ArtikelKhutbah

Menegakkan Perdamaian dan Persaudaraan

 

“Sesungguhnya orang-orang beriman adalah bersaudara, maka berdamailah di antara saudara-saudaramu, dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.” (Al-Hujurat, 49:10).

 

Selain ayat di atas, dijelaskan juga dalam Surat An-Nisa’ (4) ayat 114, yang intinya adalah bahwa tidak ada kebaikan dalam kebanyakan percakapan, kecuali percakapan orang yang menyuruh bersedekah, atau berbuat baik atau melakukan  perdamaian di antara manusia.

Dari kedua firman Allah itu, kita bisa mengerti bahwa Allah menghendaki agar kita mengutamakan persaudaraan, perdamaian, ketakwaan, perbuatan baik, dan sedekah. Dengan demikian insya Allah kita akan memperoleh rahmat dan ridha Allah SWT.

Dalam kehidupan di masyarakat, kita sering mendapatkan pengalaman buruk atau perlakuan buruk dari orang lain. Misalnya, kita dibohongi, dihina, difitnah, disalahkan, dicaci maki, dsb. Pengalaman buruk itu bisa menyebabkan kita menjadi sedih, tersinggung, kecewa, atau bahkan marah, bila kita tidak bisa mengendalikan diri.

Bagaimana seharusnya kita menghadapi pengalaman buruk atau perlakuan buruk dari orang lain?

Cara yang paling baik dan paling tepat adalah bersabar. Karena sabar adalah sifat dan sikap yang mulia, yang sangat dicintai oleh Allah SWT. Jika kita bersabar, insya Allah, Allah akan memberikan dukungan kepada kita.

Sebaliknya, kita dilarang mengembangkan pikiran dan sikap yang negatif, seperti balas dendam. Misalnya, ketika dibohongi, kita membalas dengan membohongi; ketika difitnah, kita membalas dengan menyebarkan fitnah; ketika dicaci maki, kita ganti mencaci maki, atau ketika dihina, kita ganti menghina.

Sikap dan perilaku negatif seperti balas dendam seharusnya kita hindari. Karena sikap itu akan merugikan diri kita sendiri dan masyarakat. Antara lain karena dengan sikap itu derajat kita menjadi turun. Semula kita orang baik, kemudian dapat berubah menjadi orang yang tidak baik. Lalu juga suasana dalam masyarakat bertambah buruk, muncul rasa saling membenci dan perpecahan dalam masyarakat.

Kita perlu mengingat bahwa dilihat dari segi sifatnya, manusia adalah makhluk yang bersifat individual dan sosial. Manusia bersifat individu artinya tidak ada seorang manusia yang sama persis dengan manusia lainnya, sekalipun orang kembar. Manusia bersifat sosial artinya tidak ada manusia yang bisa hidup dan berkembang sendirian, tanpa bantuan orang lain.

Manusia hidup di dunia ini saling bergantung satu sama lain. Kita membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan kita. Sebaliknya orang lain juga membutuhkan kita. Hubungan timbal balik yang baik itu adalah dasar untuk mewujudkan rasa persaudaraan dalam masyarakat. Maka jangan sampai dirusak oleh hal-hal yang negatif, seperti saling membohongi, menghina, dsb.

Nabi Suci Muhammad saw. bersabda:

“Janganlah kamu saling membenci, saling mendengki, saling membelakangi, dan jadilah kamu hamba-hamba Allah yang bersaudara, dan tidak halal seorang muslim mendiamkan saudaranya melebihi tiga hari.”
(Sahih al-Bukhari 6065)

Saling membenci di antara sesama manusia itu tidak baik, karena bisa merusak perdamaian dan persaudaraan.

Rasa benci itu seperti racun. Seseorang yang mengkonsumsi racun akan menderita kerugian. Begitu pula, orang yang membenci sesama manusia juga akan menderita kerugian. Beberapa kerugian yang ditimbulkan oleh rasa benci adalah:

  1. Rasa benci bisa memicu seseorang melakukan perbuatan yang merusak, bahkan termasuk perbuatan kriminal. Tidak sedikit orang yang harus mendekam di penjara, hanya karena tidak bisa mengendalikan diri dari kebencian.
  2. Rasa benci dan marah termasuk emosi negatif. Selain ia berpengaruh buruk pada jiwa dan pikiran, juga berpengaruh buruk pada tubuh. Misalnya, memicu tekanan darah tinggi, sakit kepala, dan sirkulasi darah terganggu. Masalah ini bisa juga memicu serangan jantung atau stroke.
  3. Rasa benci membuat seseorang gelisah dan sulit meraih ketenangan hidup.

Untuk meminimalkan dan memudarkan rasa benci itu, caranya antara lain:

  1. Kita menyadari bahwa kesehatan fisik dan psikhis kita perlu diperjuangkan, antara lain dengan menghindari atau setidak-tidaknya meminimalkan kebencian.
  2. Kita mengubah mindset (pola pikir) kita tentang sesuatu atau seseorang yang menyebabkan timbulnya rasa benci kita. Kita berpikir positif pada orang atau sesuatu yang memicu kebencian kita. Misalnya, ketika ada orang membohongi kita, agar kita tidak terlalu kecewa atau bahkan marah terhadap orang itu, maka kita mengubah pola pikir kita, dengan mengedepankan pikiran yang positif. Misalnya kita berpikir, barangkali dia membohongi itu karena terpaksa; mungkin kalau dalam keadaan tidak terpaksa dia tidak akan membohongi.

Dalam sabda Nabi Muhammad saw. itu, kita juga diingatkan untuk tidak saling mendengki.

Rasa dengki termasuk penyakit ruhani yang berdampak buruk dan merugikan, maka harus kita hindari atau kita cegah. Orang yang dengki biasanya merasa susah melihat orang lain senang, atau sebaliknya senang melihat orang lain susah.

Kedengkian, kalau kita biarkan akan sangat merugikan dan bisa merusak hubungan baik seseorang dengan orang lain. Kerugiannya adalah, kedengkian bisa menimbulkan kesengsaraan hidup, dan bisa juga menghapus amal kebaikan. Sebagaimana disabdakan oleh Nabi Muhammad saw.:

“Jauhilah dengki, karena dengki dapat memakan kebaikan, seperti api memakan kayu bakar.” (Sunan Abu Dawud 4903).

Usaha untuk bisa terhindar dari kedengkian secara global antara lain dengan mengembangkan sikap husnudzon (baik sangka) kepada Allah dan orang lain, dan juga mensyukuri karunia yang telah Allah berikan kepada kita dan orang lain.

Semoga Allah berkenan memberikan taufik, hidayah dan inayah-Nya kepada kita semua, sehingga kita dapat menegakkan perdamaian dan persaudaraan dalam kehidupan bersama di masyarakat. Aamiin.

 

Oleh Drs. H. Yatimin AS

Yuk Bagikan Artikel Ini!
Translate »