Aku masih ingat di dalam Perang Uhud dulu, suatu ketika engkau menunggang kuda, lalu engkau pukulkan cemeti ke belakang kuda. Tetapi cemeti itu tidak mengenai pantat kuda, tetapi justru mengenai dadaku, karena ketika itu aku berdiri di belakang kuda yang engkau tunggangi, wahai Rasulullah.”
Mendengar itu, Rasulullah SAW berkata, “Sesungguhnya itu adalah termasuk hutang, Ukasyah. Kalau dulu aku berhutang pukulan cambuk, maka hari ini aku akan mengembalikannya dengan pukulan yang sama.”
Dengan suara yang agak tinggi, Ukasyah berkata, “Kalau begitu aku ingin segera melakukannya wahai Rasulullah.”
Ukasyah berkata demikian tanpa terlihat merasa bersalah. Seketika itu juga, sebagian sahabat berteriak marah kepada Ukasyah. “Sungguh engkau tidak berperasaan Ukasyah. Bukankah Baginda sedang sakit?!” teriak salah seorang dari mereka. Tetapi Ukasyah tidak menghiraukan teriakan itu.
Rasulullah SAW lantas meminta Bilal untuk mengambil cambuknya di rumah Fatimah, anaknya.
Ketika Bilal meminta cambuk itu darinya, Fatimah bertanya, “Untuk apa Rasulullah meminta cambuk ini wahai Bilal?”
Bilal menjawab dengan nada sedih, “Cambuk ini akan digunakan Ukasyah untuk mencambuk Rasulullah.”
Terperanjat dan menangislah Fatimah, seraya berkata, “Kenapa Ukasyah hendak memukul Ayahku? Ayahku sedang sakit. Kalau mau mencambuk, cambuklah aku, anaknya!”
Bilal menjawab, “Sesungguhnya ini adalah urusan antara mereka berdua.”
Bilal pun membawa cambuk itu ke Masjid, lalu diberikannya kepada Ukasyah. Setelah mengambil cambuk itu, Ukasyah menuju ke hadapan Rasulullah.
Tiba-tiba Abu Bakar berdiri menghalangi Ukasyah sambil berkata, “Ukasyah, kalau engkau hendak mencambuk, cambuklah aku! Aku adalah orang yang pertama beriman dengan apa yang Rasulullah SAW sampaikan. Akulah sahabatnya di kala suka dan duka. Kalau engkau hendak mencambuk, maka cambuklah aku…”
Rasulullah SAW bersabda, “Duduklah ya Abu Bakar. Ini urusan antara aku dengan Ukasyah.”
Ukasyah kembali berjalan menuju Rasulullah SAW. Tetapi Umar bin Khattab berdiri menghalanginya, sambil berkata, “Ukasyah, kalau engkau mau mencambuk, cambuklah aku! Dulu memang aku tak suka mendengar nama Muhammad, bahkan aku pernah berniat untuk menyakitinya. Itu dulu. Sekarang, tidak boleh ada seorang pun yang boleh menyakiti Rasulullah Muhammad SAW. Kalau engkau berani menyakiti Rasulullah, maka langkahi dulu mayatku!”
Tetapi Rasulullah SAW mempersilahkan Umar untuk duduk. “Duduklah wahai Umar. Ini urusan antara aku dengan Ukasyah.”
Ukasyah berjalan mendekat lagi ke hadapan Rasulullah, dan tiba-tiba berdirilah Ali bin Abu Talib, sepupu sekaligus menantu Rasulullah SAW. Dia menghalangi Ukasyah sambil berkata: “Ukasyah, cambuklah aku saja. Darah yang sama dengan Rasulullah juga mengalir pada tubuhku ini!”
Lalu dijawab oleh Rasulullah SAW, “Duduklah wahai Ali, ini urusan antara aku dengan Ukasyah.”
Ukasyah semakin dekat dengan Rasulullah SAW. Tiba-tiba tanpa dinyana, bangkitlah kedua cucu kesayangan Rasulullah SAW yaitu Hasan dan Husen. Mereka berdua memegangi tangan Ukasyah sambil bermohon, “Duhai Paman, cambuklah kami Paman. Kakek kami sedang sakit. Cambuklah kami saja Paman. Sungguh, kami ini cucu kesayangan Rasulullah. Dengan mencambuk kami, sesungguhnya itu sama dengan menyakiti Kakek kami Paman.”
Lalu Rasulullah SAW berkata, “Wahai cucu-cucu kesayanganku, duduklah kalian. Ini urusan kakek dengan Paman Ukasyah.”
Begitu sampai di tangga mimbar, dengan lantang Ukasyah berkata, “Bagaimana aku mau mencambukmu ya Rasulullah. Engkau duduk di atas dan aku di bawah. Jika engkau mau aku cambuk, maka turunlah ke bawah sini!”
Rasulullah SAW memang manusia terbaik. Kekasih Allah itu meminta beberapa sahabat memapahnya ke bawah. Rasulullah SAW didudukkan pada sebuah kursi.
Dengan suara tegas Ukasyah berkata lagi, “Dulu waktu engkau memukul aku, aku tidak memakai baju, Ya Rasulullah.”
Para sahabat semakin geram mendengar perkataan Ukasyah. Tetapi tanpa berlama-lama, dan dalam keadaan lemah, Rasulullah SAW membuka bajunya. Terlihatlah tubuh Rasulullah yang sangat indah, sementara beberapa batu tampak terikat di perut Rasulullah, pertanda beliau sedang menahan lapar.
Kemudian Rasulullah SAW berkata, “Wahai Ukasyah, segeralah dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Nanti Allah SWT akan murka kepadamu.”
Seketika itu, Ukasyah menghambur menuju Rasulullah SAW. Cambuk di tangannya ia buang jauh-jauh. Kemudian ia peluk tubuh Rasulullah SAW seerat-eratnya, sambil menangis sejadi-jadinya.
Ukasyah lantas berkata, “Ya Rasulullah, ampuni aku, maafkan aku. Mana ada manusia yang sanggup menyakiti engkau ya Rasulullah. Sengaja aku melakukannya, agar aku dapat merapatkan tubuhku dengan tubuhmu. Karena engkau pernah bersabda, barang siapa yang kulitnya pernah bersentuhan denganku, maka diharamkan api neraka atasnya. Seumur hidupku aku bercita-cita dapat memelukmu. Karena sesungguhnya aku tahu bahwa tubuhmu tidak akan dimakan oleh api neraka. Dan sungguh aku takut dengan api neraka. Maafkan aku ya Rasulullah…”
Sembari tersenyum Rasulullah SAW bersabda, “Wahai sahabat-sahabatku semua, kalau kalian ingin melihat ahli surga, maka lihatlah Ukasyah!”
Semua sahabat menitikkan air mata. Mereka pun lantas bergantian memeluk Rasulullah SAW.[]