Kolom

Nasib Yang Baik

Dalam kehidupan sekarang ini kita harus siap dan ikhlas untuk setiap saat mengatasi cobaan Tuhan, diturunkan sebagai tuntunan agar supaya kita mau berubah sikap dan perilaku atau oleh sebab kesalahan yang telah kita perbuat, semua itu demi agar supaya kita dapat mengalami evolusi lahir batin yang pasti dan meyakinkan menuju pada kesempurnaan, “Ihdinas sirothol mustaqim” (tuntunlah kami di jalan yang benar), maka kita dambakan jalan yang benar, yaitu jalan yang pasti dan meyakinkan tersebut, dengan dijamin ada tuntunan langsung dari Tuhan. Jalan lain tidak menjamin bakal sampai pada kesempurnaan dan tanpa tuntunan Tuhan tidak bakal berhasil.

Kesempurnaan bagi banyak sakali orang Islam identik dengan sebaik-baiknya nasib. Dan nasib manusia berada di tangannya sendiri, sebagaimana ayat “Sungguh Tuhan tidak mengubah nasib suatu kaum sampai mereka mengubah diri” (Qur’an, 13:11). Ayat ini menjamin, bahwa Tuhan bakal memberi nasib yang sebaik-baiknya sebagaimana yang kita idam-idamkan, asal manusianya sudah berubah yang layak.

Banyak orang mengharapkan nasib yang baik meliputi kesejahteraan, kesehatan, keselamatan, kebahagiaan, sukses dalam bisnis atau karir dan lain-lain serupa itu yang sifatnya lahiriah. Maka jika manusia harus berubah untuk memperbaiki nasib, maka yang harus berubah sifatnya BATINIAH. Nasib yang bersifat rohaniah haruslah juga diawali dengan manusia berubah batiniah.

Batin manusia meliputi pikir dan hatinya. Pikir dapat berubah setiap saat, namun ada pikir yang sudah stabil menguasai seseorang , sehingga sudah terekam dalam-dalam di lubuk hati dan akhirnya menjadi sikap batin, watak dan keyakinan. Pikiran demikian inilah – yang positip maupun yang negatip – yang nantinya bakal menentukan nasib manusia, yaitu dapat membuatnya sehat, selamat, sejahtera, bahagia atau malahan sebaliknya. Maka “berhati-hatilah dalam berpikir”, harus kita waspadai setiap saat. Pikiran dengan meyakinkan membangun penampilan dan perbawa serta perilaku seseorang. Karena pikiranlah manusia dapat mengalami peremajaan jasmani maupun rohani yang mengagumkan. Keajaiban, “mujizat” yang dapat diturunkan oleh Tuhan adalah karena keadaan alam pikiran manusia. Itu semua harus digarisbawahi sebagai manifestasi “Tuhan tidak mengubah nasib, sebelum manusianya berubah”. Tuhan Maha Besar, Maha Agung, maka untuk itu semua kita bertakbir.

Pertama-tama yang kita harus benahi ialah membuang pikiran-pikiran negatip. Depresi, bimbang, ragu, dengki, prasangka buruk, keluh kesah, menunda-nunda apa saja yang dapat dikerjakan sekarang, takut gagal, takut sakit, takut tidak mampu dan lain-lain pikiran negatip haruslah benar-benar berhenti untuk dipikir. Begitu muncul pikiran negatip, segera kita ISTIGHFAR. Sebab nasib yang dipertaruhkan. Kita ganti dengan berpikir positip, yaitu optimis, ingin sehat, harapan nasib baik, sukses usaha, prihatin, keluarga bahagia, anak-anak menjadi orang yang beribadah dengan baik dan sukses di kemudian hari, yakin bahwa Tuhan Maha Penuntun, Maha Pemberi jalan keluar, ingin dekat pada Tuhan, “pasrah yang mbabarpisani” pada Tuhan. Atau kita jangan berpikir sama sekali, tetapi “kekosongan” batin kita isi dengan Istighfar. Istighfar sangat membantu untuk mengganti pikiran negatip menjadi positip, asal betul-betul diniati. Dan yang penting sakali : Istighfar membersihkan hati dari rekaman-rekaman oleh pikiran negatip. Ini dapat berlangsung berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Tetapi jika sudah benar-benar TAUBAT, insya Allah dapat segera lenyap, sebab Tuhan menjamin, bahwa “yang haqq bakal menggantikan yang batil” (Qur’an, 17”18), termasuk pikiran, sikap dan perilaku.

Sudah fitrah bagi manusia, bahwa hati sanubari “melahap” pikiran-pikiran yang positip. Maka dari itu “ingat pada Tuhan membuat hati tentram” (Qur’an, 13:28). Manusia dibuat segar bugar oleh pikiran yang positip, dibuat berasa nyaman, menghilangkan rasa takut dan susah, menyelamatkan manuusia dari stres dan frustasi. Pikiran posistip memberi rasa hidup baru, membuat apapun yang dikerjakan menjadi ringan dan menyenangkan. Pikiran positip memacu untuk berbuat positip, yaitu “ndilalah” dapat menempuh jalan yang mudah menuju pada kesejahteraaan dan kebahagiaan serta apapun yang kita idam-idamkan.

Pikiran positip sangat menghemat energi. Sepertinya segala sesuatunya dapat berjalan dengan sendirinya, membuat manusia produktip dan kreatip dalam aktivitasnya. Pikiran positip membantu pencernaan makanan dan peredaran darah serta pengeluaran hormon-hormon menjadi lancar,  membuat badan tegar, sehat dan awet muda. Pikiran positip menghimpun “tenaga dalam” yang bakal tampak lahiriah pada penampilan, perbawa, jasmani dan perilaku manusia.

Pikiran – yang positip maupun yang negatip – direkam di lubuk hati dan diprogram  serta diproses secara ghaib menjadi kenyataan pada waktunya. Aktivitas di alam ghaib berlangsung siang malam, menyediakan energi yang tak terbatas untuk merealisasi apapun yang telah direkam di lubuk hati. Maka dari itu biarlah alam ghaib membabat bersih rekaman di lubuk hati oleh pikiran negatip yang sudah-sudah. Maka kita manfaatkan energi alam ghaib yang tak terbatas ini untuk berbenah diri lahir batin dengan “salat, amal, mencari komunikasi dengan Tuhan dengan banyak-banyak istighfar dan dikir, serta yakin pada yang bakal datang” (Qur’an, 2:3,4).

“La khaula wa la kuwata ilabillah”, yaitu Tuhan berada “dibelakang” semua perubahan yang dialami manusia lahir batin. Maka kita buat planning dengan punya tujuan apapun, asal tidak menyalahi Qur’an dan Sunnah Nabi. Tujuan tersebut yang jelas serta dapat diuraikan juga dengan  jelas, sebab akan direkam di lubuk hati. Kemudian kita percaya dan yakin, bahwa tujuan secara ghaib bakal digarap untuk manifestasinya. “Tuhan sedang mengubah nasib”, maka kita waspada terhadap tuntunan Tuhan dengan munculnya ide-ide untuk melangkah mencapai tujuan, berupa bisikan hati, ilham, sugesti oleh sesama manusia atau dari bacaan atau tayangan TV. Kemudian kita berbuat menurut tuntunan ide-ide itu. Gagal bukan alasan untuk berhenti, melainkan kita perbaiki dengan  berubah persepsi atau rencana atau jalan pikiran, juga sikap batin. Sekali lagi kita tidak tingggal diam, sebab “Tuhan sedang mengubah nasib”, karena manusianya sudah berniat untuk berubah, yaitu pikiran, sikap batin, perilaku.

Percaya dan yakin sukses harus digaris bawahi, jangan ada kontaminasi ragu, bimbang, khawatir, sebab bakal mendatangkan kegagalan. Dan semoga sukses adalah hasil percaya bakal sukses, sehingga manusia makin yakin, bahwa sukses-sukses bakal susul-menyusul. Sebab tujuan dapat berantai, satu tujuan tercapai disusul dengan tujuan lain. Umpama lulus SD ke SLTP, lulus lagi SMU, dilanjutkan ke Perguruan Tinggi, lulus menjadi sarjana, mendapat pekerjaan atau berbisnis, menikah, naik haji dan seterusnya, mungkin dengan tujuan akhir “keluarga sakinah” atau anak-anak “mentas” semuanya dengan baik.

Tujuan akhir dalam kehidupan sekarang ini tergantung pada manusianya. Adapun Islam mengajarkan tujuan akhir adalah TUHAN. “Hai manusia, kamu harus berusaha sekuat tenaga mencari Tuhanmu sampai kamu menjumpai-NYA” (Qur’an, 84:6), yaitu LIQO ULLOH, yang adalah derajat manusia tertinggi sebagai Khalifatullah. Maka pada saatnya manusia akan mulai melangkah untuk mancari Tuhan. Tetapi mungkin kita tidak tahu sama sekali bagaimana harus melangkah. Padahal melangkah itu harus.

Anak mulai dari bayi tanpa disuruh belajar untuk memegang benda, berkali-kali gagal sampai akhirnya berhasil, sesudah itu menelungkup, “ngongkok” sampai merangkak,  akhirnya dapat berjalan. Demikian juga dengan berbicara, dimulai dengan “a” menjadi “ma” dan “ pa”, akhirnya dapat berbicara lancar. Dari awal sampai akhir tanpa putus asa dan tanpa disuruh selalu berbuat secara mandiri dan alamiah dengan berkali-kali gagal, tetapi jalan terus sampai akhirnya trampil macam-macam. Orang tua membantu dan memberi semangat sebaiknya sekedar saja, agar supaya segala sesuatunya berjalan secara alamiah. Perlu digarisbawahi : Tidak henti-hentinya ingin maju dan berkembang, bahkan ingin mencapai kesempurnaan lahir batin adalah sudah fitrohnya manusia, mulai dari bayi dan insya Allah sampai akhir hayat.

Sudah punya tujuan, maka yang penting kemudian ialah melangkah, jika perlu melangkahnya asal. Dapat saja ada kegagalan, tetapi tidak putus asa, jalan terus sampai akhirnya datang nasib yang diidam-idamkan. Ingat sang anak, mulai dari bayi, tidak berhenti untuk kreatip dan meningkat terus, menjadi trampil macam-macam, dengan tidak ada rasa takut dan putus asa, gagal boleh, tetapi usaha terus. Mental dan “action” yang fitroh demikian itulah yang harus dibinakan oleh orang tua pada anak dalam pertumbuhannya menjadi dewasa.

Demikian juga dengan tujuan akhir LIQO ULLOH. Boleh saja belum tahu jalan,  tetapi melangkah itu harus. Adapun langkah pertama ialah menjadi seperti anak kecil lagi, yaitu “Kembali pada fitroh”,  kembali bersih lahir batin, pikir bersih, hati bersih. Insya Allah Tuhan bakal menggoreskan IMAN di lubuk hati yang sudah bersih (Qur’an, 58:22 dan 49:7). Kemudian kita konsekwen dalam “berkiblat pada Tuhan dan yakin bahwa Tuhan bakal menuntun di jalan yang benar yang menuju pada Tuhan””(Qur’an, 4:175). Maka “Cepat-cepatlah mohon diampuni oleh Tuhan” (Qur’an, 3:132), sehingga jangan ditunda-tunda untuk menjalankan ISTIGHFAR YANG DAWAM. Kemudian terserah kita untuk melangkah ibadah seperti apa menurut selera asal mengikuti Qur’an dan Sunnah Rasul. Melangkah itu harus. Macet, lamban boleh, asal jangan putus asa, jangan ragu, jangan bimbang. Yang boleh ada hanyalah percaya dan yakin serta jalan terus.

Ternyata “mencari Tuhan” memang haruslah dengan sekuat tenaga (Qur’an, 84:6). Itulah sebabnya pembersihan lahir batin untuk dapat “kembali pada fitroh” haruslah dikerjakan dengan JIHAD AKBAR. Kesalahan yang sudah-sudah berupa pendirian, pendapat, kepercayaan, sikap batin, apalagi dosa-dosa, bakal menghambat evolusi manusia, sebab “sudah melekat di hati seperti karat”  (Qur’an, 83:14). Namun Tuhan Yang Maha Pengampun akan membuat terkupasnya  karat-karat di hati serta larutnya kotoran-kotoran yang sudah menjadi darah dan daging, semuanya menjadi “limbah” yang bakal lenyap tak berbekas oleh ISTIGHFAR YANG DAWAM.

“Anak dilahirkan fitroh Islam” (Bukhori, 23:80, 93). Maka kita tiru anak kecil pasrah serta percayanya kepada orang tua. “Ada orang tua, bereslah semuanya”. Demikian juga kita terhadap Tuhan dalam beraslama dan beriman. “Ada Tuhan, bereslah”. “Ada Tuhan, mengapa takut, mengapa susah”. Segala sesuatunya sudah digarap dan diberesi di alam ghaib dengan hasil yang meyakinkan. Maka dari itu manusia percaya pada yang GHAIB, berarti sudah harus TAQWA (Qur’an, 2:2,3).

Taqwa menjamin adanya tuntunan Tuhan menuju kepada keberhasilan (Qur’an, 2:5). Taqwa membuat manusia “dapat bertahan diri untuk tidak berbuat salah dan dosa dengan Tuhan sebagai perisainya”. Maka kita hindari perbuatan yang tak berguna (Qur’an, 23:3) dalam berpikir, berbicara, memandang, mendengar, berangan-angan, bepergian, berencana, juga dalam makan dan minum. Semua yang tak berguna adalah pemborosan energi, termasuk juga ragu, bimbang, khawatir dan susahlah jika akhirnya telah menjadi darah dan daging. Maka dari itu kita mohon pada Tuhan untuk setiap saat dibersihkan dan dilindungi terhadap berbuat salah dan dosa. Itulah maknanya ISTIGHFAR YANG DAWAM.

Ada jaminan Tuhan: “Maka barangsiapa yang iman pada Allah dan berpegang teguh pada-NYA, IA akan memberinya rahmat dan anugerah dan akan menuntunnya di jalan yang benar menuju pada-NYA” (Qur’an, 4:175). Jadi manusia tinggal percaya saja pada Tuhan dan jangan menoleh ke kanan dan ke kiri, melainkan pandang terus lurus ke depan berkiblat Tuhan,   acuh pada “harta, tahta, wanita” yaitu tidak perduli dengan keduniaan dan kedudukan serta tidak membuat persoalan tentang sex. Kemudian yakinlah, bahwa Tuhan sendiri yang bakal menuntun kepada LIQO ULLOH.

Mencari untuk LIQO ULLOH telah diteladani oleh Nabi Besar saw dapat menuntun kepada sukses yang tak ada taranya di dunia ini, yaitu kejayaan Islam yang Rahmatan lil “alamin. LIQO ULLOH telah diayatkan oleh Tuhan (Qur’an, 84:6), sehingga sudah fitroh bagi manusia, bahwa lahir batin ia dibentuk untuk manunggal dengan Tuhan. Tinggal manusianya masih tetap menunda-nunda ataukah ingin segera melangkah untuk mendekat pada Tuhan dan makin mendekat lagi. Insya Allah benar, bahwa mencari Tuhan akan mendapat dua, yaitu sebaik-baiknya nasib di dunia ini dan di akhirat nanti, sehingga terselamatkan dari panasnya api neraka. Maka insya Allah doa “Robbana atina fiddunya hasanah wa fil akhiroti hasanah wa qina adabannar” telah digoreskan dalam-dalam di lubuk hati. Tinggal kita percaya dan yakin akan realisiasinya berupa menempuh kehidupan sekarang ini yang bebas dari takut dan susah serta tidak asing dengan “kabar-kabar baik” yang semua itu adalah janji Tuhan sebagai kemenangan yang besar bagi manusia dalam ber-Jihad Akbar di dunia ini dan di akhirat nanti (Qur’an, 10:62-64).[]

 

Penulis: Mardiyono Jaya S. Marja

Yuk Bagikan Artikel Ini!

Comment here