Warta Keluarga

Pemimpin Agama di Indonesia memutuskan untuk bekerja sama dengan Ambassadors For Peace

IslamToleran.com , Jakarta – Keputusan ini dibuat setelah mereka bertemu dengan Co Founder Ambassadors For Peace dan para wakilnya, serta wakil Media Internasional yang telah mengunjungi Indonesia, dalam rangka Rapat Kerja 2014, untuk membuka cabang di Indonesia. Pertemuan itu sendiri terselenggara sejak 26 hingga 28 September 2014 di Hotel Arya Duta, Jakarta.

Agenda itu dipimpin langsung oleh Co Founder Ambassadors For Peace, Dr. Garry Ansdell, yang mengetuai Gereja Hosana di Bellflower California. Beliau pernah menyerahkan Resolusi Ambassadors For Peace tertulis dan ditanda tangani oleh pemimpin-pemimpin terkemuka agama dan ormas di berbagai Negara, seperti : Mesir, Bahrain, Kuwait, Suriah, Maroko dan Indonesia.

Pdt. Dr. Garry Ansdell telah bergabung dengan seorang pengusaha California Selatan yaitu Bpk. Javiar Aguayo sebagai wakil ketua Ambassadors for peace. Serta wartawan Internasional Bpk. Dan Wooding sebagai wakil media di organisasi Ambassadors for peace.

“Ini adalah kesempatan besar untuk mendengarkan langsung dari para pemimpin spiritual dan cara pandang yang berbeda, tentang bagaimana mereka ingin untuk mencapai perdamaian dengan bekerja bersama kami, ” tutur Dr. Garry ansdell.

“Kami percaya bahwa kami memiliki hak untuk memeluk agama dan mazhab yang cocok dengan kita sendiri , kami percaya juga bahwa pihak yang lain mempunyai hak untuk berdialog yang tenang dan rasional bukan untuk berpura-pura untuk saling mencintai dan menghormati tanpa adanya praktek dengan baik, ” tutur Dr. Garry.
Ambassadors for peace didirikan tidak lama setelah serangan terhadap World Trade Center di New York City pada tanggal 11 September 2001, ketika didirikan oleh Bpk Ameal Haddad dan Bpk. Dr. Garry Ansdell di Bellflower California dalam menanggapi permintaan banyak intelektual yang hidup di Amerika dan merasa waktunya telah tiba bagi mereka untuk bekerja, dan ada kebutuhan mendesak untuk memulai bidang pekerjaan mengedit, diskusi, menulis dan blogging.

Sejak itu organisasi mengadakan beberapa pertemuan dengan berbagai tokoh agama dan pemimpin berbagai keyakinan dan mencoba untuk mencapai kesepakatan untuk menetapkan kebebasan hak-hak agama dan hak-hak hati nurani.

Tema utama ialah, yang menyerukan “ mempromosikan toleransi beragama dan hak untuk percaya atau tidak, kebebasan berekspresi dan hak untuk tidak dikenakan pembalasan ataupun penganiyaan. ”

“Jalan perdamian di seluruh dunia tidak akan mulai, sampai anda memberikan semua orang hak untuk agama dan ideology yang ingin merasa aman, tanpa melanggar batas. ” ujar Bpk. Dr. Garry pemimpin Ambassadors for peace.
Wakil ketua Ambassadors for peace Bpk Javiar Aguayo juga berbicara tentang hak individu untuk menentukan identitas dan takdir, dari pengalamannya dalam bisnis dan sejumlah besar beberapa karyawan di berbagai agama dapat membentuk tenun yang sangat sempurna dalam satu tempat.

“ Saya asal Inggris, lahir di Nigeria dan warganegaraan Amerika dan itu membuat saya orang yang percaya pada kebebasan dan pluralisme adalah efek positif pluralitas dan keragaman adalah symbol peradaban dan kemajuan bangsa, ” ujar Bpk Dan Wooding.wartawan dan anggota Ambassadors for peace.

Kemudian ia mulai pembicaraan mengambil lebih rinci diskusi pembicaraan hari pertama diidentifikasi sebelumnya adalah sebagai berikut : sumber masalah hasil yang mempengaruhi hasil dunia jika masalah ini berlanjut dan data yang berkaitan dengan masalah.

Bpk Ismail Alattas direktur Ambassadors for peace di Indonesia. Menganyatakan bahwa : Adanya banyak orang meyakini bahwa hanya mereka yang mempunyai kebenaran mutlak, disertai rasa percaya bahwa mereka berhak untuk mewakili tuhan. Lalu diwariskan untuk generasi mendatang merupakan sumber masalah terbesar bagi lingkungan dan mengancam ketentraman dan ketenagan.

Delegasi Gerakan Ahmadiyah Indonesia (GAI) dalam Ambassador For Peace: Sulardi Notopertomo dan Fathurrahman Irsyad (keempat dan kelima dari kiri), dan Mutohir Alabas (kedua dari kanan).

Beralih ke Bpk Faturrahman perwakilan Ahmadiyah Lahore, menjelaskan bahwa permasalahan menurutnya adalah kurangnya rasa kemanusiaan dalam hati orang fanatik dan radikal. Lalu pembicaraan beralih ke Bpk Mutahir Alabas perwakilan Ahmadiyah di Kota Kediri. Dimana beliau menyatakan masalahnya adalah kurangnya toleransi di banyak hal dan agama adalah salah satu hal tersebut.

Bpk. Sulardi dari Ahmadiyah Jakarta, menyatakan masalahnya adalah persepsi berbeda pemikiran dari satu orang ke orang lain. Dilanjuti Bpk Marah Rusli perwakilan Ahmadiyah Sukabumi bahwa keangkuhan dan kesombongan itu adalah sumber masalah.

Ibu Sri Wahyuni dari Jaringan Islam Liberal di Jakarta, “ Masalahnya terletak pada kurangnya rasa kemanusiaan yang menyatukan kita, ” tuturnya.

“ Kepemimpinan yang buruk dalam banyak pihak dan kelompok agama adalah penyebab masalah, ” ujar Bpk Muhammad Hadi perwakilan dari Syiah. Pada akhirnya Ibu Elva Farhi Qolbina mewakili masyarakat Sunni yang menjelaskan masalahnya terletak pada kenyataan bahwa kekerasan telah menjadi landasan bersama untuk menyelesaikan skor dan kurangnya berdialog.[Lala latifah]

Yuk Bagikan Artikel Ini!

Comment here

Translate »