ArtikelKliping

Selayang Pandang GAI di Wonosobo

Kyai sabitun adalah salah satu tokoh muda yang pada tahun 1920-an diutus oleh Muhammadiyah untuk mempelajari Ahmadiyah ke Lahore, bersama enam pemuda lainnya, termasuk Jumhan, putra Pendiri Muhammadiyah, Ahmad Dahlan. Sepulang dari Lahore, Kyai Sabitun menyebarkan Islam dalam perspektif Ahmadiyah Lahore di Wonosobo

Oleh: Basyirudin | Sekretaris GAI Wonosobo

Dalam kesempatan ini saya mencoba menyampaikan permintaan teman-teman serta saudara-saudaraku tercinta bagaimana dan kapan paham Ahmadiyah Lahore merambah Kota Wonosobo, sebuah wilayah yang terletak di pegunungan nan indah serta berhawa sejuk, di hamparan lembah yang diapit gunung Sindoro dan Sumbing, serta Pegunungan Dieng yang begitu menawan bagi siapa saja yang pernah berkunjung.

Masjid Abdul Wahab

Paham Ahmadiyah Lahore di Indonesia mula-mula diperkenalkan oleh Mubaligh dari Pakistan yang terkenal bernama Mirza Wali Ahmad Baig. Mirza Wali Ahmad Baig datang di Indonesia dengan tujuan syiar Islam. Islam dalam perspektif Ahmadiyah Lahore adalah Islam yang membuahkan sikap “menjunjung tinggi agama melebihi dunia” bagi para penganutnya, dengan jalan “menegakkan Kedaulatan Allah di dalam dada manusia”. Paham ini digelorakan oleh seorang mujaddid abad XIV, Hazrat Mirza Ghulam Ahmad, yang bergelar Masih dan Mahdi.

Atas undangan kyai Sabitun, Mirza Wali Ahmad Baig datang ke Desa Tanjungsari, Binangun, Watumalang, Wonosobo. Beliau datang untuk pertama kalinya dengan menunggang kuda. Kehadirannya disambut oleh Kyai Sabitun di kediamannya, yang berada di komplek Pondok Dusun Tanjungsari.

Kyai sabitun adalah salah satu tokoh muda yang pada tahun 1920-an diutus oleh Muhammadiyah untuk mempelajari Ahmadiyah ke Lahore, bersama enam pemuda lainnya, termasuk Jumhan, putra Pendiri Muhammadiyah, Ahmad Dahlan. Sepulang dari Lahore, Kyai Sabitun menyebarkan Islam dalam perspektif Ahmadiyah Lahore di Wonosobo. Beliau tergolong salah satu Kyai yang terkenal karena kecerdasannya. Ajaran Islam yang disampaikannya dimana-mana terkenal sangat rasional sehingga menjadikan orang terkagum-kagum.

Masjid At-Taqwa, Binangun

Pada jaman penjajahan Belanda, Kyai Sabitun pernah mengadakan dialog akbar lintas agama, bertempat di Gereja Jawa Kota Wonosobo, yang dihadiri ribuan orang. Dengan kekuatan Allah, Kyai Sabitun sukses menggelar acara akbar itu dan selamat sampai acara usai. Padahal, kala itu Penjajah Belanda sangat benci terhadap pengerahan massa besar-besaran, karena dianggap sebagai gerakan yang mengancam kewibawaannya sebagai penguasa.

Para santri Kyai Sabitun di kemudian hari banyak yang menjadi tokoh yang hebat seperti Kyai Muh. Jamil dan Kyai Haji Abul Hasan. Mereka menjadi penerus misi Ahmadiyah Lahore di Wonosobo. Selain dari Wonosobo, Pondok Pesantren yang mereka kelola diikuti oleh para santri dari berbagai daerah, seperti Madiun, Purwokerto, dan Purbalingga.

Kyai Abul Hasan

Desa Binangun, yang kala itu dipimpin Kyai Muh. Jamil sebagai Lurah, pernah dijadikan markas persembunyian Pasukan Siliwangi, yang berjuang mempertahankan Kemerdekaan. Ketika keberadaan mereka tercium pasukan Belanda, akhirnya Desa Binangun dan Tanjungsari dibombardir oleh tentara Belanda. Desa dengan jumlah penduduk kurang dari seribu orang kala itu, dijatuhi lebih dari 20 bom. Desa Binangun pun luluh lantak, dan banyak rakyat yang jadi korban.

Dengan sisa-sisa kekuatan yang ada, Kyai Muh. Jamil dan KH Abul Hasan mencoba menata kembali situasi desa. Berkat pertolongan Allah SWT, kedua tokoh tersebut berhasil menata kehidupan masyarakat kembali. Mereka pun meneruskan keberadaan Pondok dengan sisa-sisa santri yang selamat dari gempuran Pasukan Udara Belanda. Akhirnya kehidupan beragama di Desa Binangun mulai terwujud kembali.

KH Abul Hasan menjadi tokoh agama yang kharismatik sampai akhir hayatnya. Beliau meninggal pada tahun 1999 karena sakit, dimakamkan di Pemakaman Umum Desa Binangun. Berkat KH Abul Hasan, Gerakan Ahmadiyah Indonesia (GAI) Wonosobo sampai sekarang masih eksis, dan masih banyak orang yang merindukan ajaran-ajaran beliau yang begitu indah. Bahkan masyarakat Wonosobo tidak asing lagi terhadap keberadaan GAI. Di Wonosobo, warga GAI bisa hidup nyaman berdampingan dengan warga masyarakat lainnya.

Demikian sekilas GAI di Wonosobo. Semoga bisa menjadi gambaran saudara-saudaraku yang mencintai hidup damai.[]

 

 

Yuk Bagikan Artikel Ini!

Comment here

Translate »