Bagaimana sikap Presiden Indonesia pendiri Republik ini terhadap Muslim Ahmadi?
Presiden Soekarno, seringkali berpidato menyitir teks al-Qur’an dari tulisan Khawaja Kamal-ud-Din, (Imam Masjid Woking Shah Jehan, London [Masjid tersebut hingga 1967 dikelola baik langsung maupun tidak langsung oleh Ahmadiyah Lahore]) yang diundang H.O.S. Tjokroaminoto, untuk memberikan khutbah di Surabaya pada 1921, kemudian dibukukan dalam “Gospel of Action”, atau “Het Evangelie van den Daad” isinya menyemaikan serta menggugah rasa nasionalisme di kalangan bangsa Indonesia pada waktu itu, dengan mengutip nash/teks Firman Ilahi dari QS Ar-Rad [13]:11:
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu bangsa sehingga bangsa itu mengubah keadaannya sendiri”
Bung Karno memuji tulisan tersebut “… briliant, berfaedah sekali bagi semua orang Islam … yang telah saya dapatkan dari mereka punya tulisan2 yang rationeel, modern, broadminded dan logis itu” [Di Bawah Bendera Revolusi, 1965, him. 346].
Tampaknya Bung Karno seringkali mengikuti siraman ruhan dari Mirza Wali Ahmad Baig, mubaligh Ahmadiyah Lahore yang sering mengisi diskusi2 dalam perkumpulan Jong Islamieten Bond ataupun boleh jadi Mirza Wali Ahmad Baig sering mengirimkan buku2 Islam semasa Bung Karno dalam pembuangan tahanan kolonial.
Dalam perkumpulan2 pemuda, Soedewo dari Jong Islamieten Bond (juga De Ahmadiyah Beweging, Lahore) menyaksikan rekannya aktivis pemuda, WR Supratman (Ahmadiyah Qadiani) pada 28 Oktober 1928, tanggal bersejarah yang dikenal sebagai Hari Sumpah Pemuda, memainkan biota di muka publik peserta Kongres perkumpulan pemuda untuk pertama kalinya, menyumbangkan lagu ciptaannya sebagai bukti cinta dan khidmat kepada ibu pertiwi “Indonesia Raya”.
Pada tahun 1965 saat terjadi konflik bersenjata India-Pakistan, Bung Karno memberikan bantuan militer kepada Pakistan dengan mengirimkan kapal2 selamnya. Bantuan ini mengakibatkan AL India terkunci tidak berkutik di Selat Bengal, sehingga mengeliminir ancaman terhadap kedaulatan Pakistan dari serangan India dari arah laut.
Setelah konflik baru saja selesai, Soekarno mengunjungi Pakistan, tampak diatas ketika Presiden Soekarno disambut hangat oleh Presiden Ayub Khan dari Pakistan.
Sebelumnya, Soekarno menyampaikan permintaan kepada Pemerintah Pakistan agar beliau dapat bertemu dengan Gurunya, Mirza Wali Ahmad Baig, Mubaligh yang dekat dengan kaum intelektuil Hindia Belanda, Jong Jslamieten Bond, dan De Ahmadiyah Beweging, yang tinggal di Indonesia sejak menjadi tamu Persjarikatan Muhammadijah, Djokja 1924 hingga menutup tugasnya yang terakhir di Indonesia pada 1937.
Berupaya memenuhi permintaan Tamu Negara sahabat bangsa Pakistan, Badan lntelijen Pakistan pun bekerja keras menemukan keberadaan Mirza Wali Ahmad Baig, dan menjemput dengan jip militer serta segera membawanya ke Airport untuk dimasukan kedalam barisan tamu2 kehormatan yang akan menyambut kedatangan Bung Karno.
Dengan charming, Bung Karna menyalami pejabat2 Pakistan dan para penyambutnya, ketika bertemu dengan Mirza Wali Ahmad Baig, beliau segera mengenalinya tokoh mubaligh tua itu [yang telah meninggalkan Batavia, 18 thn lalu) yang menjadi sahabat seiman dan seperjuangan semasa hayat Tjokroaminoto [Bapak Kost dan juga mertuanya Soekarno, semasa menjadi pelajar HBS Surabaya], keduanya merupakan Guru2 Soekarno yang membuka wawasan Islam modernnya, dengan sifatnya yang spontan dan mengejutkan hadirin yang ada Bung Karno membungkuk sungkem memeluk lutut Mirza Wali Ahmad Baig.
Kejadian itu sungguh membuat surprise Presiden Ayub Khan, petinggi2 Pakistan dan juga rombongan delegasi Indonesia. Soekarno, Pemimpin Besar Revolusi, menunjukkan ekspresi Timur seorang Jawa dalam menunjukkan penghormatan yang sangat dalam kepada seseorang yang dihormati & dituakan.
Soekarno faham betul dan menghargai, peran Ahmadiyah bagi pendirian Pakistan dan juga kontribusinya bagi pergerakan nasionalisme Indonesia, diantaranya:
Di Masjid Woking “Sjah Jehan” London, di jantung ibu kota lmperium lnggris Raya, tempat berkumpulnya para mahasiswa Muslim India yang kuliah di Oxford dan Cambridge dan di kota2 lain sekitarnya, di cita2kan sebuah negeri merdeka bagi kaum Muslimin India, & nama Pakistan dipilih diantara nama2 alternatif lainnya pada thn 1932 oleh para aktivis pergerakan;
Khwaja Kamal-ud-Din, Imam Masjid Sjah Jehan, menuliskan buku2 dengan penanya menyemaikan pemikiran nasionalisme Muslim India dan menyadarkan Kolonialis lnggris akan kedudukan unik Muslim di koloninya India, seperti The House Devided: England, India and Islam; India in The Balance.
Begitu juga bagi Indonesia, ketika Khwaja diundang Tjokroaminoto, berpidato di Surabaya thn 1921 yang kemudian dibukukan dalam “Het Evangelie van den Daad” yang kemudian di terjemahkan sebagai “Rahasia Hidup” oleh Brigjen H. Muhammad Bahrun, begitu pula pada Kongres pertama Jong lslamieten Bond 1925, Yogya, paper Khwaja Kamal-ud-Din “Wereld broederschap en Islam” (World Brotherhood in Islam) dibahas peserta Kongres, dimana diantara tamu2 kehormatan yang diundang: HOS Tjokroaminoto; Agus Salim keduanya dari Sarikat Islam dan Mirza Wali Ahmad Baig dari utusan Ahmadiyya;
Dalam debat di arena lnternasional, ketika Indonesia berjuang untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan, Menlu Pakistan Muhammad Zafrullah Khan (Muslim Ahmadi) mencurahkan kepiawaian diplomatiknya sebagai pendukung yang gigih menolong perjuangan Indonesia sebagai sesama negeri Muslim di forum PBB. Sebagaimana Muhammad Ali Jinnah Quad-e-Azam, Founding Father of Pakistan; Zafrullah Khan (adalah Presiden Muslim League pada 1931) merupakan tokoh2 Muslim League semasa India di bawah Koloni lnggris, ketika Pakistan merdeka, Muhammad Ali Jinnah menjadi Gubernur Jenderal Pakistan Pertama, sedangkan Muhammad Zafrullah Khan menjadi Menlu Pertama Pakistan.
Jika nama Pakistan mengemuka dalam pertemuan2 aktivis pergerakan Muslim India di Masjid Woking Sjah Jehan; salah satu ikon Revolusi Indonesia, lagu kebangsaan “Indonesia Raya”, disumbangkan oleh Muslim Ahmadi, WR Supratman.
Tudingan yang di-ulang2 bahwa Ahmadiyah diciptakan oleh lmperialis Barat untuk melanggengkan penjajahan di dunia Islam merupakan fitnah tanpa dasar.[]
Comment here