TRIBUNJOGJA.COM – Media pembelajaran braille yang mayoritas masih konvensional membuat siswa SMK Piri 1 Yogyakarta, Danang Dimas prihatin.
Berangkat dari situ, dia bersama kawan sekolahnya, Sodikin membuat media pembelajaran huruf braille berbentuk keyboard dengan bahasa Inggris dan Indonesia.
Selama ini, pembelajaran huruf braille untuk tuna netra di Indonesia masih menggunakan cara konvensional. Mayoritas masih menggunakan peralatan sederhana seperti papan tulis hingga kursi braille. Selain itu, kelemahan dari metode ini yakni harus didampingi oleh seorang guru.
Menengok kenyataan ini, siswa SMK PIRI 1 Yogyakarta yang terdiri dari Danang Dimas dan Sodikin membuat media pengenalan huruf dan angka braille dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia dengan metode keyboard.Apabila salah satu tuts dalam alat yang berbentuk keyboard ini dipencet, maka akan keluar suaranya. Tentu akan memudahkan tuna netra dalam belajar braille.
Inisiator alat ini, Danang Dimas menuturkan, inspirasi dalam membuat alat ini yaitu saudaranya sendiri yang merupakan seorang tuna netra. Biasanya dalam mempelajari huruf braille, saudaranya itu mengundang seorang guru privat yang menghabiskan biaya tak sedikit.
“Inspirasinya dari saudara sendiri. Biasanya dia kalau belajar braille mengundang guru privat. Akhirnya saya tergerak untuk membuat alat untuk memudahkan tuna netra dalam mengenal huruf braille. Dalam bahasa Indonesia dan Inggris,” ucap Danang, sapaan akrabnya kepada Tribun Jogja, Rabu (14/10/2015).
Secara prinsip, lanjut dia, alat ini tak memiliki banyak perbedaan dengan alat untuk belajar braille kebanyakan. Hanya saja, dia membuat alatnya serupa dengan keyboard komputer kebanyakan.
Namun di keyboard tersebut dibubuhkan huruf dan braille. Ditambah microcontroller dan voice chip yang diatur dengan bahasa pemrograman untuk mengeluarkan suara yang sesuai dengan tuts yang dipencet.
“Selain itu saya buat dua bahasa, bahasa Inggris dan Indonesia. Tujuannya agar tuna netra juga dapat belajar bahasa Inggris dalam braille juga. Karena bahasa Inggris kan bahasa internasional,” imbuhnya.
Dalam membuat alat ini, Danang mengaku tidak mengalami kesulitan berarti. Alat ini pun diselesaikannya dalam waktu tiga hari tanpa bimbingan guru.
Biaya yang dikeluarkan juga relatif tak begitu mahal, hanya Rp 615 ribu. Menurutnya komponen yang paling mahal yakni micro controller.
Selain itu dalam membuat media pembelajaran ini, hal yang menurutnya paling sulit yaitu mencari alkirik.
Dia menjelaskan, alkirik merupakan bahan baku yang digunakan sebagai cover dari alat yang dibuatnya. Pun bahan baku itu tak dapat diproses dengan cara manual lantaran mudah pecah.
“Alkirik bisanya dibentuk pakai mesin. Akhirnya saya menggunakan mesin sekolah dalam membuat cover alat ini,” jelas Danang.
Pun saat alat ini jadi, katanya, pujian dari guru mengalir padanya. Sebab alat buatannya tersebut bermanfaat bagi tuna netra dalam mengenal huruf, tanda baca, angka dan vokal konsonan dalam dua bahasa.
Sementara anggota lainnya, Sodikin mengungkapkan, alatnya tersebut sementara hanya untuk diperkenalkan untuk masyarakat.
Ke depan jika menuai respon positif dari masyarakat dan terdapat permintaan, tak menutup kemungkinan untuk memproduksi alat ini secara massal.
“Karena saya masih sekolah dan belum ada modal banyak, sementara diperkenalkan dulu. Nanti kalau ada permintaan, kami akan memproduksinya lagi,” tukas dia.[]
Comment here