Nabi Musa dibesarkan dalam lingkungan yang penuh kekayaan dan kebudayaan yang megah. Nabi Isa dilahirkan di tengah bangsa yang juga memiliki kebudayaan yang tinggi. Tetapi Nabi Muhammad saw. dibangkitkan di tengah-tengah masyarakat yang diselimuti oleh kebodohan. Beliau ditugasi untuk mengajarkan Kitab dan Hikmah, membacakan ayat-ayat Allah, kepada bangsa yang tenggelam dalam kebiadaban dan kemerosotan akhlak.
Allah Ta’ala berfirman, “Dia ialah Yang membangkitkan di kalangan orang-orang ummi seorang utusan di antara mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayatnya, dan menyucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah, walaupun sebelum itu mereka beada dalam kesesatan yang nyata.” (QS 62:2)
Tugas seorang nabi amatlah berat. Ia dibangkitkan di tengah-tengah keluarga dan kaumnya sendiri. Ia mencari pengikut di antara mereka yang betul-betul mengenal tingkah lakunya sejak kanak-kanak. Mereka tahu benar akan cara-cara hidupnya sampai garis yang sekecil-kecilnya. Tak jarang mereka jugalah yang merintangi usaha, serta menghambat tercapainya kesuksesan dan keberhasilan sang nabi.
Bahkan seorang seperti Yesus pun, sekedar untuk memperoleh kepercayaan dari keluarganya sendiri saja, ia tak berhasil. Sebagaimana diisyaratkan, “Maka mereka menaruh syak wasangka kepadanya. Tetapi kata Yesus kepada mereka: Seorang nabi bukannya tiada berhormat, kecuali di dalam negerinya, dan di dalam rumahnya sendiri.” (Matius 13:57)
Demikian juga halnya dengan Nabi Muhammad saw., seorang anak yatim penggembala kambing yang buta huruf, disuruh maju ke depan mengusung misi kenabian, menghadapi kelompok manusia yang bertabiat sama seperti umat para nabi sebelumnya. Tetapi beliau mencapai kemenangan gilang gemilang. Kesuksesan yang tak pernah dicapai oleh seorang pun di antara para nabi sebelumnya.
Menyaksikan Buah dari Jerih Payahnya
Adalah mudah untuk membuat rencana yang baik dan luas ruang lingkupnya, tetapi yang sukar ialah melaksanakannya. Nabi Musa, Nabi Isa, dan banyak nabi lainnya, tak dapat menyaksikan buah dari misi dakwah mereka. Dan kalau pun beberapa di antara mereka memperoleh pengikut, mereka tak mampu meniupkan iman yang mendalam di jiwa para pengikutnya. Bahkan ada seorang di antara mereka yang benar-benar tawar hatinya, sehingga ia mengira bahwa Tuhan telah meninggalkannya.
Kaum Bani Israil, yang bisa terlepas dari perbudakan Fir’aun berkat bantuan Nabi Musa a.s., berulang kali membandel dan tak menaati perintah sang nabi. Seperti halnya juga dengan Petrus dan murid-murid Yesus lainnya, yang meninggalkan gurunya justru pada saat-saat yang amat kritis.
Akan tetapi tidak demikian halnya dengan Rasulullah Muhammad saw. Selama berdakwah di Mekah beliau memang tak henti-hentinya diolok, dihina, dianiaya, dilempari batu dan kotoran, dikejar-kejar, dijadikan buronan, bahkan diusir dari kota kelahirannya. Tetapi dalam jangka waktu yang relatif singkat, sesudah hijrah ke Madinah, beliau mendulang kesuksesan, karena telah dapat mengangkat umatnya dari jurang kemerosotan akhlak ke tingkat ketinggian rohani yang tak ada taranya dalam sejarah pembangunan umat.
Bahkan, baru di tahun ke-5 Bi’tsah, perubahan yang menakjubkan telah mampu memberikan pengaruh kepada para pengikut beliau. Inin tersimpul dalam kata-kata yang diucapkan oleh Sahabat Ja’far, pemimpin kaum muslimin yang mengungsi ke Abisenia, pada waktu beliau berdialog dengan Raja Kristen dari negara itu.
Dalam dialognya, Ja’far berkata, “Wahai Raja, dahulu kami adalah orang-orang yang bodoh dan menyembah berhala. Kami terbiasa makan bangkai dan menjalankan segala perbuatan tercela. Kami tak memenuhi kewajiban kami terhadap sanak keluarga dan suka berlaku sewenang-wenang terhadap tetangga. Yang kuat di antara kami hidup makmur atas pengorbanan si lemah.
Hingga akhirnya, Allah mengutus seorang Nabi untuk memperbaiki kelakuan kami. Kami semua mengenal silsilah Sang Nabi, menyaksikan ketulusan, kejujuran dan kesahihannya.
Dialah yang mengajak kami untuk mengabdi kepada Allah, dan menasehati kami agar supaya berhenti menyembah arca dan berhala. Ia mengajari kami supaya berkata benar, memenuhi janji dan amanat, menghormati sanak keluarga, dan berbuat baik kepada tetangga.
Dia pula yang menyuruh kami supaya menjauhi segala perbuatan yang hina, dan menyingkiri pertumpahan darah. Ia melarang kami mengerjakan perbuatan jahat, berkata dusta, menggelapkan harta anak yatim, dan membuat pengaduan palsu terhadap kesucian seorang wanita.
Karena itulah kami beriman kepadanya, mengikuti perintahnya dan menjalankan ajaran-ajarannya. Tetapi karena iman itu pula, bangsa kami marah kepada kami. Mereka membencanai dan menganiaya kami. Mereka mengira, perbuatan kejam mereka dapat memaksa kami meninggalkan agama kami, dan kembali menyembah berhala.
Dan karena keganasan mereka telah melampaui batas, kami terpaksa meninggalkan tempat kediaman kami, dan mencari suaka di dalam kerajaan Paduka Raja, dengan penuh pengharapan, kami akan bebas dari ancaman dan mara bahaya.”
Sukses dalam waktu relatif singkat
Nabi Suci menyelesaikan pembangunan sosial dan politik, pembangunan mental dan spiritual, dalam jangka waktu yang tak pernah dapat dikerjakan oleh suatu negara atau suatu bangsa, bahkan oleh pembangun atau generasi sesudah beliau. Kejahatan yang telah berurat berakar disapu bersih. Beliau meningkatkan kemajuan bangsanya sampai ke tingkat yang paling tinggi.
Kepercayaan tahayul dan penyembahan berhala disapu bersih. Semangat menyiarkan tauhid ke seluruh dunia menyala-nyala. Bangsa Arab yang paling suka bertempur satu sama lain, kini ditempa menjadi bangsa yang bersatu dan beradab, yang anggotanya masing-masing siap untuk berbuat sesuatu yang baik guna kepentingan orang lain. Bangsa yang paling bodoh di dunia, disulap menjadi bangsa yang cinta kepada ilmu pengetahuan, dan membawa obor ilmu pengetahuan ke penjuru dunia yang pada waktu itu berada dalam keqelapan.
Bangsa yang tak menaruh penghargaan kepada kaum wanita, menjadi kampiun dalam membela hak-hak kaum wanita, dan memperlihatkan jiwa kesatria dalam melindungi kaum lemah yang sebelum itu tak dikenal orang. Bangsa yang dahulu paling hina karena perbuatannya yang jahat, kini menjadi bangsa yang paling jujur, mematuhi segala perintah Tuhan dan undang-undang masyarakat.
Bangsa yang dahulu menjalankan perbuatan dengan motof-motif kotor, kini mendasarkan perbuatannya atas nilai-nilai yang tinggi, yang menggerakkan mereka ke arah kedermawanan, cinta kasih kepada sesama manusia. Perjudian, minuman keras dan perbuatan zina disapu bersih. Kesucian wanita dijunjung tinggi, perbudakan diberantas, baik perbudakan jasmani maupun perbudakan ruhani.
Di Madinah, Nabi Suci saw. membentuk sistem pemerintahan tanpa kekuatan polisi dengan tetap menjamin tata tertib dan damai. Orang sukar membayangkan, bagaimana suatu negara dapat membentuk sistem pemerintahan tanpa kekuatan polisi. Namun ini adalah kenyataan, dan bahwa kejahatan benar-benar mati, dan setiap orang yang berbuat dosa sekalipun tak diketahui oleh orang lain, ia membuat pengakuan di hadapan Nabi FXjharrmad saw.
Kehadiran Tuhan benar-benar menjadi kenyataan yang hidup di kalangan para sahabat, sehingga mereka mengutamakan perbuatan taqwa, dan menyingkiri segala perbuatan dosa. Do’a Yesus tentang Kerajaan Samawi benar-benar menjadi kenyataan pada zaman Nabi Muhammad saw.
Pada waktu Yesus berada dalam bahaya, seorang murid beliau yang terdekat mengkhianati beliau, sedangkan murid-murid lainnya meninggalkan beliau, bahkan ada yang mengutuk beliau. Demikian pula pengikut Nabi Musa as. mereka tak mematuhi perintah beliau, yang telah membebaskan mereka dari perbudakan Fir’aun. Pada waktu mereka disuruh memasuki Tanah Suci yang dijanjikan, mereka berkata kepada Nabi Musa as.: “Pergilah engkau (Musa) dan Tuhan dikau dan peranglah, dan kami, duduk (menanti) di sini” (Al-Maa’idah 5:24).
Akan tetapi para pengikut Nabi Muhammad saw. selalu mematuhi perintah beliau, dan selalu berkata sebagai berikut: “Kami akan berperang di sebelah kiri dan di sebelah kanan dikau, di muka dan di belakang engkau”. Dan ini bukanlah ucapan bibir saja, melainkan dibuktikan dengan sungguh-sungguh.
Pada waktu perang Uhud, karena kesalahan para prajurit pemanah, barisan kaut Muslimin mengalami kekacauan yang luar biasa, karena musuh tadinya melarikan diri dan dikejar oleh kaum Muslimin, tiba-tiba berbalik menyerang kaum Muslimin, setelah mereka melihat tempat yang strategis ditinggalkan oleh barisan pemanah. Dalam keadaan yang kacau balau itu. Nabi Suci dijadikan bulan-bulanan oleh musuh dan menderita luka.
Melihat Nabi Suci dalam keadaan bahaya, para Sahabat tampil ke depan membentengi Nabi Suci berlapis-lapis. Setiap kali seorang Sahabat gugur, tempat yang kosong itu diisi oleh Sahabat yang lain. Melihat ketatnya pertahanan Islam, para nusuh memilih meninggalkan medan Uhud, dan bahkan tak berani menyerang kota Madinah yang kosong dari penjagaan.
Wasiat Nabi Pada Haji Wada’
Pada tahun ke-10 Hijriah, hampir semua suku di Jazirah Arab, berbondong-bondong memeluk Islam. Di tahun itu pula, Nabi Suci menjalankan ibadah haji, yang populer sebagai Haji Wada’ (artinya Haji Pamitan), karena 80 hari sejak peristiwa haji itu, Nabi Suci Muhammad saw. wafat.
Peristiwa Haji Wada’ itu amat mengesankan, karea diikuti oleh lebih dari 124.000 orang dari berbagai penjuru Tanah Arab, yang mewakili berbagai suku dan kabilah pada masanya.
Di dalam kesempatan yang mulia itu, Nabi Suci Muhammad saw. menyampaikan khutbah yang amat masyhur. Ia berkhutbah di atas punggung unta, dikelilingi beribu-ribu Sahabat yang ia cintai dan mencintainya.
Khutbah itu ia sampaikan di Kota Mina, pada tanggal 10 Dhulhijjah tahun 10 Hijriah. Berikut adalah kutipan terjemah dari khutbah Nabi itu:
“Wahai sahabat-sahabatku, dengarkanlah kata-kataku ini! Sebab aku tak tahu, apakah sesudah ini, aku masih berkesempatan lagi untuk bertatap muka dengan engkau sekalian di sini seperti ini!
Tahukah engkau, hari apakah hari ini? Hari ini adalah hari raya kurban (yaumun-nahar). Tahukah engkau, bulan apakah bulan ini? Bulan ini adalah bulan yang suci. Maka dari itu aku permaklumkan kepadamu, bahwa hidupmu, hartamu dan kehormatanmu bagi masing-masing di antaramu, haruslah seperti sucinya hari ini, seperti sucinya bulan ini, dan seperti sucinya kota ini.
Kalian yang hadir di sini, hendaklah menyampaikan pesanku ini kepada mereka yang tak hadir, bahwa engkau semua pasti akan berjumpa dengan Tuhan, yang akan memperhitungkan segala amal perbuatanmu.
Pada hari ini, semua bunga pinjaman dihapus, termasuk di dalamnya bunga pinjaman ‘Abbas bin Abdul-Muthalib. Pada hari ini semua tuntutan qishash bagi pembunuhan yang dilakukan pada zaman jahiliyah dihapuskan! Terkhusus pembunuhan Rabi’ bin Harits, juga telah diampuni.
Sahabat-sahabatku, pada hari ini setan berputus asa dalam menegakkan kembali kekuasaannya di bumi ini. Tetapi apabila engkau menuruti dia, meskipun dalam hal yang menurut pendapatmu remeh temeh, itu akan membuatnya bergembira ria. Maka dari itu engkau harus selalu awas terhadap godaannya dalam mengurusi perkara agamamu.
Kemudian sahabat-sahabatku tercinta, setiap kamu memiliki hak atas istrimu, sebagaimana istrimu juga memiliki hak atasmu. Mereka adalah amanah Tuhan yang diletakkan di genggaman tanganmu. Maka dari itu, engkau harus memperlakukan mereka dengan sebaik-baiknya.
Adapun mengenai budak-budakmu, engkau harus memberi makan mereka dengan apa yang engkau sendiri makan, dan memberi pakaian dengan apa yang engkau sendiri pakai.
Sahabat-sahabatku tercinta! Dengarkan dan perhatikanlah kata-kataku. Engkau harus tahu bahwa setiap muslim adalah saudara. Engkau semua berkedudukan sama. Dan kalian adalah satu keluarga besar.
Maka diharamkan bagi setiap engkau mengambil segala apa pun dari saudaramu, terkecuali apa yang saudaramu berikan kepadamu secara suka rela. Dan janganlah berbuat sewenang-wenang terhadap sesama saudaramu.
Mengakhiri khutbahnya, Nabi Suci berseru dengan suara lantang, “Duhai Allah, sudah aku sampaikan risalah Engkau!”
Para sahabat pun berseru menimpali Nabi Suci, “Benar! Kami bersaksi, engkau telah menyampaikan risalah Tuhanmu!”
- Judul Asli: Memperingati Maulid Nabi Muhammad saw.
- Penulis : Soewindo, S.H.
- Sumber Artikel : Warta Keluarga GAI No. 73/74, Jan-Feb 1977
Comment here