Sentuhan Rohani

Sunnatullah bagi hamba Allah

Tak diragukan lagi bahwa para pendusta akan sangat cepat mengalami kehancuran. Orang yang berkata bahwa dirinya adalah utusan Allah dan dimuliakan dengan menerima ilham dan kalam Allah, padahal kenyataannya bukan utusan Allah dan tak menerima ilham dan kalam Allah, maka dia akan mati dengan kematian yang amat buruk. Dan akhir kehidupannya yang buruk itu patut menjadi peringatan.

Sebaliknya, orang yang benar-benar utusanNya, ia akan tetap hidup meskipun telah mati. Karena karunia Allah Ta’ala melimpah kepadanya, dan ruh kebenaran berada di dalam dirinya. Seandainya dia dihancurkan, dilebur menjadi butiran debu, dikutuk dari berbagai penjuru, dan hendak dibinasakan setiap ada kesempatan, dia tetaplah tak akan binasa. Mengapa? Karena ada ‘ikatan sejati’ dengan Allah, sang kekasih sejatinya. Allah banyak menimpakan ujian kepadanya, bukan untuk menghancurkannya, melainkan untuk menumbuhsuburkan ‘bunga’ (kebaikan) dan ‘buah’ (kemanfaatan) darinya.

Sudah menjadi sunnatullah, bahwa untuk mencapai suatu kemampuan prima setiap segala sesuatu harus melalu ujian dan cobaan. Ambil misal seorang petani yang berhari-hari membajak tanah. Dengan bajaknya, sang petani mencabik-cabik tanah, sehingga tanah yang tampak keras dan kasar seperti batu itu menjadi  hancur seperti bubur. Orang yang tak memiliki pengetahuan mengira petani itu tengah merusak tanah, dan menjadikannya sesuatu yang buruk sehingga tak layak dipakai meski untuk sekedar duduk dan berbaring. Tetapi perbuatan petani yang bijak itu tak sia-sia. Dia tahu betul bahwa kemampuan terhebat dari tanah itu tak mungkin muncul tanpa melalui ‘goncangan penderitaan’ seperti itu.

Begitu pula, pada saat masa tanam, sang petani menyebar benih-benih padi berkualitas unggul di tanah. Benih-benih itu tenggelam di dalam tanah, bentuk dan keadaannya mirip tanah, dan warna aslinya hilang sama sekali. Tentu saja, petani yang bijak itu melemparkan begitu saja benih-benih itu di tanah, bukan karena menganggap mereka hina. Sebaliknya, ia melihat, benih-benih itu amat sangat berharga. Dia melemparkan benih-benih itu di tanah karena ia tahu bahwa kelak satu benih akan mengeluarkan seribu benih, tumbuh dan berkembang, melahirkan berkat dan manfaat bagi banyak orang.

Demikianlah, Allah terkadang melemparkan sebagian hamba-hambaNya di tanah, sehingga mereka diinjak-injak orang, dan tampak hina dalam segala hal. Tetapi pada waktunya, mereka akan bertumbuh seperti tetumbuhan warna-warni dalam bentuknya yang paling indah, dan menakjubkan orang-orang yang melihatnya.

(Malfuzat Ahmadiyyah, Hazrat Mirza Ghulam Ahmad, jilid 1, hlm. 1-2).

Yuk Bagikan Artikel Ini!

Comment here

Translate »