Artikel

Mengapa Manusia Seharusnya Beragama?

shallow focus photography of girl

Segala makhluk yang bersujud: hewan, tumbuh-tumbuhan, bintang di langit, rembulan, matahari, dan sebagainya, tunduk kepada undang-undang tertentu yang sudah ditetapkan untuk jenis-jenis makhluk itu. Undang-undang yang dimaksud adalah “natuurwet” atau The Law of Nature (hukum alam).

Menurut ajaran Islam, undang-undang itu adalah hukum Ilahi, hukum Allah, undang-undang Allah, yang menjadikan sekalian alam. Oleh karena itu segala makhluk, mulai dari yang sekecil-kecilnya sampai yang sebesar-besarnya, semuanya berjalan meneruskan perkembangan atau evolusinya.

Segala sifat-sifat dan kekuatan makhluk yang tadinya tersembunyi dapat menjadi sempurna sehingga sampai kepada batas ketentuannya. Semua makhluk maju menuju tingkat di atasnya, menuju kesempurnaan, tidak mundur dan tidak merosot ke bawah.

Kita dapat melihat kemajuan suatu biji pohon, pohon apa saja. Bentuk biji yang sederhana itu berisi sifat-sifat yang ajaib. Segala sesuatu yang perlu, yang akan menjadi bentuk tanaman pohon, telah tersedia tersimpan dalam biji itu. Apa yang nantinya akan menjadi pohonnya, cabangnya, daunnya, akarnya, rantingnya, dan seterusnya, telah tersedia di dalamnya, walaupun tidak kelihatan.

Setelah biji kita tanam dalam tanah yang subur, biji itu meneruskan kemajuan dan pertumbuhannya berangsur-angsur, kemudian beralih menjadi pohon yang hidup, kemudian menerbitkan buah, dan mendatangkan kegembiraan bagi si penanam serta menarik pandangan bagi yang melihatnya.

Lagi kita dapat melihat tanah yang kita injak-injak. Wujudnya yang kotor dan lumpurnya yang menyegankan kita, tetapi menyimpan sifat-sifat dan kekuatan tersembunyi. Sifat-sifat dan kekuatan tanah itu akan tetap tersembunyi dan tidak kelihatan jika kita biarkan saja, tidak kita olah, tidak kita garap. Tetapi jika tanah itu kita olah semestinya, kita bajak, kita cangkuli, kita garu, kita airi secukupnya, apalagi kita beri pupuk, maka sifat-sifat dan kekuatan tanah itu dapat kelihatan nyata dan bisa diambil manfaatnya.

Demikian pun keadaan kita manusia. Dalam diri kita tersimpan sifat-sifat dan kekuatan yang luhur dan indah. Jika sifat-sifat dan kekuatan yang tersimpan dalam diri kita hanya kita diamkan saja, maka kita tak mungkin bisa maju sebagaimana mestinya. Sifat-sifat kita akan tetap tersembunyi tak kelihatan. Padahal segala makhluk di dunia ini semuanya maju. Maka kalau kita tak ikut berpartisipasi untuk maju, kita tidak hanya akan disebut mandeg, tetapi berarti juga surut ke belakang.

Segala makhluk dapat maju karena tunduk dan patuh kepada hukum Ilahi. Demikian pula kita manusia, akan dapat menyempurnakan segala sifat-sifat dan kekuatan kita yang masih tersembunyi dengan tunduk kepada hukum Ilahi yang telah ditentukan untuk kita sekalian.

Hukum Ilahi yang ditentukan untuk kesempurnaan manusia itulah yang disebut agama. Manusia dapat mengatur hidup dan kehidupannya menuju kesempurnaan hanya dengan agama saja.

Dalam Qur’an Suci disebutkan sebagai berikut: “Apakah mereka mencari yang lain selain Agama Allah? Dan kepada-Nya berserah diri apa saja yang ada di langit dan di bumi, dengan suka rela ataupun dengan terpaksa. Dan kepada-Nya mereka akan dikembalikan.” (QS Ali’Imran 3:82).    

Jelaslah bahwa segala makhluk di dunia semuanya tunduk dan menyerah kepada hukum Ilahi atau undang-undang Allah. Jika tidak menurut kepada undang-undang Allah, maka mereka akan binasa.

Oleh karena itu dalam ayat di atas disebutkan bahwa tunduknya segala makhluk adalah dengan suka atau dengan tidak sukanya. Dengan demikian, apakah manusia tak mau tunduk kepada Hukum Allah atau Hukum Agama, padahal semua makhluk sama tunduk kepada Allah?

Dalam Quran Suci disebutkan pula: “Sesungguhnya agama yang benar bagi Allah adalah Islam” (QS Ali Imran 3:18) 

Apakah sebabnya agama Islam disebutkan oleh Allah sebagai agama yang benar?

Imam Ghazali menyebutkan bahwa manusia adalah ”Alam Shagir” atau ”Jagat Kecil”. Orang-orang Barat mengatakan “Universe In Miniature” atau “Miniatuur Van het Heelaal”. Segala bagian Alam terdapat pada diri manusia.

Hati manusia boleh diumpamakan bumi yang didalamnya terkandung  zatnya segala bumi, sebagian dikatakan dalam Al-Qur’an sebagai berikut: “Sesunguhnyalah  Kami telah menjadikan manusia daripada sarinya tanah liat” (QS Al-Mu’minun 23:12).

Oleh karena itu, manusia sebagai makhluk yang terjadi segala-galanya dari bagian alam ini, hanya mempunyai agama saja, yakni agama yang diturut oleh sebagian nature-nya. Agama itu ialah tunduk atau berserah diri kepada hukum Ilahi.

Islam berarti tunduk atau berserah diri kepada Allah, dengan cara tunduk kepada undang-undang-Nya. Islam adalah agama yang sesuai dengan kodrat, kejadian atau fitrah manusia.

Dalam Al-Qur’an dinyatakan, “Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama dengan benar, yaitu fitrah (kejadian) kepunyaan Allah, yang manusia dijadikan atasnya” (QS Ar-Rum 30:30).

Apakah tujuan perintah-perintah agama Islam itu? Apakah segala perintah itu hanya sebagai upacara kosong sebagaimana diajarkan agama-agama lain?

Agama Islam sama sekali tak mengajarkan upacara-upacara kosong yang tak ada artinya lagi bagi yang menjalankanya. Allah ta’ala bukanlah Tuhan yang menganiaya, yang hanya suka memberikan perintah yang tak ada gunanya bagi yang menjalankannya.

Menurut Islam, Allah tidak akan membikin berat dan susah kepada hamba-Nya dengan memberikan beban yang kuat, seolah-olah Dia baru padam marah-Nya apabila perintah-Nya telah dituruti. Allah menurut agama Islam bukanlah Allah yang sukanya hanya dipuja-puja seperti berhala dengan upacara yang tanpa arti.

Menurut ajaran Islam, segala perintah agama adalah semata kebutuhan manusia sendiri. Allah tetap bersifat Maha Luhur, Maha Mulia, Maha Kuasa, walaupun manusia tak mau menurut perintah-Nya. Kemahaluhuran-Nya, Kemahamuliaan-Nya, dan kemahakuasaan-Nya tak bakal susut kalau manusia tak mau menyembah-Nya.

Sekali lagi, menurut ajaran Islam, segala perintah agama adalah berguna bagi manusia sendiri yang suka menjalankannya. Jadi, kita sendirilah yang membutuhkan menjalankan perintah agama. Sebab dengan menepati perintah agama itu lah kita akan memperoleh kebahagian dunia dan akhirat.

Sebagai contoh, perlu kami berikan disini salah satu saja, yakni perintah agama Islam tentang Shalat. Sebenarnya Allah sendiri tak membutuhkan untuk kita sembah, Allah tak akan kehilangan kemuliaan dan ketuhanan-Nya jika tak kita sembah.

Jika demikian apa faedah shalat? Hal ini telah dijawab Al-Qur’an sebagai berikut:

“Sesungguhnya salat itu dapat mencegah (seseorang) daripada perbuatan tidak pantas dan kejahatan. Dan pastilah, ingat kepada Allah itu perkara yang terbesar” (QS Al-Ankabut 29:45).

Oleh karena Nabi Suci saw, mengerti benar-benar bahwa hati manusia ingin dan butuh sekali akan menumpahkan rasa cinta, syukur dan tunduk kepada Allah, maka shalat itu ditetapkan hendaknya dilakukan pada waktu-waktu tertentu (lima kali dalam sehari semalam), agar supaya menimbulkan tabi’at yang tertib (discipline character), untuk menjaga janganlah pikiran manusia pergi kian kemari melayang (jawa: krambyangan) ke dalam barang-barang yang bisa menimmbulkan keinginan yang jahat.

Ucapan-ucapan dan caranya shalat telah dipertunjukan contoh-contohnya oleh Nabi saw., sehingga dalam dunia Islam tidak ada perselisihan tentang asas-asas tata cara shalat sebagai yang kejadian di antara pengikut-pengikut beberapa agama lain-lainnya. Dan dengan lantaran contoh Nabi kita itu, maka orang-orang yang mendirikan shalat tertarik tunduknya di hadapan Allah yang Maha Kuasa.

Adalah suatu kenyataan, orang akan dapat menjauhi segala macam kejahatan dan tindakan yang tidak semestinya karena hanya dengan tiga hal sebagai berikut :

  1. Betul-betul yakin bahwa segala perbuatan jahat pasti membawa akibat jahat.
  2. Dengan kebulatan hati, yakni bahwa betul-betul ada Dzat Yang Mengetahui segala apa yang tersembunyi bagi mata manusia. Dia mempunyai hukum yang bekerja yang lebih kuat, lebih teliti dan tak bisa dijangkau oleh hukum buatan manusia, sehingga tak ada perbuatan jahat yang tak ada hukum akibatnya.
  3. Yakin sunguh-sunguh bahwa Allah adalah sumber segala kebaikan, dan dengan lantaran kebaikan itu kita bisa menghubungkan diri/mengadakan hubungan dengan Allah.

Itulah tiga syarat yang perlu untuk menjauhi segala macam kejahatan. Oleh karena itu dalam ayat di atas dikatakan bahwa “shalat” atau “dzikrullah” adalah perkara terbesar (terpenting) yang dapat menjauhkan manusia dari perbuatan tak pantas dan kejahatan.

Tentu saja, shalat yang hanya sebagai upacara kosong karena dikerjakan tidak dengan hati bersih dan jiwa hidup, shalat demikian tidak dikehendaki  oleh Islam (lihat QS Al-Ma’un 107:4-6).

Oleh karena itu, menurut Hazrat Mirza Ghulam Ahmad, apabila kita sedang melakukan shalat, dalam waktu qiyam, ruku, dan sujud hendaklah hati dan jiwa kita ikut ber-qiyam, ber-ruku dan ber-sujud. Shalat yang demikianlah yang dapat mempertemukan manusia dengan Allah (Khutbah di Sialkot, 1904).

Dalam Al-Qur’an dinyatakan, “Allah tidak bermaksud memberatkan kamu (dalam melakukan shalat), tetapi Ia hendak mensucikan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu”(QS Al-Maidah 5:6).

Dalam ayat lain dinyatakan, “Sesungguhnya mereka yang ada di hadapan Tuhanmu tidaklah merasa enggan menyembah Tuhan dan mereka menyucikanNya, dan bersujud kepada-Nya” (QS Al-A’raf 7:206).

Demikianlah salah satu contoh perintah agama Islam yang guna faedahnya adalah untuk manusia sendiri. Sungguh bahagia orang yang mengikuti petunjuk yang benar. Dan petunjuk yang benar ialah petunjuk Allah SWT.

Penulis: Muhammad Ali A.R.

Sumber Artikel : Majalah Warta Keluarga GAI, 1970.

Yuk Bagikan Artikel Ini!

Comment here