Kolom

Sahabat Karib

Marilah kita kenangkan dahulu sewaktu gandrung pada seorang gadis atau  jejaka yang sedang kita pacari. Pada waktu itu kita buta. Kita buta terhadap pesimisme, sebab hati yang bercinta membuat manusia optimis, karena segala sesuatunya sedang berjalan lancar. Kita buta terhadap takut dan susah, sebab setiap harinya cerah dan jika kita bercermin kelihatan mata bersinar.

Kita buta terhadap kelemahan-kelemahan kekasih, tidak perduli dengan sifat-sifatnya yang negatif, setiap saat kita lihat atau kita kenangkan hanya keindahan dan kebaikan kekasih. Kita buta terhadap apa saja di luar, sebab perhatian dan kenangan hanya pada kekasih. Kita buta terhadap kejenuhan rutinitas dalam kehidupan sehari-hari, sebab hati selalu bersama kekasih dalam mengerjakan apapun, sewaktu makan, sewaktu melamun, sebelum dan sesudah tidur.

Ternyata benar sekali, bahwa “cinta itu buta”. Tetapi ternyata juga, bahwa “butanya cinta itu simpatik”. Kita menjadi orang baik, optimis, mudah tersenyum, mudah memaafkan orang, mudah dimintai tolong, dan berharapan positif. Karenanya, hidup menjadi indah.

Kemudian kekasih menjadi istri atau menjadi suami. Kebahagiaan meningkat menjadi sorga. Tetapi berlangsung hanya beberapa bulan. Mata kemudian menjadi terbuka, tidak buta lagi. Dan yang tampak kemudian ialah realitas kehidupan sehari-hari dan realitas pribadi masing-masing. Mata yang terbuka sedikit-sedikit melihat kesalahan istri atau suami, tidak sabar dengan kekurangan istri atau suami.

Suami marah, jika istri segan melayani. Istri amat tersinggung jika hatinya disakiti, menganggap suami tidak mempunyai perasaan.  Maka konflik-konflik antara suami dan  istri tak dapat dihindari. Konflik di rumah tangga dapat dialami sebagai neraka bagi semuanya di rumah.Ternyata dengan segala itikad yang baik dari keduanya suami dan istri semua konflik dapat diatasi, bahkan dapat diciptakan harmoni baru yang lebih tinggi lebih indah.

Konflik adalah metode Tuhan untuk menuntun manusia kepada hubungan yang lebih akrab, lebih mesra.

Jika benar bahwa Sri Krisna dalam wayang itu Nabi, maka ajarannya mempunyai tema “harmoni karena konflik”. Semua cerita dalam wayang adalah cerita tentang konflik, antara Pandawa dan Kurawa, yang selalu diakhiri dengan terciptanya harmoni baru. Adapun tema wahyu yang diturunkan kepada Isa alaihissalam ialah “cinta kasih”.

Marilah kita belajar untuk mengamalkan kedua wahyu itu. Jika suami istri setelah sekian tahun hidup bersama sudah tuntas dalam mengalami “harmoni karena konflik”, maka tumbuhlah “cinta kasih” yang sebenarnya. Sebelum itu cintanya belum murni, sebab masih dikotori oleh egoisme masing-masing pihak. Masing-masing ingin benar sendiri.

Ingin menang sendiri itu bukan cinta. Bercinta yang murni ialah cinta antara dua orang SAHABAT KARIB.

Berbahagialah orang yang mempunyai sahabat karib. Ia tidak berharap apa-apa, inginnya memberi. Sahabat berada di hati, tetapi ia tidak mengikatnya. Dua orang sahabat karib ingin saling memberi, dengan cinta kasih ingin ikhlas saling memanjakan dan saling menyenangkan. Sangat berusaha untuk tidak saling menyinggung perasaan, tidak saling melukai hati, tidak ada pikiran untuk memanfaatkan kebaikan hati yang lain.

Kesalahan, kekurangan, kelemahan sahabat tidak ia perdulikan. Ia dapat mencurahkan isi hati pada sahabat, yang membuat hatinya menjadi ringan. Hidupnya tidak kosong, sebab ia teramat bahagia dengan sahabatnya.

Pada sahabat karib kita bukan gandrung atau kedanan, melainkan CINTA KASIH. Cinta kasih memberi rasa SALAM berupa damai dan bahagia di hati, membuat manusia menemukan SABAR DAN IKHLAS. Maka idealnya suami istri ialah hidup sebagai sahabat karib. Dan jika juga suami istri dapat menjadi sahabat karib bagi anak, maka rumah menjadi SORGA, “SWEET HOME” bagi anak yang akan terbawa seumur hidup.

Ayah mempunyai tugas khusus, yaitu CHARACTER-BUILDING bagi putra-putrinya. Anak menjadi seorang Pendawa atau seorang Kurawa atau seorang Denawa, ayah yang dimintai tanggung jawab oleh Tuhan di Akhirat kelak. Ibu adalah PEMBANGUN SORGA, maka dari itu Nabi Suci SAW mengajarkan, bahwa “Sorga terletak di telapak kaki Ibu”. Anak jika sakit menyebut “duh Biyung” , tidak pernah “duh Bapak”.

Seorang Ibu yang penuh “panelangsan” dan penuh haru, jika berbicara kata-katanya mandi, dan tangannya jika memegang mempunyai daya sembuh. Tetapi jika anak ingin jam tangan atau HP atau komputer di kemudian hari, berbaik hatinya ialah kepada Ayah.

Gandrung kepada kekasih ialah rasa di hati yang teramat mengagumkan. Maka marilah kita belajar untuk dapat “gandrung kepada yang Maha Kekasih, yaitu Tuhan”. Tuhan memberi kesempatannya, yaitu sewaktu Shalat, Istighfar dan Dikir. Tuhan mempunyai 99 Nama, salah satunya ialah AL-WALIY, yaitu sahabat untuk berlindung. Jadi Tuhan sangat berharap manusia pada waktunya untuk dapat mencapai tataran SAHABAT TUHAN.

Demikian juga para malaikat berharap ingin bersahabat dengan manusia untuk dapat berbisik “Jangan takut, jangan susah, bagimu Sorga yang telah dijanjikan, kami adalah sahabatmu di dunia dan di akhirat, apapun yang jiwamu dambakan  akan diberi” (QS 41:30,31).

Di Qur’an banyaklah ayat-ayat yang menunjukkan, bahwa Tuhan ingin sekali untuk memanjakan manusia. Doa “Robbana atina fiddunya hasanah, wafil akhirati hasanah, waqina adabannar” yang keluar dari hati sanubari insya Allah akan direalisaskan oleh Tuhan. Sudah Sunnatullah, bahwa Tuhan tidak pernah ingkar janji (QS 13:31).

Maka kita kerjakan yang PASTI benar ialah “KEMBALI KEPADA FITRAH”, sebab berarti kembali kepada aslama, kepada Islam, yaitu fitrahnya agama manusia (QS 30:30), bahkan agama seluruh semesta alam (QS 3:82), agama semua Nabi (QS 42:13, 2:136), yaitu yang telah diturunkan oleh Tuhan kepada Nabi Besar SAW.

Maka dengan bercermin kepada Muhammad SAW sebelum beliau menjadi Nabi, yang kita kerjakan ialah mendekat kepada Tuhan dan makin mendekat lagi, serta amat menjaga kesucian dalam pikir, hati, ucap dan perbuatan.

“Tuhan cinta kepada mereka yang bertaubat, yaitu kembali kepada Tuhan, dan cinta kepada mereka yang menyucikan diri” (QS 2:222). Cinta Kasih Tuhan Maha Murni, melindungi, menyayangi, menuntun, memberi keselamatan dan kesehatan, memberi kesejahteraan, memberesi segala-galanya, mengevolusi lahir batin, mengampuni dosa, yaitu cinta kasih seorang sahabat karib yang AL-WALIY.

Apa saja yang orang tua siap kerjakan kepada anaknya, demikian juga Tuhan kepada manusia, bahkan lebih. Maka seperti perlakuan orang tua kepada anak kecil, manusia berdoa agar supaya Tuhan berkenan mengembalikannya kepada FITRAH dengan manusia selalu melaksanakan ASLAMA DAN ISTIGHFAR.[]

Penulis: Mardiyono Jaya S. Marja

Yuk Bagikan Artikel Ini!

Comment here

Translate »