Kristianologi Qurani

Tugas Mematahkan Salib Di Akhir Zaman

“Demi Dzat yang jiwaku ditangan-Nya, sesungguhnya hampir turun kepadamu Ibnu Maryam menjadi hakim yang adil, maka ia akan memecahkan salib (yaksirush-­shalib)… .. .. ” (HR Bukhari)

 

Nabi Isa a.s. Telah Wafat

Hadits nuzul atau turunnya Nabi Isa ibnu Maryam kontroversial. Imam Syaukani menilai mutawatir ma’nawiyah, tetapi Mahmud Syalthut menilai Ahad. Batu uji Hadits profetik tersebut adalah Qur’an Suci dan bukti sejarah. Qur’an Suci sebagai Kitab nubuat yang nubuatnya tergenapi pada suatu waktu secara implisit menerangkan hal itu dalam Surat Az-Zuhkruf (43) ayat 57-61, maka dari itu sabda Nabi tentang nuzul Nabi Isa ibnu Maryam shahih adanya. Untuk memperoleh pengertian yang benar, terlebih dahulu harus memahami tentang mati-hidupnya Almasih Isa bin Maryam a.s.

Qur’an Suci menginformasikan bahwa kaum Yahudi meyakini bahwa Isa Almasih telah mati disalib, demikian pula kaum Kristen (4:154). Menurut kaum Kristen Isa Almasih yang dikuburkan pada hari Jumat Agung tgl 7 April 30 Masehi pada hari ketiga dini hari, Ahad tgl 9 April 30 Masehi, bangkit dari kubur, lalu secara sembunyi-sembunyi menemui murid-muridnya di Yerusalem dan sekitarnya. Empat puluh hari setelah penyaliban, hari Kamis tgl 11 Mei 30 Masehi di Betania beliau memberkati murid-muridnya lalu terangkat ke langit (Luk 24:50-52) duduk di sebelah kanan Allah di Sorga (Mar 16 :14), dan “akan datang kembali dengan cara yang sama seperti Dia naik ke Sorga” (Kis 1:11) untuk menghakimi umat manusia. Kisah historik yang dikemas dengan mitos-paganisme ini (9:30) dikoreksi oleh Hadits diatas.

Dogma-dogma Kristen tersebut tak dibantah oleh para alim ulama Islam pada umumnya, bahkan disungguhkan kecuali yang pertama “Yesus Kristus” mati disalib yang menjadi sentral dogma-dogma Kristen lainnya, yang berulangkali dibantah oleh Qur’an Suci secara eksplisit termaktub dalam Surat An-Nisa’ (4) ayat 157, bahwa “mereka tidak membunuh dia (Almasih Isa bin Maryam) dan tidak pula menyalib dia, melainkan dia diserupakan bagi mereka”. Ayat ini mereka tafsirkan bahwa “Yang mereka salib adalah Yudas Iskariot yang diserupakan dengan rupa Almasih Isa bin Maryam.” Isa bin Maryam diangkat Tuhan ke langit dan masih hidup di sana sampai sekarang, nanti pada akhir zaman akan turun ke dunia menjadi hakim yang adil mengadili manusia, seperti diterangkan dalam Hadits di atas.

Tafsir tersebut jelas tak ada relevansinya dengan dogma Kristen, maka mereka tak pernah berkomentar tentang kebangkitan Yesus pada hari ketiga dan perjumpaan beliau dengan murid-muridnya secara sembunyi-sumbunyi di Yerusalem dan sekitarnya sesudah hari ketiga itu. Substansinya keyakinan mereka tak ada bedanya dengan kaum Kristen, sebab sampai sekarang keduanya masih sama-sama mengharapkan kedatangan Isa Almasih (Yesus Kristus) yang kedua kalinya. Hanya bedanya dalam hal “pengangkatan Almasih ke langit” menurut Kristen terjadi 40 hari sesudah itu, sedang menurut mereka terjadi pada hari Kamis malam Jumat Agung. Kepercayaan rentan ini mengakibatkan mereka tak kuasa ambil bagian dalam penggenapan profetik mematahkan salib bahkan mereka menjadi mangsa kristenisasi (tanshiriyah) oleh Gereja Kristen yang berdalih “memanggil mereka (umat Islam) ke kemah Ibrahim” (Kej. 16:7-12).

Demi Iman, Membantu dan Menghormati Isa as.

Sebaliknya, jika memahami dan meyakini bahwa Yesus (Ia) memang “terangkat ke Sorga di bumi” alias beliau sudah wafat secara wajar dan dimakamkan di bumi, dan paham serta yakin bahwa Yesus (Isa) yang dijanjikan itu telah datang, maka “patahnya salib” di muka bumi juga telah tiba saatnya, sebab Isa Almasih yang dijanjikan itu seperti dijelaskan oleh Nabi Suci adalah gelar seorang Imam umat Islam yang menurut kaum Muslim Ahmadi adalah Hazrat Imam Mirza Ghulam Ahmad (1835-1908). Tugas suci “memecahkan salib” yang diamanatkan kepada beliau telah dilaksanakan dengan baik. Benarkah demikian? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini perlu melihat tugas suci “memecahkan salib (Kasrush-shalib) dari berbagai segi, yakni:

Pertama, dari segi bahasa. Kata yaksirush-shalib menurut Mulla Ali Al-Qari (1041H / 1606M) artinya adalah membatalkan kepercayaan Kristen (Al-Mirqah, jilid V, hlm. 221). Sedang Ibnu Hajar Al–Asqalani, Mujaddid abad VIII H menerangkan bahwa “yaksirush-shalib artinya mematahkan kepercayaan Kristen” (Fathul-Barri, jilid VI, hlm. 356). Kitab Biharul-Anwar menerangkan, bahwa yaksirush-shalib adalah menolak dengan bukti-bukti yang nyata akan kepercayaan Kristen dan memecahkan kepercayaannya.

Jadi yaksirush-shalib adalah membatalkan dan mematahkan atau menolak kepercayaan Kristen dengan bukti-bukti yang nyata atau dalil-dalil yang kuat. Kepercayaan pokok Gereja Kristen adalah ketuhanan Yesus Kristus (5:I7,72; lih 1 Kor 12:3), sebagai bukti ketuhanannya mati disalib lalu bangkit dari kubur, kemudian naik ke langit nanti pada akhir zaman turun ke dunia menjadi hakim yang adil. Jika bantahan Qur’an Suci 4:157 tentang tidak matinya Isa Almasih di tiang salib diungkapkan, simbol salib yang memenuhi bumi dipecah dan dipatahkan, sebab simbol salib merupakan manifestasi kepercayaan Yesus mati disalib, padahal sejatinya hanya serupa mati saja di tiang salib. Maka dari itu kebangkitan pada hari ketiga hal yang wajar, bukan bangkit dari maut, sebab menurut Kitab Suci orang yang telah mati tak akan kembali hidup di dunia, sebagaimana diajarkan oleh Ayub (Ayub 7: 7-10), Daud (2 Sam 12:19-23) kemudian diperkuat oleh Nabi Suci Muhammad saw (21:95; 36:31).

Kedua, dari segi hukum dan filsafatnya. Dari segi hukum, orang yang dihukum mati dengan cara disalib adalah orang yang terkutuk (Ul 21:22-23; bdk Q.S. 5:33). Oleh karena itu “tatkala Isa menyadari kekafiran mereka ia berkata: ‘Siapakah yang akan menjadi penolongku di jalan Allah?’ Kaum Hawariyin berkata : “Kami adalah penolong Allah;” (3:52). Disamping itu Allah SWT berfirman:”Wahai Isa Aku akan mematikan engkau dan meninggikan engkau dihadapan-Ku dan membersihkan engkau dari orang­-orang kafir dan membuat orang-orang yang mengikuti engkau di atas orang-orang kajir sampai hari Kiamat” (3:55).

Lukas melaporkan peristiwa yang dialami oleh Yesus di taman Getsmani pada hari Kamis malam jum’at Agung: “Kemudian Ia menjauhkan diri dari mereka kira-kira sepelemparan batu jaraknya, lalu ia berlutut dan berdoa kata-Nya: “Ya Bapa-Ku. jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini (singkirkan Salib ini) dari pada-Ku; tetapi bukan kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mu lah yang terjadi, Ia sangat takut dan makin bersungguh-sungguh berdoa “sehingga peluhnya menjadi seperti titik-titik darah bertetesan ke tanah” (Luk 2:41-44). Tatkala tergantung di tiang salib sekitar pukul 15.00 beliau berseru:”Eli, Eli lama subakhtani? (Ya Tuhan-Ku mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Mat. 27:46).

Dari kutipan ayat-ayat Qur’an Suci dan Perjanjian Baru di atas terdapat petunjuk bahwa Isa Almasih (Yesus Kristus) amat takut kepada kematian disalib, sehingga beliau minta pertolongan kepada para murid beliau kaum Hawariyin dan berdoa sekhusyuk-khusuknya kepada Allah agar diselamatkan dari kematian terkutuk di tiang salib.

Menurut pertimbangan akal sehat dan rasa kemanusiaan yang adil dan beradab, sangat terkutuklah mereka yang menyediakan kayu salib dan mereka yang mengeksekusi Yesus untuk disalib, yakni kaum Yahudi, dan demikian pula mereka yang berbangga hati dan bersukaria karena Yesus mati disalib, yakni kaum Kristen. Kedua kaum yang selalu saling menyalahkan ini (2:113) sama-sama meyakini Yesus mati disalib (4:159) dengan alasan yang berseberangan. Keyakinan itu bagi kaum Yahudi dijadikan justifkasi perbuatan lalim mereka, sedang bagi kaum Kristen dijadikan justifikasi penebusan dosa waris (Gal. 3:10-14).

Jadi bantahan Qur’an Suci bahwa Almasih tak mati disalib berarti secara hukum beliau bukan yang terkutuk, tetapi “orang yang dihormati di dunia dan akhirat, dan tergolong orang yang (dekat kepada Allah)….. dan termasuk orang saleh” (3:45-46) sebagaimana telah disampaikan kepada Maryam. Oleh karena beliau sangat takut kepada salib, orang yang beriman kepada beliau sebagai salah satu dari Utusan-Nya yang mulia, seharusnya membantu dan menghormati beliau dengan cara “memecahkan salib” bukan dengan palu atau kampak, melainkan dengan cara mengungkap misteri salib berdalilkan Bibel pedoman umat Kristen, tanpa meninggalkan Qur’an Suci.

Penyelamat Dunia

Ketiga, dari segi teologi, Qur’an Suci menegaskan bahwa “tak seorangpundari kaum Ahlikitab (Yahudi dan Kristen) melainkan mengimankan (kematian Isa disalib) itu sebelum matinya selama hidupnya” (4:159); yang karena keyakinan itu keduanya dikutuk oleh Allah (9:30). Kaum Yahudi yang senantiasa menyalahkan Kristen oleh Allah dinyatakan sebagai Al-Maghdhub, orang-orang yang mendapat murka Ilahi, sedang kaum Kristen yang senantiasa menyalahkan Yahudi oleh Allah dinyatakan sebagai Adh-Dhallin, orang-oang yang tersesat (1:7) yang telah menyesatkan banyak orang (5:77; bdk Why 20:1-10). Kesesatan itulah yang mengakibatkan kerusakan di muka bumi, karena agama yang bersimbolkan Salib itu meninggalkan syariat (9:29; bdk 1 Kor 6:6; Ef 2:15) bahkan lebih dari itu, karena syariat dianggapnya sebagai kutuk Tuhan (Gal 3:10) dan siapapun tak dibenarkan karena syariat (Gal 2:16). Sejarah menjadi saksi. Masa kejayaan mereka yang pertama (abad ke-4 s/d ke-7M) keadaan dunia dilukiskan dengan kalimat “kebobrokan telah merajalela di daratan dan lautan” (30:41-42), sedang kejayaan mereka yang kedua (abad ke-17 s/d ke-20 M) dilukiskan dengan kalimat “langit hampir-hampir pecah karena ucapan itu, dan bumi membelah dan gunung runtuh berkeping-keping, karena mereka mengakukan seorang putera kepada Tuhan Yang Maha-pemurah” (19:90-91).

Untuk menyelamatkan dunia dari kehancuran sebagai akibat dari tegaknya Salib, (Isa Almasih) – dan juga para Nabi Utusan Allah lainnya dari manapun menubuatkan datangnya seorang Penghibur atau Penolong (Yoh 14:25-26; 15:26-27; 16:7-11) yang datang setelah Yesus, yang namanya Ahmad (61:6), yakni Nabi Suci Muhammad saw (570-632).

Beliaulah penyelamat dunia yang mulai abad ke – 7 s/d ke -10 “memecahkan Salib” di dunia Timur lalu menjadikan umatnya sebagai umat Islam yang tulus. Dalam Islamlah mereka menemukan apa, siapa dan bagaimana Yesus Kristus sebenarnya dan yang jelas mereka terbebas dari kekafiran (98: 1-3). Sedang penyelamat dunia di akhir zaman adalah H. M. Ghulam Ahmad (1835-1908) yang mengemban tugas dari Nabi Suci “memecahkan Salib” dengan konsentrasi di dunia Barat, dimana “Matahari” Islam akan segera terbit dari sana.

Beliau sebagai Masih Mau’ud telah melaksanakan tugas Kasrush-shalib dengan baik tanpa menggunakan palu atau kampak tetapi dengan dalil. Beliau memberi kabar baik: “Hatiku rasanya hancur memikirkan kesesatan yang disebabkan oleh pemujaan terhadap orang mati, dan jiwaku merasa terjepit karenanya….. sudah lama aku harus mati karena kesedihan itu, sekiranya Allah Tuhanku Yang Maha kuasa tak segera menghiburku dengan kata-Nya, bahwa kemenangan akhirnya dipihak Tauhid, semua berhala akan binasa dan tuhan-tuhan bikinan akan dilucuti dari sifat-sifat ketuhanannya.

Pemujaan kepada Maryam akan berakhir dan anaknya pun pasti akan mati. Tuhan Yang Mahakuasa berkata “Jika Aku menghendaki maka Maryam, anaknya dan semua Penduduk bumi akan Aku binasakanMaka sekarang Dia telah menghendaki. bahwa kehidupan keduanya yang bersifat ketuhanan itu akan berakhir dan keduanya akan mati. Seorang pun tak akan dapat mempertahankannya. Demikian pula segala kecenderungan yang membawa tunduk kepada tuhan-tuhan bikinan akan mati. Akan tercipta bumi baru dan langit baru. Saatnya telah tiba, dimana matahari kebenaran akan terbit dari barat dan Eropa akan mengenal Tuhan yang sebenarnya…”

“Waktunya telah dekat, dimana Tauhid Ilahi yang sejati yang dapat dirasakan oleh penghuni gurun pasir yang lalai dari segala rupa ajaran – akan tersiar ke semua negeri. Ketika itu tak akan ada lagi penebusan palsu dan tidak pula tuhan bikinan. Satu tangan saja dari Tuhan akan meninggalkan semua komplotan kekafiran, tetapi tidak dengan pedang atau dengan bedil, melainkan dengan jalan menyinari ruh-ruh yang bersedia dengan nur Ilahi dan dengan memberikan cahaya kepada hati-hati yang bersih. Baru pada saat itulah akan dipahami apa-apa yang saya katakan sekarang” (Tabligh Risalah, Jilid VI, hlm. 8-9).

Penulis : KH Simon Ali Yasir

Yuk Bagikan Artikel Ini!

Comment here