DiskursusTabayyun

Solusi Masalah Untuk Ahmadiyah Qadian

Menteri Agama Maftuh Basyuni mengingatkan, perlu diteruskan kepada warga Ahmadiyah agar kembali menyimak hal prinsip dalam Islam. Rasanya, esensi peringatan Menteri Agama ini juga penting disimak oleh kaum muslimin lainnya di Indonesia, untuk melaksanakan dan menghayati prinsip Islam yang penuh kedamaian, sesuai dengan nama agamanya.

Serbuan ribuan kaum muslimin yang merusak dan membakar perkampungan Ahmadiyah Qadian di Lombok pada awal Februari 2006, menunjukkan prinsip Islam belum terealisasikan dengan baik di kalangan umat Islam sendiri.

Masalah Ahmadiyah menjadi krusial, karena Ahmadiyah Qadian tidak bersedia shalat sebagai makmum di belakang kaum muslimin lain, termasuk warga Ahmadiyah Lahore yang mereka anggap ‘kafir’, karena tidak mengakui Mirza Ghulam Ahmad (MGA) sebagai nabi.

Doktrin kenabian MGA membuat Ahmadiyah Qadian terasing dari sesama muslim lainnya, karena mereka tidak bersosialisasi dengan sesama muslim melalui shalat berjamaah di masjid milik masyarakat umum.

Sikap eksklusif memisahkan diri dari kegiatan masyarakat itu berakibat memudarkan ukhuwah Islamiyah dan menimbulkan salah faham. Padahal, Ahmadiyah Qadian mempunyai kalimat syahadat, kitab suci Al-Qur’an, dan tata cara shalat yang sama dengan kaum muslimin lainnya.

Praktik ibadah “Islam Eksklusif” seperti yang dilakukan Ahmadiyah Qadian, Islam Jamaah (LDII), dan lainnya, yang hanya mau shalat berjamaah dengan sesama anggota kelompoknya, membahayakan ukhuwah Islamiyah.

Untuk menjaga kerukunan umat, sudah saatnya pemerintah selaku “ulil amri” mensyaratkan bahwa setiap masjid yang didirikan di Republik Indonesia harus bisa menerima jamaah shalat dari golongan mana pun.

Pada forum diskusi tentang Ahmadiyah yang diselenggarakan oleh Balitbang Departemen Agama RI, saya pernah mengusulkan agar praktik “Islam Eksklusif” Ahmadiyah Qadian, Islam Jamaah (LDII), dan lainnya, yang hanya mau shalat dengan sesama anggota kelompoknya, harus dihentikan. Mereka harus bergabung dengan komunitas muslim lainnya.

Masjid Ahmadiyah Qadian sudah selayaknya dibuka kembali dengan syarat bahwa masjid itu minimal setiap bulan sekali harus menerima imam dan khatib dari luar kelompoknya. Dengan syarat ini, maka penyadaran terhadap kelompok Ahmadiyah, seperti dimaksudkan Menteri Agama, bisa dilakukan tanpa kekerasan.

Maulana Muhammad Ali, Pendiri Ahmadiyah Lahore menyatakan bahwa hanya ada dua alternatif yang bisa dipilih orang Ahmadiyah Qadian.

Pertama, jika mereka memilih tetap berpegang pada doktrin kenabian MGA, maka Ahmadiyah Qadian harus siap dikeluarkan dari masyarakat muslimin dan menjadi agama tersendiri di luar Islam.

Kedua, jika mereka memilih mencabut doktrin kenabian MGA, dan hanya mengakui MGA sebagai mujaddid, maka Ahmadiyah dapat bersatu bersama kaum muslimin lainnya, membangun masyarakat dunia baru yang tercerahkan agama Islam.[]

Penulis : Rachmat Basoeki Soeropranoto | Senior Member di Gerakan Ahmadiyah-Lahore Indonesia (GAI)
Sumber Artikel : Berita Kota, 15 Februari 2006

Yuk Bagikan Artikel Ini!

Comment here

Translate »