Kolom

Indonesia membutuhkan “Gerakan Ahmadiyah”

Maulana Muhammad Ali menamakan organisasi dakwah Islamnya dengan Gerakan Penyiaran Islam Ahmadiyah. Dalam bahasa Inggris disingkat “Ahmadiyya Movement”, Gerakan Ahmadiyah.

“Ahmad” adalah nama Nabi Muhammad saw. yang tersebut dalam Qur’an Surat Ash-Shaff ayat 6. Nama Ahmadiyah mengacu ke ayat itu. Ahmad artinya orang yang banyak memuji: memuji keagungan Allah, memuji prestasi dan kebaikan orang lain, dll.. Inilah yang membuat beliau memiliki sifat-sifat terpuji (Muhammad).

Muhammad saw. terpuji akhlaknya, baik di mata Allah (khalik) maupun di mata manusia (makhluk). Sang Khalik mencintai makhluk yang berakhlak. Jangankan mencela orang, mencela makanan pun tak boleh. Beliau tidak pernah menuduh orang lain telah berbohong. Menduga atau menganggap pun tidak.

Ketika seorang penggembala kambing melintas di dekat sekelompok Sahabat yang tengah duduk-duduk, penggembala itu mengucap salam secara Islam. Para Sahabat menganggap ucapan salam itu hanya olok-olok. Maka penggembala itu pun mereka bunuh, lalu kambingnya diarak menghadap Nabi saw. untuk melapor. Rasulullah saw. sangat menyesalkan tindakan itu. Sesudah itu turun ayat 94 Surat An-Nisa yang melarang menyebut ‘bukan mukmin’ kepada orang yang mengucapkan salam.

Kalau kita belajar dari Rasulullah saw., rupanya terdapat hukum: orang yang memuji akan menjadi terpuji. Orang yang berbuat baik kepada orang lain, kebaikan itu akan kembali kepadanya. Sebaliknya, orang yang berbuat jahat juga akan kembali kepadanya (lihat Qur’an 17:7).

Hadits Nabi menyatakan bahwa orang yang menyebut orang lain sebagai kafir, maka dia sendiri lebih dekat kepada kekafiran, atau bahkan kafir itu sendiri. Kalau dianalogikan, maka orang yang menuduh orang lain sebagai pembohong, dia sendiri lebih dekat kepada kebohongan.

Dalam istilah Hadits, pembohong itu disebut Dajjal. Apa akan terjadi perang Dajjal versus Dajjal? Wallahu a’lam.

Agaknya, rakyat kecil harus siap-siap kalau memang benar-benar terjadi. Tidak ada perbaikan sebelum ada kerusakan. Perbaikan total baru akan terjadi kalau sudah terjadi kerusakan total.

Negara ini pastinya membutuhkan Gerakan Ahmadiyah, sebuah gerakan yang mendorong orang untuk memiliki sifat-sifat ke-Ahmad-an. Implementasi sifat-sifat ini adalah sifat jamali, berupa kehalusan budi pekerti, rendah hati, andhap asor, lemah lembut, memuji kebaikan orang lain. Bukan sebaliknya: mencela, menghujat, anarkhis, brutal, dsb.

Celaan hanya akan menghasilkan celaan baru, hujatan akan menghasilkan hujatan baru. Anarkhisme akan melahirkan anarkhisme baru, brutalitas juga akan menghasilkan kebrutalan baru. Mungkin hal seperti itu sunnatullah.

Sekedar contoh, ketika rakyat menyalurkan aspirasinya dengan cara brutal, maka pada waktu yang lain, Polisi atau Satpol PP juga akan bertindak serupa ketika melakukan penggusuran.

Yang paling mengerikan, brutalitas manusia direspons oleh alam dengan cara yang lebih sadistik! Bukankah peristiwa alam termasuk ayat-ayat Allah? Ketika Sahabat membunuh penggembala direspons oleh Allah dengan menurunkan ayat 94 Surat An-Nisa’, apa tidak mungkin peristiwa alam yang sadistik itu sesungguhnya respons Allah terhadap ulah bangsa ini?

Sayangnya, kebanyakan orang dari bangsa ini telah mengalami “ahmadiyah phobia”. Jika bicara soal ini, yang terpikir adalah Mirza Ghulam Ahmad mengaku nabi, mengingkari Nabi Muhammad sebagai nabi terakhir, dsb. Dan oleh karenanya: sesat dan menyesatkan, kafir dan murtad.

Padahal, di dalam Gerakan Ahmadiyah atau Ahmadiyah Lahore, semua tuduhan itu isapan jempol belaka. Jangankan dapat ditemukan di dalam sangat banyak buku keislaman yang ditulisnya, bahkan terlintas di angan-angan pun tidak.[]

Oleh : Moelyono

Yuk Bagikan Artikel Ini!

Comment here

Translate »