Artikel

Ruh Shalat

Oleh: Fathurrahman Irshad — Ternyata SHALAT bukan hanya merupakan “kewjiban” yang wajib kita kerjakan saja, melainkan merupakan “Jalinan Cinta Kasih” antar sesama manusia. Mari kita coba telaah bersama.

Sebagaimana Sabda Illahi pada Surat Adz Dzariat atau Yang Memancarkan ( 51;49 ) “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan, agar kamu suka memperhatikan”.

Sejatinya, Tuhan menciptakan ciptaannya, termasuk manusia tidak untuk menjelma sebagai makhluk individu, melainkan berpasang-pasangan atau sebagai makhluk komunal.

Di dalam kalimat “Agar kamu suka memperhatikan”, adalah agar kita dapat memaknai hubungan tersebut sehingga tercipta sebuah “relationship”, atau hubungan silaturahim yang berkwalitas, bermakna dan bernilai.

Adanya hubungan yang berkwalitas itu, bagi mereka yang memiliki kepekaan kejiwaan dan memiliki nilai-nilai moral spiritual, akan memberikan “kesan” dan akan menjadikan sebuah “kausalitas”, atau hubungan timbal balik saling pengaruh mempengaruhi antara satu sama lainnya atau bila memakai kata-kata yang enak, mungkin artinya adalah “berbalas-balasan”.

Kesegaran yang diperoleh akibat hubungan itu akan menciptakan sebuah “harapan”. Sehingga mau tak mau mereka itu akan saling “membangun” dan “memelihara” kwalitas relationshipnya.

Sampai disini, akhirnya terjadi apa yang dinamakan “ketergantungan” antara satu dengan yang lain. Didalam ketergantungan itu akan dituntut satu pembuktian yang konkret dan nyata secara amaliah. Jadi, bukan sekedar angan-angan hati saja.

Nah, bagaimana kaitannya dengan Shalat yang kita kerjakan.

Seperti kita ketahui bahwa didalam Shalat kita selalu membaca Surah Alfatihah yang dikenal sebagai Umul Qur’an atau intisari Al Qur’an atau sebagai Suratul Shalat atau surat yang harus dibaca dalam setiap Shalat.

Ada tiga hal pokok didalam Surat Alfatihah, antara lain :

  1. Tentang Ke-Esaan dan Kekuasaan Allah (ayat 1-3).
  2. Tentang hubungan manusia dengan Allah (ayat 4).
  3. Do’a atau harapan yang kita ajukan kepada Allah (ayat 5-7).

Kemudian disusul dengan bacaan atau gerakan yang lain.

Agar harapan dan keinginan kita terkabul, maka kita juga harus merealisasi keinginan Allah, yaitu menegakkan atau merealisir segala kebenaran yang menjadi inti dalam ajaran Islam. Menggerakkan dan mengarahkan kepada satu tujuan itu tidak mungkin dilakukan tanpa “daya dan petunjuk”.

“Daya dan Petunjuk” itu bisa kita dapatkan, dengan cara mempertalikan diri dengan pemilik daya dan petunjuk itu sendiri, yaitu Allah Robbul ‘Alamin. Dengan jalan antara lain ber-Takbir, ber-Tashbih dan ber-Takhmid. Karena hanya dengan daya dan petunjuk Illahi saja yang akan mengarah dan membawa kita kepada kesempurnaan dan mengakhiri tujuan kita pada Allah Robbul ‘Alamin, sebagaimana dijelaskan dalam Surat Al A’la atau Yang Maha Luhur (87;1-3) “Maha Sucikanlah nama Tuhan dikau, Yang Maha Luhur” – “Yang menciptakan lalu menyempurnakan”. – “Dan yang memberi ukuran, lalu memberi putunjuk”.

Sehingga dalam melaksanakan Shalat, kita harus dapat menempatkan “roh Shalat” itu kedalam relung hati kita. Karena “roh Shalat” inilah yang akan menggerakkan kegiatan lahir kita dalam kehidupan rutin sehari-hari.

Dan, ketika kita mengakhiri Shalat dengan mengucap “Assalamu’alaikum Warahmatullahi wabarakatuh”, atau “damailah kepadamu”, sebenarnya merupakan “isyarat” atau “sapaan” bahwa kita akan masuk dalam kehidupan komunal itu dengan “damai” yaitu berbekal roh Shalat yang baru saja kita dapatkan.

Dengan berbekal roh Shalat itu, maka pada diri kita akan memancarkan “cahaya”. Selain menerangi diri kita sendiri, cahaya yang kita pancarkan dapat menerangi atau membuat terang orang lain serta menarik perhatiannya. Inilah pengertian “cahaya dari Cahaya”.

“Damai” pada dasarnya adalah wujud “Cinta Kasih”. Dan salam “perdamaian” yang kita ucapkan pada akhir Shalat kita itu pada hakekatnya adalah isyarat akan terealisirnya roh Shalat berupa “Cinta Kasih” oleh kita. Jadi, kebaikan yang dilakukan hanya sebagai bahan pameran tanpa diiringi “Cinta Kasih” sama halnya telah melupakan arti Shalatnya. Sebagaimana disebutkan dalam Surat Al Ma’un atau Perbuatan Cinta Kasih  (107:4-7), “Maka celakalah orang yang Shalat” – “Yang mereka alpa dalam Shalat mereka” – “(Yaitu) orang yang (kebaikannya) dipamer-pamerkan” – “Dan mereka yang tak suka melakukan perbuatan cinta kasih”. Walahualam bishawab.[]

Yuk Bagikan Artikel Ini!

Comment here

Translate »