Mukjizat adalah perbuatan atau kejadian ajaib, yang terjadi lepas dari rencana dan tadbir nyata manusia, (yang terjadi semata-mata karena kehendak Allah Ta’ala).
Dari antara berbagai mukjizat, ada mukjizat yang terjadi dalam perbuatan, yang orang lain juga melakukannya. Tetapi seorang nabi memperlihatkan perbuatan itu lepas dari rencana dan tabirnya, maka hal itu disebut mukjizat. Apakah sebelum Nabi Muhammad saw., orang-orang tidak membaca syair? Tentu mereka membacanya. Tetapi kalam (bersyair) yang Nabi Muhammad saw. sajikan dengan fasih itu bukanlah hasil ciptaan manusia, melainkan itu dari wahyu Ilahi, maka hal itu sebagai mukjizat. Beliau tidak menempuh pendidikan sebelumnya. Karena itu, beliau bisa menyampaikan kalam itu tanpa usaha insani.
Begitu pula mukjizat Nabi Daud as., dapat melunakkan besi (34:10). Dalam jejadian itu tidak ada sarana atau penyebab seperti biasa. Kemungkinan ada juga pengertian lain, besi bisa berarti kesulitan. Nabi Daud as. dapat melunakkan besi bearti seolah-olah setiap macam kesulitan menjadi mudah untuk Nabi Daud as. Tetapi bagaimanapun kami juga tidak menolak bila “dapat melunakkan besi” itu difahami sebagai mukjizat sebenarnya. Karena jika manusia tidak beriman dan yakin pada kekuasaan Allah Ta’ala, lalu apa yang diyakini terhadap Allah?
Kami tidak bisa meyakini sebagai mukjizat sesuatu yang bertentangan dengan hukum Allah (sunatullah) yang dijelaskan dalam Quran Syarif. Misalnya, kami menolak keyakinan bahwa ada manusia atau nabi yang bisa menghidupkan orang mati secara hakiki (secara jasmaniah). Penolakan ini berdasarkan firman Allah dalam Quran Syarif:
“Allah mengambil nyawa (manusia) pada waktu matinya, dan yang tidak mati pada waktu tidurnya. Lalu Dia menahan nyawa yang Dia putuskan mati dan mengirim kembali yang lain sampai waktu yang ditentukan.” (Az Zumar, 39:42).
Kami juga tidak bisa meyakini bahwa Allah menciptakan Tuhan lain seperti Dia. Karena hal ini bertentangan dengan tauhid.
Atau mungkin ada yang mengatakan bahwa mengapa Dia tidak bisa bunuh diri? Karena perbuatan itu bertentangan dengan sifat-Nya Hayyu Qoyyuum (Yang Hidup, Yang maujud sendiri).
Demikian pula, seandainya ada orang yang menyatakan bahwa dunia ini abadi, dan di dunia ini adanya surga dan neraka; kami tidak bisa mempercayainya. Karena hal ini bertentangan dengan sifat-Nya Maaliki yaumiddiin (Yang memiliki Hari Pembalasan).
Begitu juga kami sama sekali tidak bisa meyakini bahwa ada manusia yang bisa naik ke langit dengan unsur jasmaninya. Karena ketika orang-orang kafir berkata kepada Nabi Muhammad saw. agar beliau menunjukkan diri naik di langit, beliau menjawab, “Maha Suci Tuhanku! Bukankah aku ini hanya manusia (biasa) yang menjadi rasul?” (17:93).
Begitu juga seandainya orang yang mati hakiki bisa datang kembali di dunia ini, tentu Allah Ta’ala menjelaskannya dalam Quran Syarif dan ada bab tentang itu dalam fikih.
Singkatnya, hal-hal yang bertentangan dengan hukum Allah yang dijelaskan dalam Quran Syarif, kami sama sekali tidak bisa menerimanya.
(HM Ghulam Ahmad, disarikan dari Malfuzat Ahmadiyyah, jld. 6, hlm. 405-407).
Comment here