Tokoh

Ghulam Ahmad: Pendiri Gerakan Ahmadiyah

Ahmadiyah adalah Gerakan Pembaharuan dalam Islam zaman akhir ini yang didirikan oleh Hazrat Mirza Ghulam Ahmad berdasarkan ilham Ilahi dalam bulan Desember 1888 yang berbunyi sebagai berikut: “Taufan kesesatan telah meliputi dunia, sebab itu sediakanlah bahtera. Barangsiapa suka naik bahtera itu akan selamatlah ia dari mati tenggelam. Adapun orang yang menolak, kematian akan menimpanya” (Fathi Islam).

Berdasarkan ilham ini, beliau mendirikan Gerakan, yang kemudian pada tanggal 4 November 1900 dinamakan Ahmadiyah, dan menerima baiat. Baiat pertama dari para sahabat setianya di kota Ludhiana pada tanggal 23 Maret 1889. Dari tanggal dan tahun inilah Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-100 Ahmadiyah dihitung.

Hazrat Mirza Ghulam Ahmad dilahirkan pada hari Jumat tanggal 14 Syawal 1250 Hijriah (13 Februari 1835) di Qadian, 105 Km sebelah timur-laut Lahore, Pakistan. Beliau adalah keturunan Persi yang pernah disinggung oleh Nabi Suci Muhammad saw. sebagaimana terangkum dalam hadis berikut ini:

“Abu Hurairah meriwayatkan. Kami sedang duduk di sisi Nabi Suci saw. Kemudian kepada beliau diturunkan surat Jum’ah: wa aakhariina minhum lammaa yalhaquu bihim (dan golongan yang lain dari mereka yang belum pernah berjumpa dengan mereka). Aku (Abu Hurairah) bertanya: Siapakah mereka itu, ya Rasulullah? Beliau tidak menjawab, sampai aku bertanya tiga kali. Dan di antara kami terdapat Salman Al-Farisi. Rasulullah saw. meletakkan tangannya di atas pundak Salman dan bersabda: Sekalipun iman itu menggantung di bintang Tsuraya, niscaya dapat dicapai oleh laki-laki dari (keturunan Persi) ini.” (HR Bukhari)

Hadis ini mengandung ramalan bahwa jika iman lenyap dari muka bumi, seorang dari keturunan Persi akan mengembalikannya. Dan orang-orang di zaman sekaranglah yang diisyaratkan dengan kata-kata wa aakhariina minhum, yang mengalami kegelapan karena kehilangan Iman yang hidup kepada Allah Yang Maha Hidup.

Di waktu kecilnya, Hazrat Mirza Ghulam Ahmad diberi pelajaran Alquran, bahasa Arab dan Persi, bahasa resmi saat itu. Orang berkata, bahwa beliau suka sekali menyendiri dan tekun mempelajari Alquran dan buku-buku keagamaan. Ayah beliau, Mirza Ghulam Murtazha menghendaki anaknya menjadi penguasa atas tanah pusakanya yang amat luas. Akan tetapi kehendak ayahandanya itu bertentangan dengan perangai beliau. Sekalipun beliau menaati juga kehendak ayahandanya, namun sebagian besar waktunya dicurahkan untuk mempelajari Alquran dan buku-buku agama lainnya.

Demikianlah pula, beliau menjadi pegawai Pemerintah di Sialkot (1864-1868) itu semata-mata karena menaati perintah ayahandanya. Di Sialkot, beliau berkenalan dengan Pendeta Kristen DS. Butler M.A. dan berkali-kali mendiskusikan soal-soal keagamaan. Pendeta ini menaruh penghargaan setinggi-tingginya, sehingga memerlukan berpamitan kepada beliau, sewaktu akan pulang ke Inggris. Di waktu itu beliau berusia 25 tahun.

Berhubung beliau tidak banyak berbuat kemajuan sebagai pegawai Pemerintah, pada tahun 1868 dipanggil pulang oleh ayahandanya, supaya mengurusi tanah pusaka yang amat luas di Qadian.

Pada tahun 1876, ayahanda beliau meninggal dunia. Sejak saat itu, beliau dengan sepenuh hati mencurahkan waktunya untuk memperdalam pengetahuannya tentang soal-soal agama. Beliau menerjunkan diri sepenuhnya dalam pembelaan Islam. Pada waktu itu orang-orang Hindu mencetuskan Gerakan baru yang disebut Arya Samaj.

Di surat-surat kabar, beliau menulis artikel berisi bantahan atas kepercayaan Arya Samaj. Dan berkali-kali berdebat dengan pemimpin dan pendiri Arya Samaj, Swami Dayananda. Umat Islam merasa bangga dan berbesar hati karena mempunyai seorang pemuda yang tajam penanya dan cakap membela Islam dari serangan lawan.

Pada tahun 1880, beliau menulis kitab berjudul Barahini Ahmadiyah, yang terdiri dari empat jilid, yang diselesaikan pada tahun 1884. Kitab ini benar-benar diakui sebagai karya gaya baru dalam literatur Islam. Di dalamnya beliau membeberkan kebenaran Islam dengan dalil-dalil yang kuat dan tak dapat dibantah. Selain itu, beliau mengupas habis-habisan serangan lain-lain agama dengan bukti-bukti yang kuat dan tajam, sehingga tampak keindahan agama Islam.

Beliau menjelaskan seterang-terangnya akan perlunya Wahyu Ilahi dan bahwa Wahyu itu tidak hanya diturunkan di zaman dahulu saja, melainkan akan selalu diturunkan, baik di zaman sekarang maupun di zaman yang akan datang, dan bahwa beliau sendiri telah menerima Wahyu Ilahi. Beliau menantang kepada barangsiapa yang tidak percaya akan keterangan beliau, supaya datang kepadanya, agar dapat melihat dan mengalami sendiri kebenaran Wahyu Ilahi.

Seorang ulama besar, Muhammad Husein Batala, pengasuh majalah Isya’atus-Sunnah, menulis sebagai berikut:

“Sekarang akan kami terangkan pendapat kami tentang buku (Barahini Ahmadiyah) ini, secara singkat dan tidak berlebih-lebihan. Menurut pendapat kami, semenjak dahulu hingga sekarang, belum pernah dalam sejarah Islam, dikeluarkan buku seperti ini. Entah di waktu yang akan datang.

Penulis kitab ini memperlihatkan keteguhan dan keberaniannya dalam membela perkara Islam, baik dengan harta, perbuatan dan ucapan, yang jarang bandingannya di antara kaum Muslimin zaman dahulu.

Jika orang beranggapan bahwa keterangan kami ini berlebih-lebihan secara timur, silahkan tunjukkan sebuah kitab, yang isinya dengan gigih membela Islam dari serangan lawan, teristimewa dari serangan Brahmo Samaj dan Arya Samaj.

Selain itu, silahkan tunjukkan, adakah orang lain seperti beliau yang selain berjasa dalam membela Islam, dapat pula membuktikan adanya kekuatan ruhani Islam, secara gagah berani mengajukan tantangan kepada orang-orang kafir dan musuh-musuh Islam yang tidak percaya akan Wahyu Ilahi sebagai berikut: “Barangsiapa ragu-ragu akan kebenaran Wahyu Ilahi, silahkan datang kepadaku, agar dapat melihat dan mengalami sendiri kebenaran Wahyu Ilahi itu.” (Isya’atus-sunnah, Juni-November 1884)

Sementara itu, abad 14 Hijriah mulailah. Pada umumnya, dunia Islam menjerit untuk datangnya seorang Mujaddid. Islam benar-benar dalam bahaya, baik bahaya dari dalam maupun bahaya dari luar. Bahaya dari dalam berupa kerusakan di dalam lingkungan umat Islam sendiri, dan bahaya dari luar berupa aneaman dari Dajjal, Yakjuj dan Makjuj. Padahal Allah telah berulangkah menjanjikan kemenangan Islam, sebagaimana dinyatakan dalam ayat:

“Dia ialah, yang mengutus Utusan-Nya dengan petunjuk dan agama yang benar, agar Dia memenangkannya atas sekalian agama, sekalipun orang-orang munafik tidak suka.” (9:33; 61:9).

Ajaib benar, jika Allah tak memenuhi janji-Nya. Tepat pada permulaan abad ke-14 Hijriah, Allah telah membangkitkan seorang Mujaddid. Orang ini tiada lain ialah Hazrat Mirza Ghulam Ahmad. Beliau diangkat sebagai Mujaddid dalam tahun 1882, dan diumumkan lewat selebaran khusus sebanyak 20.000 exemplar dalam tahun 1885.

Dengan tegar dan perkasa beliau maju membela perkara Islam menghadapi serangan-serangan dari semua pihak. Maka dari itu, beliau disambut dengan perasaan lega oleh segenap umat Islam di sana. Mereka mengakui bahwa beliau adalah satu-satunya orang yang tepat sebagai Mujaddid. Memang nyatanya, selain beliau, tak ada orang lain lagi yang mendakwahkan diri sebagai Mujaddid abad 14 Hijriah.

Akan tetapi hal ini tak berlangsung lama, karena dalam tahun 1891 umat Islam mulai memusuhi dan menyerang beliau habis-habisan. Sebab, beliau mengumumkan bahwa Nabi Isa a.s. sudah wafat, dan tidak akan kembali ke dunia lagi. Padahal kebanyakan umat Islam berkeyakinan bahwa Nabi Isa Almasih a.s. hingga sekarang masih hidup di langit dengan badan jasmaninya.

Seandainya tujuan beliau untuk mencapai kemasyhuran, tujuan beliau telah tercapai. Beliau tahu benar bahwa dengan mengumumkan wafatnya Nabi Isa a.s., menyebabkan kawan-kawan beliau akan membalik menjadi lawan. Akan tetapi orang yang dibangkitkan Allah tidak perduli akan pendapat umum. Tujuannya hanya akan menegakkan kebenaran. Beliau tidak peduli apakah dengan menyampaikan kebenaran itu, beliau akan mendapat dukungan ataukah perlawanan.

Memang andaikata beliau itu bukan dari Allah, niscaya tidakmempunyai keberanian untuk berbuat demikian. Akan tetapi beliau tidak datang untuk menyenangkan orang, melainkan untuk menyampaikan Kebenaran dari Allah.

Sebenarnya soal wafatnya Nabi Isa a.s. itu bukan barang baru. Banyak para ulama kuno yang mempunyai keyakinan bahwa Nabi Isa a.s. sudah wafat, antara lain: Imam Bukhari, Imam Malik, Ibnul Qayyim, Ibnu Khaldun dan sebagainya. Imam Bukhari, misalnya, menerangkan bahwa kata mutawaffiika yang tersebut dalam 3:54 berarti juga mumiituka (Aku mematikan engkau).

Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah-nya, menerangkan bahwa para mufassir yang berpendirian bahwa Nabi Isa Almasih a.s. diangkat hidup-hidup ke langit, ini disebabkan karena mereka disesatkan cerita Kristen. Syaikh Mahmud Syaltut, seorang maha guru Universitas Al-Azhar Cairo, menulis dengan panjang lebar bahwa Nabi Isa a.s. sudah wafat.

Akan tetapi karena umat Islam tidak lagi mempunyai kemerdekaan berfikir, mereka secara gegabah melontarkan fatwa kafir kepada Hazrat Mirza Ghulam Ahmad ketika beliau mengumumkan bahwa Nabi Isa Almasih sudah wafat. Padahal beliau mengutip pula keterangan Imam Bukhari, Imam Malik dan sebagainya. Apakah dengan demikian Imam Bukhari, Imam Malik dan sebagainya itu juga termasuk orang kafir?

Selanjutnya Hazrat Mirza Ghulam Ahmad menerangkan bahwa Nabi Isa a.s. tidak mati di tiang salib dan tidak dibunuh, sebagaimana terang dari firman Ilahi dalam Alquran 4:157-158, melainkan wafat secara wajar dalam usia lanjut, 120 tahun, sebagaimana sabda Nabi Suci Muhammad saw. yang dikutip oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya (jilid II, hal. 246).

Bahkan beliau menerangkan dengan tegas bahwa, sebuah makam yang hingga sekarang dikenal sebagai Makam Nabi di Srinagar, jalan Chan Yar, Kasmir adalah makam Nabi Isa Almasih a.s. Beliau menjelaskan bahwa di daerah Kasmir, terdapat suku-suku bangsa Israel.

Oleh karena Nabi Isa a.s. itu hanya diutus kepada suku-suku bangsa Israel, maka setelah beliau mengalami nasib malang dari suku-suku Israel Palestina, beliau sebagai Almasih menjelajah dan mengajarkan Injil kepada segenap suku-suku Israel yang berada di sebelah Timur di daerah Kasmir (yang menyebar ke timur setelah ditawan di Babilonia dalam abad ke-5 sebelum tarikh Masehi sebagaimana disinggung dalam Alquran 17:4-7).

Hal ini diperkuat oleh firman Ilahi dalam Alquran sebagai berikut: “Dan Kami telah menjadikan Ibnu Maryam dan ibunya tanda bukti, dan kami telah memberikan mereka berdua tempat benlindung di tanah tinggi yang mempunyai padang numput dan mata air” (23:50).

Tempat yang diisyaratkan dalam ayat ini tidak mungkin diterapkan di daerah-daerah Yerusalem, Mesir, Palestina atau Damaskus. Akan tetapi tempat yang sesuai benar dengan gambaran ayat ini ialah daerah Kasmir, yang di sana berdiam pula suku-suku bangsa Israel yang harus pula menerima pekabaran Injil.

Sekarang timbul pertanyaan. Jika Nabi Isa a.s. sudah wafat, mengapa banyak Hadis meriwayatkan bahwa di akhir zaman Nabi Isa a.s. akan turun lagi ke bumi? Hal ini diterangkan dengan panjang lebar oleh Hazrat Mirza Ghulam Ahmad, bahwa menurut Quran Suci, orang mati itu tidak akan turun lagi ke bumi. Hal ini tidak berarti bahwa, Hadis tentang Nuzuulul Masih (turunnya Almasih) itu tidak sahih. Akan tetapi hendaklah orang teliti membaca dan menafsirkan Hadis ini.

Misalnya Imam Bukhari meriwayatkan sebuah Hadis yang bunyinya sebagai  berikut: “Bagaimanakah kamu apabila Ibnu Maryam turun di dalam kamu dan ia itu imam kamu di antara kamu?”

Di sini terdapat kata-kata nazala fiikum dan imaamukum minkum, yang menyebabkan orang sering salah paham. Kata nazala itu tidak selamanya berarti turun dari langit. Di dalam Quran Suci banyak ayat yang menerangkan bahwa kata nazala tidak berarti tunun. Misalnya wa ‘anzalaalaikum libaasan (dan Kami menurunkan pakaian kepadamu), ini tak berarti bahwa pakaian diturunkan dari langit.

Demikian pula ayat, wa ‘anzalnal hadiida (dan Kami menurunkan besi kepadamu), ini tidak berarti bahwa besi diturunkan dari langit. Baik besi maupun pakaian semuanya berada di bumi. Jadi kata-kata nazala fiikum ini tidak berarti turun dari langit, melainkan tetap berada di bumi. Apalagi pada kalimat ini, tidak disebut-sebut kata langit sama sekali.

Selanjutnya, kata-kata imaamukum minkum ini jelas menunjukkan, bahwa yang dimaksud ialah seorang di antara kaum Muslimin sendiri. Artinya, bukan orang yang datang dari luar.

Berdasarkan uraian tersebut, jelaslah sudah, bahwa Almasih yang akan datang di akhir zaman, itu bukan Nabi Isa a.s. yang sudah wafat, melainkan “seorang Islam yang mempungai perangai dan sifat-sifat seperti Nabi ‘Isa.” Hal ini dijelaskan dengan bukti-bukti yang lebih banyak lagi oleh Hazrat Mirza Ghulam Ahmad. Akan tetapi mengingat sempitnya ruangan, terpaksa tidak dapat kami uraikan di sini.

Singkatnya, kami harus mendahulukan Quran Suci daripada Hadis Nabi. Hadis harus dijadikan tafsir dari Quran Suci, bukan sebaliknya. Apalagi Quran Suci menerangkan bahwa Nabi Isa a.s. sudah wafat, maka Hadis tentang Nuzuulul-Masih itu tak boleh merobah nash Alquran.

Bagaimanakah Masih Mau’uud (Masih yang dijanjikan dalam Hadis) turun ke bumi? Imam Bukhari meriwayatkan sebuah Hadis yang berbunyi: “Rasulullah saw. bersabda: Demi Tuhan yang hidupku ada di tangan-Nya! Dengan sesungguhnya, Ibnu Maryam akan turun di dalam kamu sebagai Hakim yang adil. Kemudian dia akan mematahkan salib dan membunuh babi.”

Dari Hadis ini terang sekali bahwa Almasih yang akan datang itu mempunyai tiga tugas, yakni menjadi Hakim yang adil, mematahkan salib dan membunuh babi.

Tugas pertama menunjukkan bahwa Masih bin Maryam akan turun di waktu merajalelanya pertengkaran dan perselisihan, terutama di kalangan umat Islam sendiri. Tugas ke-2 menunjukkan bahwa Masih bin Maryam akan turun di waktu merajalelanya agama Kristen, karena Salib adalah lambang agama Kristen. Tugas ke-3 menunjukkan bahwa Masih bin Maryam akan turun di waktu merajalelanya bangsa-bangsa yang sifatnya rakus dan kotor seperti babi.

Sebagaimana diterangkan di atas, dunia Islam belum pernah mengalami fitnah dan percobaan demikian besarnya seperti yang terjadi pada akhir abad 13 Hijriah atau abad 19 Masehi. Pertengkaran dan perpecahan di kalangan umat Islam amat parah yang sampai sekarang bekas-bekasnya masih nampak dengan terang dan masih terasakan.

Merajalelanya agama Kristen sedemikian hebatnya, sehingga abad ini disebut abad zending dan missi atau abad penyebaran Injil; dan merajalelanya bangsa yang sifat-sifatnya seperti babi: rakus, kotor dan mengumbar nafsu angkara yang berupa penjajahan dan penindasan terhadap bangsa-bangsa Asia dan Afrika yang sebagian besar beragama Islam.

Pendek kata dunia Islam benar-benar menjerit akan datangnya pertolongan dari Langit. Keadaan ini seirama benar dengan gambaran-gambaran yang diramalkan oleh Nabi Suci Muhammad saw. tiga belas abad yang lampau. Dan di saat-saat inilah Almasih bin Maryam akan turun ke bumi, sebagaimana diramalkan oleh Nabi Suci Muhammad saw.

Allah benar-benar memenuhi janji-Nya. Ramalan-ramalan Nabi Suci dipenuhi sungguh-sungguh. Almasih turun ke bumi tepat pada waktunya. Hazrat Mirza Ghulam Ahmad mendakwahkan diri sebagai Masih Mau’uud (Masih yang dijanjikan).

Orang tua beliau memang tak bernama Maryam. Beliau disebut Almasih bin Maryam karena mempunyai banyak persamaan dengan Nabi Isa Almasih bin Maryam a.s. Dakwah beliau, kebenarannya dapat diuji dengan ajaran Alquran dan Hadis Nabi. Bahkan dapat minta petunjuk langsung dari Allah SWT. dengan jalan salat istikharah yang dilakukan dengan khusyuk dan ikhlas.

Sebagai Almasih, beliau mulai menunaikan tugasnya mematahkan salib. Dengan dalil-dalil yang tajamnya bagaikan sembilu, beliau menghantam roboh sendi pokok agama Kristen. Apakah sendi pokok agama Kristen itu? Tiada lain ialah bahwa Isa bin Maryam adalah Tuhan (5:72) atau Anak Tuhan (9:30). Allah sangat mencela ajaran ini, sebagaimana diterangkan dalam ayat:

“Dan mereka berkata: Tuhan Yang Maha-Pemurah memungut putera. Sesungguhnya kamu mengucapkan sesuatu yang memuakkan. Langit hampir-hampir pecah karena ucapan itu, dan bumi membelah, dan gunung runtuh berkeping-keping. Karena mereka mengakukan seorang putera kepada Tuhan Yang Maha Pemurah.” (19:88-91)

Lagi firman-Nya: “Sungguh kafir mereka yang berkata: Allah, ialah Almasih bin Maryam. Dan Almasih berkata: Wahai putera Israel, mengabdilah kepada Allah, Tuhanku dan Tuhanmu. Sesungguhnya siapa saja menyekutukan Allah, Allah mengharamkan kepadanya Surga dan tempat tinggalnya ialah neraka. Dan bagi kaum lalim, mereka tak mempunyai penolong.” (5:72).

Akan tetapi umat Islam secara tidak sadar justru memperkuat dakwah agama Kristen. Karena umat Islam pada umumnya mempunyai keyakinan bahwa Nabi Isa a.s. hingga sekarang masih hidup di langit. Apabila Nabi Isa a.s. bisa hidup lebih dari dua ribu tahun lamanya di sisi Tuhan di langit, salahkah orang-orang Kristen yang berkata bahwa beliau pasti bukan manusia, karena, manusia tak mungkin dapat hidup 2.000 tahun lamanya tanpa makan dan minum.

Keyakinan salah ini digunakan sebagai senjata oleh umat Kristen. Padahal Allah telah bersabda dalam Quran Suci bahwa semua Utusan itu mempunyai badan jasmani yang memerlukan makan dan terkena mati: “Dan Kami tidak memberikan mereka (para Utusan) jasad yang tidak makan, makanan, demikian pala mereka tidak kekal” (21:8).

Tidak saja umat Islam mempunyai keyakinan bahwa Nabi Isa a.s. hingga sekarang belum wafat, melainkan pula mempunyai keyakinan bahwa Nabi Isa a.s. dapat menghidupkan orang mati. Jika memang benar demikian, salahkah orang Kristen yang berkata bahwa Nabi Isa pasti bukan manusia, karena yang dapat menghidupkan orang mati hanya Tuhan sendiri?

Orang-orang Kristen menepuk dada karena Nabi Isa a.s., menurut keterangan umat Islam dapat menghidupkan orang mati. Padahal Nabi Suci Muhammad saw. tidak dapat berbuat demikian. Senjata ampuh lagi bagi umat Kristen. Maka dari itu Allah membangkitkan Mujaddid Hazrat Mirza Ghulam Ahmad, untuk membersihkan Islam dari kekeliruan tersebut.

Pada tahun 1893 terjadilah perdebatan seru antara beliau dan pihak Kristen. Debat ini dilangsungkan tidak dengan lisan, melainkan dengan tulisan dengan duduk berhadap-hadapan dalam satu ruangan. Debat ini berlangsung sampai 15 hari lamanya. Kemudian naskah dari kedua belah pihak dihimpun menjadi satu, dan diberi judul Jangi Muqaddas (Perang Suci).

Di sini nampak dengan jelas kemenangan Islam atas agama Kristen. Yang lebih hebat lagi ialah debat antara beliau dengan pimpinan Arya Samaj Swami Daya Nanda Saraswati. Kemenangan Hazrat Mirza Ghulam Ahmad ini menimbulkan reaksi besar di kalangan masyarakat, terutama dari golongan yang memusuhi beliau.

Tanpa moral etik sedikitpun mereka melancarkan tuduhan palsu kepada beliau. Berulangkali beliau diseret ke meja hijau, akan tetapi beliau selalu di pihak yang menang dan dibebaskan dari segala tuduhan.

Sebagai ilustrasi, betapa kejinya muslihat pihak musuh untuk membunuh Hazrat Mirza Ghulam Ahmad, di bawah ini kami sajikan secara singkat kejadian di sekitar tahun 1897.

Para pendeta Kristen membuat perkara palsu di hadapan pengadilan. Hazrat Mirza Ghulam Ahmad dituduh telah menyuruh Abdul Hamid ke Amritsar untuk membunuh pendeta Kristen yang bernama Dr. Henry Martin Clarke. Perkara palsu ini diperkuat pula oleh golongan Islam dan Hindu. Bahkan yang bertindak sebagai pembela perkara palsu ini ialah pemimpin Arya Samaj. Jadi tiga golongan agama bergabung menjadi satu untuk membentuk satu front penyerangan terhadap Hazrat Mirza Ghulam Ahmad.

Secara teliti dan rapi, Dr. Henry Martin Clarke mengatur bukti-bukti dan saksi-saksinya. Menilik lengkapnya bukti dan saksi, orang sudah membayangkan bahwa beliau pasti sampai kepada ajalnya. Akan tetapi beberapa minggu sebelum vonis dijatuhkan, beliau menerima wahyu Ilahi bahwa perkaranya akan bebas. Wahyu Ilahi ini disiarkan dalam sebuah brosur yang berjudul Kitabul-Bariyat.

Dalam perkara ini yang bertindak sebagai hakim ialah Mr. M.W. Douglas. Setelah sidang berjalan beberapa minggu lamanya, hakim mempunyai keyakinan bahwa perkara ini palsu semata-mata. Maka dari itu, hakim menjatuhkan vonis: membebaskan Hazrat Mirza Ghulam Ahmad dari segala tuduhan. Keputusan ini cocok dengan wahyu Ilahi yang beliau terima beberapa minggu sebelumnya.

 

Imam Mahdi dan Tabligh Islam di Barat

Sebagian besar umat Islam mempunyai kepercayaan bahwa bertepatan dengan turunnya Almasih dari langit akan muncul pula Imam Mahdi. Keduanya akan bekerja sama bahu-membahu untuk memerangi orang-orang musyrik dan kafir. Mereka akan menyiarkan Islam ke seluruh penjuru dunia, dan barangsiapa tidak mau memeluk Islam akan dipenggal lehernya dengan pedang.

Hazrat Mirza Ghulam Ahmad menjelaskan bahwa kepercayaan umat Islam ini salah, karena bertentangan dengan firman Ilahi, laa ikraaha fid-diin, tak ada paksaan dalam agama (2:254). Sebagaimana diterangkan dalam Quran Suci bahwa Alquran memiliki kekuatan ruhani yang paling ampuh (59:21), yang akhirnya akan menaklukkan seluruh dunia. Maka dari itu Quran Suci tidak memerlukan kekuatan pedang.

Nabi Suci Muhammad saw. tidak berbuat demikian. Memang Nabi Suci pernah melakukan peperangan. Akan tetapi perang Nabi Suci ini dilakukan untuk membela diri, bukan untuk menyiarkan Islam. Memang menurut Quran Suci, perang itu diizinkan hanya untuk membela diri. Allah berfirman sebagai berikut: “Dan berperanglah di jalan Allah dengan orang-orang yang memerangi kamu, akan tetapi janganlah kamu menyerang” (2:790).

Hazrat Mirza Ghulam Ahmad menjelaskan arti kata jihad sebagai berikut: Menyiarkan dan membela Islam itu harus disertai dengan Mujahadah. Mujahadah ialah sebuah istilah untuk menerangkan perbuatan menyucian jiwa. Seorang guru tasawuf memerintahkan murid-muridnya supaya bermujahadah, artinya supaya menyucikan jiwa dengan zikir sekuat-kuatnya kepada Allah. Akan tetapi cara-cara mistik ini menyebabkan kaum Muslimin menjadi lemah dan lamban.

Beliau menjelaskan bahwa Mujahadah atau menyucikan jiwa itu tak dapat dicapai dengan jalan yang tidak dilalui oleh Nabi Suci dan para sahabatnya. Mujahadah itu harus dilalui dengan menjalankan jihad ruhani, bukan jihad fisik dengan menggunakan pedang. Jihad ruhani dengan menggunakan Quran Suci (25:52). Dengan demikian, beliau membangunkan kekuatan tersembunyi di dalam umat Islam, dan diarahkan kepada tercapainya tujuan yang mulia, yakni menyampaikan seruan ilahi kepada umat manusia yang berada dalam kegelapan.

Jadi gambaran Imam Mahdi yang akan menyiarkan Islam dengan pedang itu tidak benar dan bertentangan dengan Quran Suci. Adapun Imam Mahdi yang akan muncul di akhir zaman itu tiada lain ialah Masih Mau’uud, sebagaimana ditegaskan oleh Nabi Suci dalam sabdanya, Laa mahdiyya illaa ‘iisa ibnu Maryam (tak ada Mahdi selain Isa bin Maryam) (HR Ibnu Majah dan Musnad Ahmad bin Hanbal).

Umat Islam tidak mungkin dapat menyiarkan Islam di Barat apabila mereka tidak membuang jauh-jauh dua kepercayaan keliru tersebut di atas: Pertama, kepercayaan bahwa Nabi Isa a.s. hingga sekarang masih hidup di langit dengan badan jasmaninya. Kedua, kepercayaan bahwa Imam Mahdi akan menyiarkan Islam dengan pedang.

Maka dari itu Mujaddid abad 14 Hijriah, memberantas kepercayaan keliru ini, dan meyakinkan kepada dunia bahwa Islam adalah agama perdamaian sebagaimana terang pada namanya, dan bahwa Islam dapat mengadakan revolusi dunia tanpa memerlukan kekerasan secara fisik.

Jadi Hazrat Mirza Ghulam Ahmad diberi gelar Masih dan Mahdi, karena, selain beliau ditugaskan untuk meniupkan ruh baru dan memurnikan ajaran-ajaran Islam, beliau ditugaskan pula untuk menangkis serangan-serangan umat yang mengaku sebagai umat Almasih, yakni umat Kristen, dan menyiarkan keindahan Islam ke seluruh dunia, terutama di dunia Barat, pusatnya agama Kristen.

Dalam kitab Izala-i Auham yang diterbitkan pada tahun 1891, beliau menulis antara lain sebagai berikut:

“Hamba Allah yang rendah ini ditunjukkan dalam ilham, bahwa “terbitnya matahari di Barat” itu artinya, dunia Barat yang sejak dahulu tenggelam dalam-kegelapan, kekufuran dan kesesatan, akan dijadikan bercahaya dengan matahari Kebenaran, dan umat ini akan mendapat Cahaya Islam.

Saya melihat, bahwa saya berdiri di atas mimbar di kota London dan menguraikan kebenaran Islam dalam bahasa Inggris dengan bukti-bukti yang kuat. Kemudian saya menangkap sejumlah burung yang hinggap di pohon kecil, berwarna putih, bentaknya seperti burung merpati.

Maka penglihatan dalam ilham ini saya terangkan, bahwa meskipun saya tidak dapat pergi ke sana, namun tulisan-tulisan saya akan tersiar di sana, dan banyak orang tulus Inggris akan menerima Kebenaran itu.

Dengan segala kekuatan yang ada pada saya, saya bermaksud hendak menyiarkan ilmu dan rahmat yang dianugerahkan Allah kepada saya ke seluruh negara Eropa dan Asia.

Oleh karena itu, saya berwasiat agar negara-negara ini dibanjiri dengan buku yang baik-baik. Jika sekiranya saudara-saudara suka menolong saya dengan ikhlas dan sepenuh hati, saya ingin menyiapkan Tafsir Quran Suci untuk dikirimkan ke negara-negara ini, setelah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris” (hal. 769).

Pada tahun 1901, beliau meletakkan batu pertama Pembangunan Tabligh Islam di Barat dengan menerbitkan majalah bulanan berbahasa Inggris bernama The Review of Religion. Pimpinan majalah ini diserahkan kepada Maulana Muhammad Ali M.A., LL.B. Majalah ini mengupas segala agama di dunia dan merupakan sumber penerangan bagi kaum Muslimin maupun non Muslimin. Maka dari itu, majalah ini sebentar saja sudah terkenal, apalagi merupakan satu-satunya majalah berbahasa Inggris yang diterbitkan oleh golongan Islam.

Seorang penulis Barat, A.H. Walter, menulis dalam bukunya yang berjudul Ahmadiyya Movement, antara lain sebagai berikut:

“Majalah ini seirama sekali dengan namanya, karena ia mengupas banyak persoalan penting dari pelbagai macam agama di dunia: Agama Hindu kolot, Arya Samaj, Brahmo Samaj, Theosophy, Agama Sikh, Budha, Jaina, Zarathustra, Bahaiyah, Agama Yahudi dan Agama Kristen. Demikian pula Agama Islam dengan cabang-cabangnya dari aliran kolot dan modem, golongan Syiah, Ahlul-hadis, Khariji, Sufi dan aliran modem seperti Sir Sayid Ahmad Khan dan Sir Sayid Amir Ali.”

Artikel-artikel yang disajikan dalam majalah ini banyak menarik perhatian sarjana-sarjana Barat, antara lain Count Tolstoy dan lain-lain. Pers Inggris dan Amerika Serikat banyak memberikan komentar tentang artikel-artikel yang dimuat dalam majalah ini, antara lain: The Glasgow Herald, Church Family News Paper (New York), Commercial Advertisen, Union Sequel (Chicago), Literary Digest (New York), Bralington Free Press dan Sunday Circle (London).

Umat Islam berhutang budi kepada Hazrat Mirza Ghulam Ahmad atas jasa-jasanya sebagai perintis penyiaran Islam di Barat. Setelah beliau meletakkan batu pertama Tabligh Islam di Barat, Missi Suci ini dilanjutkan oleh salah seorang murid beliau, Khawaja Kamaluddin, yang berhasil mendirikan Woking Muslim Mission. Pada tahun 1913 beliau berangkat ke London dan ketika ditanya akan berangkat ke mana, beliau secara jantan menjawab, “I am going to conquer Europe by means of this” (Saya pergi menaklukkan Eropa dengan alat ini), sambil menunjuk pada Quran yang dipegangnya.

Pada tahun 1922 didirikan German Muslim Mission yang dipimpin oleh Maulana Shadruddin, yang selain mendirikan Masjid di tengah-tengah kota Berlin, beliau menerbitkan Tafsir Quran Suci dalam bahasa Jerman. Kemudian berangsur-angsur dikirimkan Muballigh ke Amerika Serikat, Amerika Selatan, Amerika Latin, ke negara-negara Asia dan Afrika.

Pada tahun 1905 Hazrat Mirza Ghulam Ahmad menerima ilham bahwa ajal beliau sudah dekat. Di saat itu, beliau menerbitkan sebuah brosur yang berjudul Al-Washiyat (Pesan Terakhir). Sesuai dengan itu pula, beliau mendirikan Shadr Anjuman Ahmadiyah (Pusat Gerakan Ahmadiyah), yang diserahi tugas untuk memimpin Gerakan Ahmadiyah sewaktu-waktu beliau meninggal dunia.

Shadr Anjuman Ahmadiyah terdiri dari 14 orang anggota, yaitu:

  1. Maulvi Hakim Nuruddin (Ketua)
  2. Maulana Muhammad Ali, M.A., LL.B. (Sekretaris)
  3. Alhajj Khawaja Kamaluddin (Organisator)
  4. Maulana Sayid Muhammad Husein
  5. Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad
  6. Nawab Muhammad Ali Khan
  7. Shets Abdurrahman
  8. Maulvi Ghulam Hasan Khan
  9. Mir Hamid Shah
  10. Syaikh Rahmatullah
  11. Dr. Mirza Yakub Baig
  12. Dr. Sayid Muhammad Husein Shah
  13. Dr. Khalifah Rasyiduddin
  14. Dr Mir Muhammad Ismail

Meskipun sudah diketahui bahwa ajalnya sudah dekat, namun Hazrat Mirza Ghulam Ahmad terus bekerja penuh semangat untuk menyampaikan kebenaran. Selama dua tahun terakhir, ditulisnya kitab-kitab Haqiqatul-Wahyi, Barahini Ahmadiyah jilid V, Chasmi Khilafat (bahasa Urdu) dan yang paling akhir ialah The Message of Peace.

Akhirnya pada tanggal 26 Mei 1908 pukul 10.00 beliau wafat dengan tenang di Lahore, jenazahnya dimakamkan di Qadian dengan meninggalkan pengikut kurang lebih 400.000 orang.

Sebuah surat kabar yang terbit di Amritsar “Wakil” menulis sebagai berikut:

“Orang yang selama tiga puluh tahun menjadi angin topan dan gempa bumi dalam dunia agama, yang dua genggaman tangannya laksana baterai elektrik dan pada jarinya tertambat kawat-kawat revolusi yang berbanjar-banjar, yaitu Mirza Ghulan Ahmad di Qadian, meninggal dunia.”[]

 

Sumber: Buku “100 Tahun Ahmadiyah, 60 Tahun Gerakan Ahmadiyah Lahore Indonesia: Sejarah Singkat Perkembangan dan Sumbangannya  terhadap Pembelaan dan Penyiaran Islam,” Media Komunikasi No. 02/1989, diterbitkan oleh Bagian Tabligh dan Tarbiyah PB GAI.

Yuk Bagikan Artikel Ini!
Translate »