Bagaimana pendapat Ahmadiyah tentang Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad saw? Berikut adalah tanya jawab perihal ini, yang dimuat di Majalah Fathi Islam, tahun 2001.
Pertanyaan
Saya beberapa kali mendiskusikan peristiwa Isra’ Mi’raj dengan sahabat saya, yang kebetulan orang Ahmadiyah. Terus terang, saya belum bisa memahami pendapat Ahmadiyah yang mengatakan bahwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad saw. terjadi secara ruhani saja.
Kesan saya, Ahmadiyah memandang peristiwa itu sebagai peristiwa yang biasa-biasa saja. Artinya, bukan peristiwa yang sangat luar biasa, seperti diyakini banyak orang.
Pertanyaan saya, benarkah pendapat Ahmadiyah seperti yang dijelaskan oleh sahabat saya itu?
Menurut keyakinan banyak orang, termasuk saya, perintah Allah tentang shalat lima waktu diterima oleh Rasulullah saw. secara langsung, tidak melalui malaikat Jibril, pada waktu Mi’raj, yang sekaligus menunjukkan bahwa Rasulullah lebih tinggi derajatnya dibanding malaikat Jibril.
Bagaimana penjelasan Ahmadiyah tentang masalah ini?
Terima kasih atas jawabannya.
Eri, Sleman
——————–
Jawaban
Sayangnya, ruangan ini sangat terbatas, tidak mungkin menyampaikan penjelasan secara panjang lebar. Kami mohon maaf jika penjelasan kami tidak lebih baik dari penjelasan sahabat anda.
Memang benar bahwa Ahmadiyah berpendapat bahwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad saw. terjadi secara ruhaniah. Tetapi tidak berarti Ahmadiyah memandang peristiwa itu sebagai peristiwa biasa-biasa saja.
Justru sebaliknya, peristiwa itu dalam pandangan kami menunjukkan keluhuran dan keagungan ruhani Nabi Muhammad saw., yang bahkan melebihi malaikat. Dan dari peristiwa itu, bisa dipetik sebuah hikmah bahwa dengan shalat yang benar, seseorang bisa mencapai keluhuran ruhani yang tiada taranya.
Itulah makanya, dalam sebuah hadits dikatakan bahwa shalat adalah mi’raj-nya orang-orang mukmin.
Esensi manusia terletak pada ruhaninya. Dan sesungguhnya, agama lebih berbicara dalam soal-soal ruhaniah, tanpa mengabaikan aspek jasmaniah. Bukankah istilah kafir, munafik, iman, taqwa, dsb., adalah persoalan ruhaniah manusia?
Rasulullah saw. menerima wahyu tentang perintah shalat sejak tahun kedua kenabian. Sejak saat itu, beliau sudah melakukan shalat.
Sehingga, dalam sebuah hadits dikatakan bahwa di Baitul Maqdis (dalam peristiwa Isra’ Mi’raj), beliau menjadi imam shalat bagi para nabi. Ini menunjukkan bahwa sebelumnya beliau sudah biasa melakukan shalat.
Jadi, kalau kami boleh menyimpulkan, Isra’ Mi’raj Nabi Suci saw. adalah buah atau hasil dari ibadah shalat yang beliau lakukan secara benar dan terus menerus. Dalam kadar yang berbeda, hal tersebut bisa dialami oleh setiap muslim.
Dan karena buah yang dipetik dari ibadah shalat itu begitu hebat, maka shalat kemudian dilembagakan sebagai salah satu bentuk ibadah yang wajib bagi setiap muslim, setelah peristiwa itu.
Manusia bisa melebihi malaikat kalau mampu mengatasi cobaan, ujian, tantangan, kesulitan dan mengendalikan hawa nafsu. Sedangkan malaikat tidak dianugerahi hal-hal seperti itu, sehingga tidak harus berjuang seperti manusia. Wajar kalau Allah kemudian memuliakan manusia melebihi malaikat, sebagai imbalan jerih payahnya.
Tetapi manusia yang gagal mengatasi semua itu, dia akan lebih rendah derajatnya dari makhluk Allah yang mana pun.
Mulyono
Sumber : Kolom Munadharah, Majalah Fathi Islam No. 2/2001 hlm. 30
Comment here