ArtikelRamadhan

Puasa Sebagai Sarana Pembangunan Mental Spiritual

Dalam pembangunan fisik material, orang mudah sekali menilai hasilnya. Tetapi dalam pembangunan mental spiritual, orang sukar sekali menilai apakah berhasil atau tidak.

Memang ada beberapa undang-undang yang dapat dijadikan patokan untuk menilai hasil pembangunan mental spiritual. Misalnya undang-undang hukum pidana, undang-undang perkawinan, undang-undang perjudian, dsb. Tetapi pembangunan mental spiritual tak dapat dikata berhasil, jika mengurangnya tindak pidana itu hanya disebabkan karena ancaman hukuman.

Pembangunan manusia baru boleh dikata berhasil, apabila hilangnya atau mengurangnya tindak pidana itu disebabkan oleh kesadaran batin masing-masing warga. Oleh karena itu, dalam pembangunan mental spiritual, tak cukup hanya mengandalkan ancaman hukuman, tetapi dalam hal ini, peranan agama tak boleh diabaikan.

Ancaman hukuman tak dapat mengubah batin manusia, dan tak dapat dapat pula mengubah budi pekerti manusia. Hanya iman sajalah yang dapat mengubah batin dan budi pekerti manusia.

Misalnya larangan adu jago dan matin dadu, yang diancam dengan hukuman denda atau kurungan. Apakah dengan adanya larangan ini adu jago dan main dadu sudah habis riwayatnya? Sama sekali tidak! Paling banter hanya mengurangi. Tetapi dengan iman, perjudian dan minuman keras bisa lenyap sekaligus.

Bangsa Arab yang terkenal gemar akan perjudian dan minuman keras, setelah mereka ditanamkan iman oleh Nabi Muhammad saw., mereka membuang kegemaran mereka sekaligus, ketika diturunkan ayat yang melarang perjudian dan minuman keras.

Pada waktu ayat itu diturunkan, seorang sahabat berkeliliing kota Madinah sambil membaca ayat itu dengan suara keras. Seketika itu, guci-guci yang berisi minuman keras dituang semua, hingga lorong-lorong di kota Madinah mengalir minuman keras. Suatu kejadian yang menjadi kagumnya para ahli sejarah, baik muslim maupun non muslim.

Para ahli sejarah memperbandingkan kejadian ini dengan larangan minuman keras di Amerika Serikat, yang hingga sekarang tak berhasil dengan memuaskan, walaupun disertai dengan ancaman hukuman.

Semua ini membuktikan bahwa untuk membangun mental spiritual, tak cukup hanya dengan ancaran hukuman, tetapi harus ada paksaan dari dalam. Artinya, manusia harus dapat menaklukkan diri sendiri dan mengendalikan hawa nafsu sendiri.

Untuk itu sangat diperlukan latihan-latihan keras dan teratur. Tetapi untuk menjalankan latihan itu dengan ikhlas dan mantap, orang harus memiliki iman yang kuat.

Puasa adalah latihan keras untuk menaklukkan diri sendiri dan mengendalikan hawa nafsu.

Sebagaimana kita maklum, manusia itu mempunyai fikiran, perasaan dan kemauan (cipta, rasa, karsa). Tetapi di samping itu, manusia mempunyai keinginan kodrati (keinginan biologis yang berasal dari naluri) yang disebut nafsu, yang pada tingkatan yang lebih rendah dimiliki pula oleh binatang.

Jadi pada tingkatan permulaan manusia itu hanya memuaskan keinginan kodrat yang berupa makan, minum dan sex, seperti binatang. Dan dalam tingkatan ini, fikiran, perasan dan kemauan hanya dicurahkan untuk memuaskan keinginan kodrati itu.

Dengan demikian, walaupun sifatnya seperti binatang, tetapi tingkatannya lebih maju, lebih banyak variasinya, dan lebih modern daripada binatang. Karena manusia mempunyai cipta, rasa dan karsa.

Sebenarnya, memuaskan keinginan kodrati itu dimaksud untuk pertumbuhan jasmani dan pembiakan jenis. Untuk menumbuhkan jasmani, Allah telah menciptakan nafsu lapar dan dahaga, yang harus dipuaskan dengan makan dan minum.

Menurut Quran Suci, nafsu sex juga disebut nafsu lapar dan dahaga yag harus dipuaskan untuk membiakkan jenis.

Untuk memuaskan tiga macam nafsu ini, fikiran, perasaan dan kemauan manusia seringkali digunakan untuk perbuatan-perbuatan dosa, seperti misalnya menipu, mengambil kepunyaan orang lain, memperkosa, berbuat serong, memfitnah, mengumpat, ingkar janji, congkak, serakah, kikir, iri hati, tak adil, lalim, kejam, dsb.

Dalam hal demikian, nafsu sudah menjurus ke arah kejahatan, yang menurut istilah Qur’an Suci disebut hawa nafsu. Hawa nafsu inilah yang harus ditaklukkan dan dikendalikan.

Menurut ajaran Quran, orang tak dilarang memuaskan hawa nafsu lapar dan dahaga, asalkan halal dan diperoleh dengan jalan yang halal. Orang tak dilarang juga memuaskan nafsu seks, asalkan dikawin dengan sah. Tetapi kebanyakan manusia tak dapat menguasai hawa nafsunya, bahkan kebanyakan manusia menjadi budaknya hawa nafsu.

Memang dorongan hawa nafsu itu begitu kuat, sehingga untuk menguasai hawa nafsu itu, orang harus memiliki iman yang kuat, latihan yang keras dan teratur, berupa puasa sebulan penuh selama bulan Ramadhan.

Oleh : H. M. Bachroen | Sumber : Warta Keluarga GAI No. 46/47 | 1 Okt/Nop 1974

Yuk Bagikan Artikel Ini!

Comment here