Pada mulanya, sekolah-sekolah PIRI (Perguruan Islam Republik Indonesia) ada yang mondok di gedung Sekolah Negeri, ada pula yang menyewa rumah untuk sekolahan, karena belum mempunyai gedung sendiri. Karena mengalami suka dukanya bagaimana orang mondok, maka pikiran untuk mempunyai tempat sendiri mulai timbul. Dicarinya tanah yang sekirannya bisa disewa atau dipinjam untuk mendirikan sekolah, karena untuk membelinya merasa tidak mampu.
Kita menghubungi Jawatan Agraria di Kepatihan berulang-ulang, dengan perantaraan Bapak KRT Taniprodjo. Akhirnya atas kemurahan hati Kepala Jawatan Agraria, Bp KRT Wirobumi, PIRI diberi tanah di Baciro seluas 10.540 m2, dengan hak sewa sebanyak 50% sesuai dengan surat perjanjian sewa tanah tanggal 23 Juni 1951 No. 10/1951/S, yaitu untuk kepentingan sosial mendirikan sekolah-sekolah.
Lagi-lagi tangan Ilahi kita lihat ada di atas kita menolongnya. Sejak awal mula dalam usaha kita hendak mendirikan sekolah, baik dalam mencari tempat alat-alat maupun mencari guru-guru yang mengajar, selalu kita rasakan pertolongan Allah dilimpahkan kepada PIRI.
Segala yang kita runding dan hasil yang kita hadapi, baik berupa cemohoan maupun ejekan, tidak kita rasakan dan tidak kita hiraukan, akhirnya dapat kita atasi dan berhasil dengan memuaskan. Alhamdulillah. Sungguh, Allah beserta kita.
Setelah PIRI mendapatkan tanah seluas 10.544 m2 dari Jawatan Agraria DIY dengan hak sewa, hak mana harus ditulis atas nama GAI aliran Lahore, maka mulailah kami memikirkan bagaimana PIRI bisa memulai perkembangan gedung di atas tanah itu.
Pada waktu itu beleid keuangan PIRI adalah sentralisasi. Dari seluruh sekolah-sekolah PIRI, semua uang masuk harus disetor kepada pengurus PIRI. Dan kebutuhan sekolah, misalnya gaji guru, honorarium dan biaya kantor, dikeluarkan oleh pengurus PIRI.
Kita lalu mulai mencari pemborong yang ikhlas membantu PIRI dan bonafide. Bertemulah kita dengan Sdr. R. Muh. Kasno, seorang pemborong yang bonafide, dan sosialnya besar. Maka kami serahkan pembangunan Kompleks PIRI Baciro itu kepada Sdr R. Muh. Kasno, dan diterimanya dengan segala keikhlasan hati.
Mulailah Sdr R. Muh. Kasno membuat gambar-gambar bangunan kompleks PIRI Baciro. Antara lain, sesuai dengan rencana GAI aliran Lahore, akan dibangun pondok modern di kompleks itu. Artinya, para siswa mendapat pelajaran umum seperti Sekolah Negeri, tetapi pendidikan agama lebih banyak, karena para siswa tinggal di pondok (asrama). Memang waktu itu PIRI masih menjadi bagian pendidikan dari GAI aliran Lahore.
Gambar Kompleks PIRI telah selesai dibuat, beserta rencana biayanya, dan disetujui oleh DPU setempat. Tetapi karena kita tidak mempunyai modal untuk itu, usaha kita yang pertama, akan mengajukan subsidi gedung kepada Kementerian P.P. dan K.
Permohonan itu kita siapkan. Tetapi syaratnya mengajukan subsidi gedung, di atas tanah yang akan didirikan gedung tersebut harus sudah kelihatan tersedia bahan-bahan bangunan yang diperlukan. Padahal, Pengurus PIRI belum memberikan uang sepeser pun kepada Sdr R. Muh Kasno, karena memang tidak mempunyai uang kontan. Gambaran biaya sebesar itu juga tidak mungkin bagi pengurus PIRI untuk memberikan selekasnya.

Tetapi Allah Maha Kaya. Gedung perbendaharaannya terbentang di atas langit-langit dan bumi. Jika Allah Ta’ala berkehendak memberikan pertolongan-Nya kepada hamba yang dikehendaki-Nya, bukan barang yang mustahil, dan jalannya banyak sekali.
Sambil berusaha, kita menyerahkan nasib PIRI ke hadirat Allah Ta’ala. Kita menemui Sdr. R Muh. Kasno, mengemukakan kesulitan dan kelesuan yang kita hadapi dalam mengemudikan bahtera PIRI. Kesulitan dan Kesusahan yang biasa dialami oleh setiap orang yang ingin leladi kepada agama Allah.
Rupa-rupannya Sdr R. Muh. Kasno dapat memahami dan menerima penjelasan apa adanya di dalam lingkungan PIRI. Niatnya hendak membantu PIRI diteruskan, tidak kendur. Upaya untuk mendapatkan subsidi gedung dibantu juga oleh Sdr R. Muh. Kasno, dengan membuatkan gambar-gambar yang diperlukan, setelah berhubungan dengan DPU setempat.
Tepat pada Hari Peringatan Mi’raj Nabi Muhammad saw. pada tahun 1952, Sdr R. Muh. Kasno mengadakan upacara peletakan batu pertama. Peletakan batu pertama itu dilaksanakan oleh Bapak Djojosugito, diiringi do’a yang diamini oleh segenap hadirin, guru, pegawai dan murid-murid PIRI, yang pada waktu itu ikut menyaksikannya.
Suatu hal yang sangat mengembirakan bagi Pengurus PIRI ialah, meskipun Pengurus PIRI belum menyerahkan uang sepeser pun, dan uang sejumlah itu masih belum terang, dalam arti dapatkah PIRI berhasil dalam usahanya atau tidak, tetapi Sdr. R Muh. Kasno meneruskan pembangunanya, menggali pondasi, mendatangkan batu-batu pasir, batu merah beberapa ribu, yang menyebabkan bagi kita merasa tidak sampai hati untuk membiarkannya begitu saja.
Maka dari itu, sebelum usaha kita yang besar berhasil, apa yang kita dapatkan berupa bantuan dari saudara-saudara guru/pegawai PIRI dan murid-murid PIRI, dan bantuan masyarakat pecinta PIRI, kami berikan kepada Sdr Muh Kasno. Terkadang Rp 1.000, Rp 3.000, Rp 2.000, Rp. 5.000. Terkadang pula Rp 10.000, Rp 7.000, Rp 4.000. Seberapa saja yang kita serahkan, diterimanya dengan senyum gembira.
Ketika pada tahun 1952 kita menerima subsidi gedung sebanyak Rp 50.000 untuk SGB PIRI, dengan Sp. 2-12-1252 No. 45554/Subs, terus kita serahkan seluruhnya. Pada tahun 1954 SGA PIRI menerima subsidi gedung sebanyak Rp 70.000, terus juga kita serahkan seluruhnya. Kita juga berusaha mencari bantuan ke Kementrian Sosial bagian Dana Bantuan.
Pada bulan Mei 1954, kita merima dari Yayasan Dana Bantuan Rp 50.000 kita serahkan lagi kepada Sdr. Kasno. Bulan Oktober menerima lagi dana bantuan dari Yayasan Dana Bantuan Rp 50.000, kita serahkan semuanya. Dan yang terakhir, pada tahun 1957, kita menerima dari Kementrian P.P. dan K sejumlah subsidi gedung Rp 110.000.
Setelah itu, sampai saat ini kita belum lagi menerimanya, tetapi pembangunan terus berjalan meskipun sangat lambat, sedikit demi sedikit, menurut kekuatan yang ada pada kita.
Sekarang tinggal pembangunan yang besar, yaitu pembangunan gedung bertingkat, yang rencananya terdiri dari 28 ruangan kelas. Inilah yang selalu menjadi pikiran kita, karena biayanya tentu puluhan juta rupiah. Dapatkah kita melaksanakannya?
Marilah kita tunggu sehabis peringatan seperempat abad PIRI ini, mungkin ada angin baik hasil reuni yang meniup. Mudah-mudahan!
—————————————–
Sumber Tulisan :
Buku “Peringatan Seperempat Abad Perguruan Islam Republik Indonesia (PIRI)”
Ditulis oleh:
Ibu Hj. Kustirin Djoyosugito (Ketua PIRI Yang Pertama)
Penyunting :
Asgor Ali
Comment here