Kolom

Pencak Cimande

Kejadiannya di tahun 1930. Ada seorang anak umur 15 tahun di Purwokerto, akan sekolah di Surabaya, ikut kakak yang sudah berkeluarga.

Sebelum berangkat, Ibu berpesan: “Jauh dari rumah nanti yang prihatin dan banyak-banyaklah ingat kepada Tuhan”. Maka di rumah kakaknya, sang anak bangun setiap tengah malam, duduk di depan rumah untuk merenung-renung bagaimana itu yang namanya “ingat kepada Tuhan”.

Sampai pada suatu malam anak merasa Tuhan Maha Dekat yang teramat membahagiakan. Pada saat itu anak berdoa: “Tuhan, mohon dapat Pencak Cimande”. Kiranya obsesi anak zaman itu ialah untuk dapat berpencak Cimande. Anak zaman sekarang jika mohon pasti untuk dapat bermain Karate atau Kungfu atau Taekwondo.

Begitu “mohon dapat pencak Cimande” selesai terucapkan, mendadak sontak anak terloncat “bleber” dan berpencak seperti ada yang menggerakkan. Tubuh, kaki, tangan digerakkan oleh kekuataan ghaib. Itulah “pencak setrum”.

Anak teramat senang dengan gerakan-gerakannya yang indah, sampai akhirnya merasa cukup dan ingin berhenti. Tetapi anak amat terkejut, sebab tak dapat berhenti. Mungkin pikir Tuhan demikian: “Pencak Cimande minta-mintamu sendiri kan, maka terimalah!”

Dengan gelisah dan takut anak sambil berpencak masuk rumah, mengetok pintu kamar kakak. Kakak bangun, membuka pintu dan amat terkejut melihat sepak terjang adiknya dan menghardik: “Apa-apaan tengah malam begini”.

Sambil berpencak anak melaporkan kejadiannya, mulai dari pesan Ibunya sampai akhirnya dapat berpencak tetapi tak dapat berhenti. Kakak menghardik lagi: “Nyebutlah: Tuhan, mohon berhenti”. Anak berdoa: “Tuhan mohon berhenti”, namun harus  berulang-ulang, sampai akhirnya pencak berhenti.

Kemudian kakak masih memarahi lagi: “Sudah, tidak perlu bangun malam. Yang penting kamu sekolah. Nanti kalau sudah jadi orang, perduli kamu mau apa”.

Anak berhenti untuk bangun tengah malam, sampai suatu hari ada surat dari rumah, bahwa Ibu sedang sakit. Maka anak ingin mohon kepada Tuhan, agar Ibu sembuh. Anak sudah berpengalaman, bahwa Tuhan Maha Dekat, Maha Mendengar, Maha mengabulkan doa. Janganlah mohon sebelum ada rasa “HENING” disertai dengan rasa Tuhan Maha Dekat, barulah mohon.

Maunya anak berdoa “Tuhan, mohon Ibu sembuh”. Tetapi baru terucapkan: “Tuhan mohon ….”  mendadak sontak pencak Cimande keluar. Anak “menyebut”, Cimande berhenti. Mencoba mohon lagi, Cimande keluar lagi, “menyebut” lagi, diulang beberapa kali, mohon untuk kesembuhan Ibu selalu gagal.

Keringat dingin keluar, dan kejadiannya dilaporkan kepada kakak. Kakak memarahi lagi: “Sekarang kamu tahu hasil ulahmu. Mohon supaya Cimande dicabut kembali oleh Tuhan”. Doa tersebut tak pernah terucapkan, sebab baru berdoa “Tuhan mohon …“ Cimandenya keluar.

Baru setelah enam bulan doa “Tuhan mohon …. (apapun)” dapat terucapkan dengan lengkap, yaitu setelah doa “Cimande” yang masih bersarang di kalbu telah dihapus oleh Tuhan.

Itulah pengalaman seorang lansia berumur di atas 80 tahun sewaktu masih anak sekolah. Beliau mengakhiri ceritanya: “Sesudah pengalaman itu saya berdoa  apapun dikabulkan oleh Tuhan, bahkan Tuhan memberi lebih. Maka dari itu saya haruslah sangat berhati-hati atas apa yang saya doakan”.

Tuhan Maha Dekat, Maha Mendengar, Maha Mengabulkan Doa-doa, Maha Merespons dengan segera atas doa-doa manusia, Maha “kontan” dalam mengabulkan doa-doa. “Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa tatkala ia berdoa kepada-Ku” (QS 2:186). Juga “Dan Ia memberikan kepada kamu segala apa yang kamu mohon kepada-Nya” (QS 14:34).

Namun mohonlah dalam keadaan rasa HENING dan TUHAN MAHA DEKAT, yang dimungkinkan jika hati telah disuci bersihkan oleh ASLAMA DAN ISTIGHFAR. Yang juga teramat penting ialah Istighfar insya Allah menghapus doa-doa yang dahulu dikabulkan oleh Tuhan, tetapi yang kini tak bermanfaat lagi, bahkan menjadi penghalang untuk dapat terkabulnya doa-doa yang sekarang.

Kiranya juga teramat penting pikir, hati dan jiwa TERBUKA dengan kesiapan untuk menerima apapun dari Tuhan.[]

Penulis: Mardiyono Jaya S. Marja

Yuk Bagikan Artikel Ini!

Comment here