Artikel

Menentukan Pilihan Hidup

Adakah dosa waris? Ada! Tapi dosa waris yang dimaksud di sini bukan dalam arti dosa yang diwariskan nenek moyang kita, Adam dan Hawa, sebagaimana keyakinan keliru yang berkembang pada sebagian kita. Karena keyakinan akan dosa waris yang keliru itu, maka cara menebusnya pun menjadi keliru.

Pernyataan Rasulullah saw. bahwa, “setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci, orangtuanyalah yang menjadikan mereka yahudi, nasrani atau majusi”, menunjukkan adanya dosa waris, dosa yang diwariskan dari orangtuanya, generasi pendahulunya.

Meski dalam kenyataan hidup, manusia dipengaruhi oleh lingkungan bermain, sekolah/kampus, tempat kerja, pergaulan, dlsb., namun orang tualah yang besar peranannya terhadap anak-anaknya.

Jika orang tua dan hampir seluruh lingkungan, sadar maupun tidak, telah terjerumus dalam dosa, bagaimana generasi demi generasi yang terlahir kemudian? Warisan dosalah yang akan diterima anak-anaknya, keturunannya.

Penebusan apakah yang dapat melepaskan diri dari dosa waris itu?

Kehidupan yang sekarang kita jalani adalah kelanjutan kehidupan ribuan generasi yang lalu. Kehidupan dimulai dari kumpulan beberapa ribu orang yang hidup terpencar di bumi Allah dengan peralatan dan tata nilai yang sederhana.

Saat ini telah menjadi milyaran manusia dengan alat peralatan super modern menakjubkan, tinggal berdesakan di bumi ini, masih di bumi Allah yang sama, dengan warisan aneka ragam norma atau tata nilai kehidupan. Warisan berbagai norma atau tata nilai itulah yang menjadi sumber berbagai model hidup, di seluruh bidang kehidupan, berbagai ideologi yang mendasari kehidupan politik, sosial, budaya, dan hukum manusia.

Betapa pun banyaknya norma atau tata nilai hidup yang membingungkan kita, sesungguhnya hanya ada dua prinsip dasar nilai, nilai haq dan nilai batil.

Nilai haq adalah norma, aturan, tatanan hidup, baik berupa perintah ataupun larangan, objektif dari dan menurut Allah Al-Haq. Diturunkan kepada manusia berupa wahyu kepada Nabi/RasulNya sejak Adam hingga Muhammad berupa petunjuk, tuntunan, ilmu, baik yang tidak tertulis maupun yang tertulis menjadi Kitab (mushaf), sebagai pedoman hidup manusia agar melaksanakan perintah dan menjauhi laranganNya, sesuai sunnah RasulNya.

Nilai haq dilambangkan sebagai nur (cahaya), karena segala sesuatu: benar-salah, baik-buruk, halal-haram, pahala-dosa, semua menjadi terang dan jelas (QS 2:256). Prinsip nilai ini tak berubah, hanya satu, tetap, sejak awal peradaban manusia sampai akhirnya kelak (QS 10:64, 30:30, 50:29).

Hanya melalui tata nilai haq saja kehidupan penuh kebahagiaan surgawi akan kita dapatkan dan kita temui: ketulusan, kedamaian, keadilan, kejujuran, dan berbagai bentuk kebaikan (hasanah).

Nilai batil adalah hasil perubahan, tipuan, pemutarbalikan, pelintiran, olahan, bahkan berupa tulisan yang mereka sebut “Kitab Suci”, dari nilai haq yang berasal dari Allah, oleh setan penjelmaan iblis, berwujud manusia maupun jin (QS 2:59, 75, 79; 4:46; 5:13, 41; 18:50; 41:29; 114:6).

Dilambangkan sebagai dzulumat (kegelapan), karena membuat segala sesuatu: benar-salah, baik-buruk, halal-haram, pahala-dosa, menjadi gelap, samar-samar dan tidak jelas. Jika makin terjerumus dalam nilai batil, semua bisa menjadi semakin gelap (QS 24:40), tidak dapat lagi mengenal jalan yang benar, jalan Allah, makin jauh terjerumus, bahkan menjadikan hawa nafsu sebagai tuhannya (QS 25:43, 45:23).

Berbagai bentuk ideologi atau isme saat ini, adalah buah dari pilihan batil, hasil usaha manusia yang telah menuhankan kemampuan akalnya untuk mencari jalan keluar dari derita hidup yang dialami. Ujungnya justru menimbulkan petaka baru yang bahkan lebih mengerikan.

Dengan tata nilai batil, kehidupan penuh nestapa neraka yang akan kita dapatkan. Kita temu berbagai bentuk permusuhan, dengki, ketidakadilan, tindakan penuh dosa, kebejatan moral, keculasan dan berbagai model kejahatan, kebusukan, perebutan kepentingan memenuhi ambisi, nafsu, mengakibatkan berbagai penderitaan, neraka lahir batin.

Kesadaran akan adanya kedua nilai ini pun hanya akan didapat melalui wahyu, firman atau petunjuk dari Allah. Tanpa itu tidak akan pernah mendapatkan jawab yang tepat dan setiap masalah yang muncul dan makin ruwet dalam kehidupan kini. Solusi yang tepat pun tak akan kunjung didapat.

Berdasar dua prinsip nilai inilah sesungguhnya kehidupan macam apa yang akan kita alami, kita temui. Prinsip inilah yang seharusnya menjadi kesadaran hidup manusia sejak awal, menyadari bahwa kehidupan surga atau neraka yang akan dialami dalam hidupnya adalah tergantung pilihannya.

Siapa pun, mulai pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, negara bahkan dunia, harus sadar bahwa berbagai malapetaka, derita nestapa, neraka, tahu atau tidak, sengaja atau tidak, adalah akibat saja dari nilai apa yang menjadi pilihannya.

Taubat: jalan keluar dari dosa waris

Mengikuti kehidupan yang telah ada yang tidak jelas nilai apa yang dianut, berarti telah mengikuti jalan batil (dzulumat). Membiarkan diri hidup bergelimang dalam dosa, warisan dari generasi demi generasi terdahulu (cermati QS 2:170, 26:74, 31:21). Meski dalam kehidupan ini tidak pernah ada batil secara keseluruhan (kafah), tetapi adukan, campuran, kombinasi haq-batil adalah kebatilan juga.

Jika telah menyadari, bagaimana cara keluar dari kehidupan batil? Jawabannya hanya satu: Taubat! Berusaha dengan tekad yang kuat untuk kembali hidup mengikuti firman Allah, Wahyu Allah, Kalimah Allah, Petunjuk Allah, Jalan Allah, Aturan Allah, sesuai teladan dari RasulNya. Hanya itu saja.

Hidup akan selalu menjadi misteri, jika kita tidak mau mencoba melihat melalui wahyu, firmanNya. Hidup adalah berbuat, bertindak, bekerja, melakukan kegiatan, aktivitas. Sadar atau tidak, sesungguhnya apa pun yang kita lakukan pasti berdasar satu aturan, baik tertulis maupun tidak, dari mana pun sumbernya.

Mengapa kita harus berbuat mengikuti aturan batil sajian setan yang memang sering menjanjikan kesenangan sementara, tetapi akan membawa kita menuju kehancuran, malapetaka, nista-derita neraka? (QS 3:195-196). Setan memang menyuruh manusia untuk berbuat kotor, jahat, keji, tak mau mengenal jatidiri Allah (QS 2:169).

Mengapa tidak memilih mengikuti aturan dari Allah, Al-Haq, yang telah mencipta dan mengatur semesta, termasuk mengatur dan menempatkan kita, manusia, di salah satu noktah kecil di semestaNya, bumi ini (QS 7:10) dan menjadi manusia yang taqwa kepadaNya?

Hanya melalui pilihan nilai haq sehingga mencapai ketaqwaan inilah, sesuai janji Allah, manusia akan mencapai kehidupan bahagia yang sesungguhnya, lahir batin, bahkan sampai kehidupan akhirat, sebagai kelanjutan hidup sesudah kematian dari kehidupan di dunia ini (QS 3:197).

Tidak ada paksaan memilih agama seabgai jalan hidupnya. Manusia bebas memilih agamanya (QS 2:256, 2:286). Terserah saudara, akan memilih surga atau neraka dalam kehidupan ini.

Silahkan memilih, kalimah thayyibah laa ilaaha illallah Muhammadur Rasulullah, sebagai pilihan yang haq, atau yang selainnya, yang batil.

Tetapi ingat, bahwa setiap pilihan ada konsekwensinya. Jika salah dalam menentukan pilihan, sanggup menerima akibatnya, berbagai derita malapetaka neraka dalam kehidupan kini maupun kelak, hidup setelah kematian kita.

Sekali lagi ingat. Surga atau neraka saudara adalah hasil dari pilihan saudara sendiri!

 

**Tadzkirah Oleh H. Soehartono, GAI Jakarta

Yuk Bagikan Artikel Ini!

Comment here

Translate »