
Lambang Gerakan Ahmadiyah Indonesia terdiri dari beberapa komponen sebagai berikut:
- Lafadz “Allah” dalam tulisan Arab.
- Lafadz “Innad-diina ‘indallaahil-Islaam” dalam tulisan Arab melengkung di atas lafadz Allah.
- Sinar cahaya yang memancar dari lafadz Allah sebanyak 28 garis, 12 garis di antaranya lebih panjang dari yang lainnya, menembus lafadz “innad-diina ‘indallaahil Islam.”

- Kitab Suci Al-Qur’an yang terbuka lebar di bawah lafadz Allah, bergaris 5 di lembaran kiri dan 5 di lembaran kanan, sehingga kesemuanya berjumlah 10 garis.
- Alas lambang atau latar belakang berbentuk lingkaran bulat hati (oval) berwarna hijau daun dan bergaris tepi berwarna kuning emas.
- Seluruh komponen, selain alas lambang atau latar belakang, berwarna kuning emas seperti warna garis tepi lingkaran.
Makna Lambang Gerakan Ahmadiyah Indonesia adalah sebagai berikut:
- Lafadz Allah menjadi perlambang bahwa pandangan hidup Gerakan Ahmadiyah Indonesia tertuju kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan demikian pula seharusnya seluruh umat manusia.
- Alam semesta ada karena Allah, Sang Rabbul ‘Aalamiin (QS 1:1), yakni Yang menciptakan makhluk lalu memelihara dan memimpinnya setapak demi setapak sehingga mencapai kesempurnaan sesuai dengan takdirnya masing-masing (QS 87:1-3). Tanpa Allah, manusia pasti binasa, dan hanya kepadaNya-lah tempat kembali segala sesuatu, termasuk manusia (QS 28:88).
- Sinar cahaya yang memancar dari lafadz Allah menjadi perlambang bahwa dari Allah-lah segala sinar terang kehidupan ruhani manusia berasal. Karena, Allah adalah cahaya di atas cahaya (QS 24:35), yang menerangi langit dan bumi.
- Lafadz “innad-diina ‘indallaahil-islaam” dinukil dari QS 3:18, artinya “sesungguhnya agama yang berasal dari Tuhan adalah Islam,” adalah gambaran keyakinan Gerakan Ahmadiyah Indonesia bahwa perwujudan sinar cahaya yang memancar dari dzat Allah itu adalah Islam (QS 9:32), sebagai agama yang sempurna (QS 5:3). Karena itu, agama selain Islam akan tersisihkan (QS 9:33), karena tertolak oleh-Nya (QS 3:84).
- Garis cahaya yang memancar dari lafadz Allah berjumlah 28 merujuk pada tahun 1928, adapun 12 garis yang lebih panjang dari yang lainnya merujuk bulan ke-12 (Desember). Sementara, 10 garis yang timbul di atas lembaran Qur’an Suci yang terbuka (5 di kiri dan 5 di kanan) merujuk pada tanggal 10. Kesemuanya melambangkan waktu dimana Gerakan Ahmadiyah Indonesia didirikan, yakni 10 Desember 1928.
- Jumlah garis cahaya di atas mengandung perlambang bahwa sinar terang Allah secara resmi memancar atau dipancarkan di bumi Indonesia sejak tahun 1928 dengan berdirinya Gerakan Ahmadiyah Indonesia.
- Kitab Suci Al-Qur’an yang terbuka lebar di bawah lafadz Allah menjadi perlambang bahwa Gerakan Ahmadiyah Indonesia berpedoman kepadanya, dan senantiasa berusaha membukanya untuk dibaca, dipahami dan dihayati isi kandungannya, sebagai sumber petunjuk bagi keselamatan kehidupan manusia sejak di dunia ini hingga akhirat nanti.
- Gerakan Ahmadiyah Indonesia meyakini Al-Qur’an sebagai kitab suci yang sempurna (QS 5:3), terjaga kemurnian dan kesuciannya (QS 15:9), tak ada ayat-ayatnya yang mansukh (QS 2:106), saling terintegrasi dan terkoneksi (QS 39:23), tak saling berlawanan (QS 4:82), dan memuat segala tauladan (QS 17:89), sehingga ia secara utuh menjadi pedoman hidup bagi umat manusia (QS 2:185).
- Latar belakang berbentuk bulat hati melambangkan sikap Gerakan Ahmadiyah Indonesia yang senantiasa mengabdi dan berserah diri sepenuh hati (aslama) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala (QS 39:11). Juga melambangkan dunia sebagai tempat dan sarana ikhtiar pengabdian sepenuhnya manusia kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala itu.
- Adapun warna hijau daun pada latar belakang itu menjadi perlambang atas kondisi keadaan ruhani para Ahli Surga yang penuh kedamaian, ketenangan, dan ketentraman (QS 13:35) sebagaimana dicita-citakan atau didambakan oleh Gerakan Ahmadiyah Indonesia.
- Warna kuning emas dari keseluruhan komponen yang ada dalam lambang Gerakan Ahmadiyah Indonesia, termasuk pada garis tepi lingkaran, menjadi perlambang tatanan ruhaniah yang diidamkan oleh Gerakan Ahmadiyah Indonesia, yang disebut jiwa yang tenang (nafsul-muthmainnah) bercirikan kejernihan, keteduhan, dan kedamaian, sehingga manusia dan Allah dalam tataran itu menjadi saling ridha-meridhai (QS 89:27-30).