Nabi Muhammad saw., sang penutup pintu kenabian, memberikan panduan dan petunjuk kepada kita, untuk membedakan antara Al-Masih Pertama (Nabi Isa Al-Masih) dengan Al-Masih Kedua (Al-Masih Al-Mau’ud, Al-Masih yang dijanjikan datang di akhir zaman dalam riwayat hadits).
Beliau menyatakan bahwa Al-Masih Kedua adalah seorang muslim, yang akan mengamalkan syariat Al-Quran dan mematuhi perintah Al-Quran tentang shalat dan puasa. Dia akan lahir di kalangan umat Islam, menjadi imam di antara mereka, tidak membawa agama baru, dan tidak mengklaim dirinya sebagai nabi.
Bahkan Nabi Muhammad saw. telah menyiratkan adanya perbedaan ciri-ciri fisik antara Al-Masih Pertama dengan Al-Masih Kedua. Gambaran fisik Al-Masih Pertama, sebagaimana yang terlihat oleh Nabi Muhammad saw. pada malam Mi’raj, adalah tinggi badannya sedang, warna kulitnya kemerahan, rambutnya keriting dan berdada lebar.*)
Dalam kitab kumpulan hadis yang sama, Sahih al-Bukhari, Nabi Muhammad saw. menjelaskan gambaran fisik Al-Masih Kedua. Dia berkulit coklat dan berambut lurus menjuntai ke telinganya.**)
Adakah ciri-ciri yang berbeda antara Al-Masih Pertama dan Al-Masih Kedua, yang telah disebutkan oleh Nabi Muhammad saw. itu, tidak cukup meyakinkan kita bahwa Al-Masih Kedua adalah sosok yang berbeda dengan Al-Masih Pertama?
Panggilan ‘Ibnu Maryam’ yang disematkan kepada keduanya adalah ungkapan metaforis (kiasan) semata, yang digunakan untuk menunjukkan kemiripan sifat dan kualitas spiritual di antara keduanya.
Bukankah dua orang baik yang memiliki sifat yang sama bisa dipanggil dengan sebutan yang sama? Demikian halnya juga, jika ada dua orang jahat yang memiliki sifat yang sama dalam kejahatannya, maka keduanya dapat diberi julukan yang sama.
Kaum muslimin juga memberi nama anak-anak mereka dengan Ahmad, Musa, Isa, Sulaiman, Daud, dsb. dengan harapan agar anak-anak mereka itu menerima berkah dari nama-nama itu. Mereka melakukannya dengan tujuan agar supaya anak-anak itu bisa mewarisi dan mewujudkan sifat dan kualitas ruhani orang yang namanya mereka sandang itu dengan sempurna. Sehingga seolah-olah sifat dan penampilan mereka diharapkan persis sama seperti sifat dan penampilan orang-orang mulia itu.
Ada yang mempersoalkan, jika Al-Masih Pertama adalah seorang nabi, maka Al-Masih kedua juga harus seorang nabi. Jawabnya adalah pertama, Nabi Muhammad saw., pemandu dan pemimpin kita, tidak menetapkan syarat bahwa Al-Masih Kedua akan juga menjadi nabi. Sebaliknya, secara terang jelas beliau katakan bahwa Al-Masih Kedua itu adalah seorang muslim.
Karena itu, sebagaimana muslim lainnya, dia akan mematuhi syariat Al-Quran. Dia tidak akan mengklaim apapun, selain menjadi seorang muslim dan pemimpin ruhani (imam) dari kalangan umat Islam.
Di samping itu, tanpa ragu aku nyatakan bahwa diriku yang lemah ini diutus oleh Allah hanya semata-mata sebagai muhaddats bagi umat ini, bukan yang lain.
Sentuhan Rohani oleh Hazrat Mirza Ghulam Ahmad | Diterjemahkan oleh Yatimin AS dari buku Tauzih-i Maram, hlm. 8-9.
Notes
*) Rasulullah saw. bersabda, “Aku melihat Musa, Isa, dan Ibrahim (pada malam mi’raj). Isa berkulit kemerahan, berambut keriting, dan berdada lebar.” (Sahih al-Bukhari 3438, bab 60, hadits no. 109).
**) Rasulullah saw. bersabda, “Saat tidur di dekat Ka’bah tadi malam, aku melihat dalam mimpiku seorang laki-laki dengan warna kulit coklat terbaik di antara warna coklat yang bisa dilihat, dan rambutnya panjang hingga menyentuh di antara bahunya. Rambutnya lurus, air menetes dari kepalanya, dan dia meletakkan tangannya di atas bahu dua orang laki-laki ketika mengelilingi Ka’bah. Aku bertanya, ‘Siapakah ini?’ Mereka menjawab, ‘Ini Al-Masih Ibnu Maryam.’ Di belakangnya, aku melihat ada seorang laki-laki yang memiliki rambut sangat keriting dan buta mata kanannya, penampilannya mirip Ibn Qatan (seorang kafir). Dia meletakkan tangannya di bahu seseorang saat melakukan tawaf di sekeliling Ka’bah. Aku bertanya, ‘Siapakah ini?’ Mereka menjawab, ‘Almasihud Dajjal’.” (Sahih al-Bukhari 3439, 3440, bab 60, hadis no. 110).
Comment here