Mukjizat Quran Karim merupakan tanda (bukti) abadi, yang berlaku sepanjang masa. Tidak ada mukjizat para nabi lainnya seperti itu. Hal ini menjadi tanda bahwa Nabi Muhammad saw. (penerima Al-Quran) sebagai nabi terakhir.
Meski sudah begitu lama waktu berlalu, bila orang memperhatikan Quran Syarif, dia akan melihat bahwa sekarang pun mukjizat kalam Allah itu tetap ada seperti sebelumnya.
Jika seandainya tongkat Nabi Musa as. juga menjadi mukjizat yang abadi, mungkin ia hingga hari ini terjaga dalam suatu peti, dan kaum Yahudi mengundang orang-orang untuk mengunjungi, menyaksikannya, dan mengatakan bahwa itu tongkat Musa as. yang bisa menjadi ular dan sekarang pun bisa menjadi ular. Tetapi faktanya sekarang ia tidak tampak lagi.
Demikian pula, Isa Almasih as. yang dapat membuat sehat kembali orang sakit. Sekarang kaum Kristiani mungkin akan bersedih hati dan mengatakan bahwa alangkah baiknya seandainya Yesus membuat dan mewariskan buku yang dengan pengaruh mukjizatnya orang sakit di setiap waktu bisa tersembuhkan. Namun kini mukjizat para nabi masa lalu hanya tinggal kisah belaka.
Khusus Quran Syarif, ia adalah mukjizat Nabi Muhammad saw. yang senantiasa menampakkan dan akan terus menampakkan pengaruhnya di setiap waktu.
Semua tanda (bukti) yang lain akan menghilang setelah sekian lama berlalu. Tetapi tanda (bukti) kefasihan dan keindahan Kalam Allah atau Quran Karim akan selalu tetap bertahan selama-lamanya. Generasi yang akan datang juga akan bisa mengambil manfaat dari mukjizat Al-Quran sampai Kiamat. Begitu juga, pada waktu ini Allah Ta’ala telah memberikan berkah dari mukjizat Quran Karim kepadaku.
Pada masa yang akan datang, ketika orang-orang mengetahui bahwa tidak ada orang yang mampu mumbuat tandingan kefasihan dan keindahan bahasa Quran Karim, meski sudah ditetapkan hadiah yang begitu besar untuk itu, maka akan tampak betapa agungnya Quran itu. Sehingga ada dua hal yang mungkin terjadi, orang akan terpaksa mengagumi dan memuji Quran, atau orang akan menerima dan meyakininya sebagai mukjizat.
(HM Ghulam Ahmad, disarikan dari Malfuzat Ahmadiyyah, jld. 7, hlm. 477, 481-482).
Comment here