ArtikelHari Besar Islam

Spirit Idul Adha

Allah Ta’ala berfirman, “Katakanlah: Sesungguhnya salatku, pengorbananku, hidupku dan matiku adalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (QS Al-An’am, 6:162).

Firman Allah ini menggambarkan spirit Idul Adha yang sebenarnya, dan menuntun kita pada kehidupan yang berorientasi pada Allah SWT.

Orang beriman sejati lebih kuat cintanya kepada Allah daripada kepada yang lain-lain (2:165). Begitu besar cinta orang yang beriman kepada Allah, sehingga ia ikhlas berserah diri sepenuhnya kepada-Nya (2:112, 6:162).

Berserah diri sepenuhnya kepada Allah, yang bisa juga disebut ‘beribadah’, merupakan tujuan hidup yang paling tinggi.

Agar orang Islam selalu ingat akan tujuan hidup ini, maka padanya diajarkan supaya pada saat salat membaca salah satu doa iftitah yang di dalamnya terkandung kata-kata yang tersebut dalam ayat di atas ( innash-sholaatii wa nusukii… dst.). Selain itu, juga membaca surat Al-Fatihah yang di dalamnya terdapat pernyataan iyyaaka na’budu (kepada-Mu kami beribadah atau mengabdi).

Ada ungkapan, tak kenal maka tak sayang (cinta). Karena itu, untuk menumbuhkan rasa cinta kepada Allah, kita perlu mengenal Allah.

Dengan perantaraan para nabi dan ajaran dalam kitab suci, dengan memperhatikan berbagai makhluk di alam semesta dan merenungkannya, kita bisa mengenal keberadaan Allah dan sifat-sifat-Nya, seperti Maha Pemurah dan Pengasih, Maha Kuasa, Maha Bijaksana, Maha Adil, Maha Tahu, dsb.

Meskipun kita tidak dapat melihat Allah dengan penglihatan jasmaniah, tetapi kita dapat mengalami atau merasakan karunia yang terus menerus diberikan oleh Allah. Segala sesuatu yang kita miliki di dunia ini pada dasarnya anugerah dari Allah. Semakin sering kita menyadari hal ini, semakin bertambah cinta kita kepada Allah.

Pesan utama yang dapat kita petik dari Idul Adha, antara lain: Mengendalikan keinginan, mengendalikan pengaruh negatif materialisme, dan menjaga perdamaian.

Itulah nilai-nilai penting dan prinsip akhlak luhur, yang harus kita amalkan sepanjang waktu.

Mengendalikan keinginan

Semua manusia, baik laki-laki maupun perempuan, didorong dan digerakkan oleh keinginan mereka. Tetapi hingga mati pun manusia sulit bahkan mustahil bisa memenuhi semua keinginannya. Seperti kemustahilan orang bisa mengejar bayang-bayangnya sendiri.

Ada kesenjangan antara keinginan dengan pemenuhannya. Hal itulah yang menyebabkan frustrasi. Solusi untuk menyelamatkan manusia dari rasa kecewa dan putus asa akan hal itu adalah berusaha menjalani kehidupan berdasarkan kebutuhan, dan tidak memanjakan keinginan.

Allah Ta’ala berfirman,  “Dan Dia (Allah) telah memberikan kepadamu segala apa yang kamu mohon kepada-Nya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, kamu tak akan dapat menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu amat lalim, tak tahu terima kasih.” (QS Ibrahim, 14:34).

Firman Allah ini mengisyaratkan bahwa dunia ini diciptakan bukan untuk memenuhi semua keinginan manusia, tetapi untuk menyediakan semua kebutuhan hidup manusia. Maka manusia seharusnya berpikir sesuai dengan rencana Ilahi ini.

Alam semesta menyediakan segala sesuatu sesuai dengan kebutuhan manusia, bukan sesuai dengan kerakusan manusia. Jika kita hidup dengan sederhana dan menjalani kehidupan berdasarkan kebutuhan, maka kita akan memperoleh kebahagiaan dan kesehatan yang baik.

Dalam perjalanan hidupnya, manusia sangat kecil bagian kehidupannya pada periode pra kematian, di dunia. Bagian kehidupannya yang lebih besar akan dialami pada periode pasca kematian, di akhirat.

Periode kehidupan sebelum kematian sangat singkat. Sedangkan periode kehidupan setelah kematian kekal abadi.

Bagaimana keadaan hidup manusia pada masa pasca kematian? Sehubungan dengan kehidupan di akhirat, di surga, Allah Ta’ala berfirman, “Dan di sana kamu akan mendapat apa yang diinginkan oleh jiwa kamu, dan di sana kamu akan mendapat apa yang kamu minta.” (QS Ha Mim, 41:31).

Manusia memiliki keinginan yang tak terbatas. Sedangkan alam dunia ini terbatas, tidak mungkin memenuhi semua keinginan itu. Oleh sebab itu, Allah menyediakan alam akhirat yang tak terbatas, untuk memenuhi keinginan yang tak terbatas itu.

Dunia ini merupakan tempat ujian, termasuk ujian mengelola dan mengendalikan keinginan, terlebih keinginan rendah atau hawa nafsu. Orang yang lulus ujian Ilahi di dunia ini akan terbebas dari kekecewaan dan keputusasaan, serta akan memperoleh surga.

Mengendalikan pengaruh negatif materialisme

Materialisme adalah paham yang menganggap bahwa materi atau harta benda dan kenyamanan fisik lebih penting daripada nilai-nilai ruhani.

Orang yang mengagungkan paham ini bisa tersesat dan menyesal berkepanjangan. Sebaliknya, orang yang selalu berorientasi kepada Allah dan akhirat, menganggap harta benda dan fasilitas dunia hanya sebagai alat untuk meraih ridha Allah dan kebaikan hidup di dunia dan akhirat. Dan insya Allah, orang semacam ini akan termasuk orang yang beruntung.

Menjaga perdamaian

Ucapan Assalaamu ‘alaikum (semoga kedamaian atau keselamatan terlimpah padamu), bukan hanya ritual, melainkan doa dan harapan yang harus dikuatkan dan ditindaklanjuti dengan perbuatan nyata, antara lain berupa:

  • Praktek hidup yang penuh kasih sayang dan terbebas dari kebencian kepada sesama manusia.
  • Keinginan dan tindakan untuk bisa mewujudkan kedamaian, keamanan dan keselamatan bagi diri sendiri dan sesama manusia di sekitarnya.
  • Tekad untuk tidak akan pernah berperilaku yang mengganggu, menyusahkan dan merugikan orang lain.
  • Tekad untuk tidak akan pernah mengambil jalan kekerasan dan balas dendam terhadap orang lain.

Semoga dengan taufik dan hidayah Allah, kita mampu merealisasikan spirit Idul Adha dalam kehidupan sehari-hari. Semoga kita bisa mencapai kedekatan dengan Allah dan sesama manusia. Aamiin yaa robbal ‘aalamiin.

Penulis: Yatimin AS

Yuk Bagikan Artikel Ini!
Translate »