Surat Al-Jumu’ah adalah surat ke-62 dalam susunan mushaf Al-Quran. Menurut Maulana Muhammad Ali, Surat ini diturunkan pada tahun pertama Hijriah.
Surat Jumu’ah terdiri dari 11 ayat yang terbagi dalam dua ruku’. Ruku’ pertama terdiri dari 8 ayat pertama dari surat ini, yang menguraikan tentang terpilihnya kaum Muslimin sebagai penerima karunia Allah. Ruku’ kedua terdiri dari 3 ayat sisanya, yang menguraikan soal syariat “Shalat Jum’at.”
Surat Jumu’ah dibuka dengan pernyataan mengenai kebijaksanaan dan keagungan Tuhan Yang Maha Raja, Maha Suci, Maha Perkasa dan Maha Bijaksana di ayat pertama. Salah satu kebijaksanaan Tuhan itu, disebutkan dalam ayat kedua, diwujudkan dengan diutusnya seorang Utusan (Rasul) dari kalangan bangsa Ummi, yakni Rasulullah Muhammad saw.
Rasulullah saw., masih dalam ayat kedua itu, disebut memiliki tugas pokok membacakan firman Allah dan menyucikan para pengikutnya yang sezaman dengannya, serta mengajarkan kepada mereka Kitab dan Kebijaksanaan. Lalu, di ayat berikutnya disebutkan, tugas itu juga berlaku untuk para pengikutnya di zaman akhir, melalui perantaraan datangnya seorang “utusan dari bangsa lain” (wa aakhariina minhum lammaa yalhaquu bihim) yang menjadi mazhar beliau.
Lalu disusul ayat kelima hingga ayat kedelapan, yang intinya mencela kaum Yahudi, yang dilukiskan sebagai keledai (himar) yang mengangkut kitab. Sebabnya, mereka dikaruniai syariat atau undang-undang berupa Taurat, tetapi mereka tak menjalankan ruh undang-undang itu, karena terlanjur mencurahkan hidupnya hanya untuk mencari kesenangan duniawi.
Kaum Yahudi juga mengabaikan Hari Sabat, yang dikhususkan untuk menjalankan ibadah. Inilah antara lain yang menyebabkan mereka mengalami keruntuhan, sebab Allah mencabut karunia dari mereka sebagai bangsa yang terpilih untuk mengemban amanat memelihara “Kerajaan Allah”
Ayat ini mengandung peringatan juga bagi kaum Muslimin agar jangan sampai tidak mengikuti jejak dan langkah kaum Yahudi. Maka dari itu, di ruku’ kedua Surat Al-Jumu’ah ini, ditekankan pentingnya Shalat Jum’at bagi kaum Muslimin, di tengah-tengah kesibukan mereka dalam mencari karunia Allah di lapangan duniawi.
Ruku ini mengandung pula suatu nubuat tentang kedatangan mazhar Nabi Suci pada akhir milenium keenam atau “hari keenam” (lihat QS 22:48; 32:5), yang fenomenanya dapat dilihat dari terjadinya kemajuan yang luar biasa di bidang teknologi, ekonomi dan budaya yang bercorak materialisme, yang cenderung memalingkan manusia dari Tuhan mereka.
Secara keseluruhan, Surat Al-Jumu’ah mengandung nubuat akhir zaman (profetik eskatologik) yang agung, yaitu datangnya mazhar Rasulullah Muhammad saw. dari kalangan bangsa lain, bukan dari kalangan bangsa Ummi (Arab). Tetapi ia bukan berasal dari kalangan umat Yahudi atau Kristen, melainkan dari kalangan umat Islam sendiri, yang disebut dalam ayat keempat Surat Al-Jumu’ah ini sebagai yang terpilih (yu’tiihi may-yasyaa’).
Dalam Hadits riwayat Imam Bukhari, “utusan dari bangsa lain” dalam ayat ketiga Surat Al-Jumu’ah ini, diisyaratkan sebagai seseorang dari keturunan Persia. Ini juga penegasan bahwa Sang Utusan di akhir zaman itu bukan dari kalangan umat Yahudi atau Kristen, karena secara etnis mereka tidak ada hubungannya dengan Persia.
Selengkapnya bunyi hadits riwayat Imam Bukhari itu demikian.
“Sahabat Abu Hurairah berkata: Kami sedang duduk bersama Rasulullah saw. ketika Surat Al-Jumu’ah diturunkan kepada beliau. Dalam surat itu, terdapat ayat yang berbunyi, “wa aakhariina minhum lammaa yalhaquu bihim (dan orang-orang lain dari kalangan mereka yang belum pernah menggabungkan diri dengan mereka).”
Kepada Rasulullah saw., aku bertanya: Siapakah yang dimaksud ayat itu? Rasulullah saw. tak memberi jawaban, sampai aku bertanya untuk yang ketiga kalinya.
Saat itu, di antara kami duduk pula Salman Al-Farisi. Rasulullah meletakkan tangannya di pundak Salman, seraya bersabda: Sekalipun iman itu terletak di bintang tsuraya (bintang terjauh), niscaya orang dari kalangan dia ini yang akan meraihnya.” []
Sumber: Naskah Buku “Ensiklopedia Ahmadiyah” karya K.H. S. Ali Yasir
Comment here