ArtikelTokoh

Pendidikan Religiusitas dalam Pengalaman Seorang Guru Agama

anis farikhatinIbu Anis Farikhatin adalah seorang guru agama di SMA PIRI 1, Yogyakarta. Dalam satu pertemuan FKGA, beliau memaparkan pengalamannya yang unik dalam mengelola kelas. Ia menjelaskan secara panjang lebar berbagai konsep dan pemikiran dalam menjalankan tugasnya sebagai guru agama. Berikut ini resume tentang pemikiran dan pengalaman Ibu Anis.

Keberhasilan dalam menunaikan tugas sebagai Guru, pertama-tama menurut Ibu Anis sangat tergantung dari bagaimana persepsi yang bersangkutan terhadap profesi yang diembannya. Apa makna profesi itu bagi diri yang bersangkutan, akan menjadi visi yang memberi orientasi dalam dalam menghadapi berbagai tantangan. Bagi Ibu Anis, dirinya sebagai guru hanyalah diri yang kecil, namun meski kecil mempunyai kesanggupan dan kemauan untuk membuat perubahan. Guru sebagai agen perubahan, adalah yang menjadi arah gerak aktifitasnya.

Membawakan perubahan di kalangan masyarakat melalui para siswa tentu tidak semudah membalik telapak tangan. Para siswa mempunyai sejarah dan latar belakang yang menentukan karakter, perilaku bahkan kecerdasan yang seharusnya dipahami oleh para Guru. Maka aktifitas pembelajaran selalu membutuhkan perkenalan yang optimal. Tak kenal maka tak sayang. Atas dasar ini setiap penerimaan siswa baru, Ibu Anis mencari data tentang latar belakang siswa: bagaimana ia dalam keluarga, statusnya dari sisi ekonomi, sosial, dan hubungan kemasyarakatan. Kemudian di awal tahun ajaran diselenggarakan acara untuk menjalin keakraban, misalnya dengan pembuat perkemahan. Dengan keakraban yang sudah dibangun sebelumnya, ketika mulai masuk kelas sudah tidak dibutuhkan perkenalan. Keakraban dengan siswa menjadi sangat penting, karena perhatian yang diberikan kepada para siswa memberinya kekuatan dan rasa percaya diri untuk kooperatif dalam aktifitas  pembelajaran.

Awal pelajaran diisi dengan kontrak Belajar. Ibu Anis, akan menyampaikan apa yang menjadi tujuan dari mata pelajaran yang akan dibawanya, kemudian siswa diminta untuk menyampaikan apa yang menjadi harapan dalam mengikuti pelajaran ini. Kemudian Guru dan siswa mempuat kesepakatan-kesepakatan agar apa yang menjadi tujuan bersama bisa terwujud. Segala peraturan dan sanksi yang ditetapkan dalam kelas merupakan hasil kesepakatan bersama sehingga siswa maupun guru terikat secara tulus untuk memenuhinya karena ada saling pemahaman tentang perlunya aturan tersebut.

Ibu Anis mengaku banyak belajar dari Pak Sartono untuk tidak banyak bicara di kelas, namun mengubah keinginan untuk banyak bicara dengan membuat pengelolaan kelas yang efektif agar siswa aktif menggali pengalaman dan pemikirannya sendiri. Menurut Ibu Anis, dengan banyak bicara belum tentu siswa mau mendengarkan, kalaupun mau mendengarkan belum tentu memahami, kalau mau memahami belum tentu mengerti dan kalaupun mengerti belum tentu ia mau melakukan, kalau pun mau melakukan belum tentu apa yang dilakukan itu seperti yang kita maksud. Jadi menurut Ibu Anis lebih baik Guru menempatkan diri sebagai fasilitator yang mampu memicu kreatifitas dan pemikiran siswa.

Dari pengalaman  Ibu Anis tidak meudah mengubah kebiasaan siswa yang umumnya lebih memilih diam, duduk dan dengar. Ada saatnya Guru perlu mendekatkan hatinya dengan siswa-siswa mudanya, misalnya dengan humor, atau pilihan-pilihan tindakan lain yang mendekatkan jarak psikologis siswa dengan gurunya. Di sisilah Guru perlu mereformasi mentalitas yang kadangkala haus disegani dan dihormati, diubah menjadi guru yang bersahabat dengan siswa yang mau mengerti cara berfikir dan berbagai persoalan hidup yang dihadapi mereka (Listia).

Sumber : https://forumgurumerdeka.wordpress.com

Yuk Bagikan Artikel Ini!

Comment here

Translate »