ArtikelDiskursus

Gerakan Ahmadiyah Penegak Akidah Khatamun Nabiyyin

black and brown concrete building

Allah SWT berfirman, sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an Surat An-Nur ayat 55 sbb:

“Allah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan berbuat baik, bahwa Ia pasti akan membuat mereka penguasa (khalifah) di bumi sebagaimana Ia telah membuat orang-orang sebelum mereka menjadi  penguasa (khalifah), dan bahwa Ia akan menegakkan bagi mereka agama mereka yang telah Ia pilih, dan bahwa Ia akan memberi keamanan sebagai pengganti setelah mereka menderita ketakutan. Mereka  akan mengabdi kepada-Ku, dan tak akan menyekutukan Aku dengan apapun. Dan barang siapa sesudah itu tak bersyukur, mereka adalah orang-orang durhaka” (24:55).

Selaras dengan ayat suci di atasn, Rasulullah Muhammad saw. bersabda:

”Sesungguhnya Allah akan membangkitkan untuk umat ini pada permulaan tiap-tiap abad orang yang akan memperbaharui baginya agamanya” (HR Abi Daud).

Menurut ayat suci di atas Allah berjanji akan menjadikan umat Islam sebagai penguasa (khalifah) di muka bumi,  yang pemenuhan janji itu pasca Nabi Suci dibangkitkannya Khalifah Ruhani atau Mujaddid pada permulaan tiap-tiap abad.

Mujaddid adalah orang yang memperbaharui agama Islam. Pembaharuannya berkenaan dengan dinamisasi iman, purifikasi akidah dan ibadah, dan reinterpretasi Quran Suci sesuai dengan tuntutan zaman. Tajdid atau pembaruan Islam ini selaras dengan fitrah manusia sebagaimana diajarkan oleh Quran Suci dan Sunnah Nabi. Pembaharuan yang diselenggarakan oleh para mujaddid itulah yang disebut sebagai Gerakan Pembaharuan Dalam Islam.

Demikian halnya pula dengan Ahmadiyah. Amadiyah adalah Gerakan Pembaharuan Dalam Islam, yang didirikan oleh Hazrat Mirza Ghulam Ahmad Alqadiani, sebagai Mujaddid abad ke-14 Hijriyah yang bergelar Almasih dan Mahdi, berdasarkan ilham dari Allah SWT. yang  beliau terima pada tanggal 1 Desember 1888 M.

Gerakan Ahmadiyah berjuang hanya untuk membela dan menyiarkan Islam di akhir zaman ini melalui lima cabang kegiatan  dakwah Islam yang telah digariskan oleh Mujaddid dalam kitab Fathi Islam (1893), yaitu: (1) Menyusun karangan-karangan atau buku-buku dan menerbitkannya. (2) Menyiarkan brosur-brosur dan maklumat-maklumat yang dilanjutkan dengan pembahasan dan diskusi, (3) Komunikasi langsung  dengan kunjung-mengunjung, mengadakan ceramah-ceramah dan majelis taklim, (4) Korespondensi dengan mereka yang mencari atau menolak kebenaran Islam, dan (5) Beat.

Dua Golongan Ahmadiyah

Setelah pendiri Gerakan Ahmadiyah wafat pada 26 Mei 1908, Gerakan Ahmadiyah dipimpin oleh Shadr Anjuman Ahmadiyah yang diketuai oleh Maulvi Hakim Nuruddin. Selanjutnya setelah Nuruddin wafat pada tanggal 13 Maret 1914, Shadr Anjuman Ahmadiyah dipimpin oleh Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad, putra pendiri Gerakan Ahmadiyah.

Tetapi beberapa saat setelah Bashiruddin terpilih, timbul perselisihan yang dipicu oleh setidaknya 3 pernyataan Bashiruddin pasca terpilih menjadi pimpinan organisasi: Pertama, Mirza Ghulam Ahmad adalah benar-benar seorang Nabi; Kedua, Mirza Ghulam Ahmad adalah sosok Ahmad yang diramalkan dalam Qur’an Surat Ash-Shaff [61]:6; Ketiga, semua orang Islam yang tidak berbai’at kepada Mirza Ghulam Ahmad, sekalipun tidak mendengar nama beliau, hukumnya tetap kafir dan keluar dari Islam (Aina Sadaqat, hal. 35).

Jadi, menurut Bashiruddin Mahmud Ahmad, Rasulullah Muhammad saw. bukanlah nabi yang terakhir (khatamun nabiyyin), karena adanya nabi yang terbaru, yakni Hazrat Mirza Ghulam Ahmad. Padahal, Mirza Ghulam Ahmad sendiri jelas-jelas mengajarkan bahwa Nabi Suci Muhammad saw adalah Nabi yang terakhir, sesudah beliau tak ada Nabi lagi, baik Nabi lama ataupun Nabi baru (Ayyaamus Shulh, hlm. 74).

Pernyataan Bashiruddin Mahmud Ahmad, yang sejatinya bertentangan dengan ajaran Pendiri Gerakan Ahmadiyah itu, menimbulkan perpecahan di dalam tubuh Gerakan Ahmadiyah. Mereka yang menyetujui pendapat  Bashiruddin tetap bergabung di bawah kepemimpinannya. Mereka kini dikenal sebagai Jemaat Ahmadiyah Qadian,  karena markas pusatnya berawal di Qadian, India.

Tetapi sesudah Pakistan memerdekakan diri dan berpisah dengan India, Pusat Jemaat Ahmadiyah pindah ke Rabwah, Pakistan. Dan kemudian sejak 1984, markas pusatnya di boyong ke London, Inggris. Kepindahan markasnya ke Inggris dipicu oleh serangkaian tragedi yang bermuara di tahun 1974, dimana mereka dicap sebagai minoritas non-muslim oleh pemerintah Pakistan.

Kelompok lain yang berseberangan dengan Bashiruddin, dan tetap mempertahankan akidah Pendiri Ahmadiyah mengenai khatamun nabiyyin, memisahkan diri dan mendirikan organisasi baru di Kota Lahore, yakni Ahmadiyya Anjuman Isha’ati Islam Lahore (AAIIL). Dan belakangan lebih populer dengan sebutan Ahmadiyah Lahore.

Pimpinan Organisasi Ahmadiyah Lahore yang pertama adalah Maulana Muhammad Ali, sekretaris pribadi Hazrat Mirza Ghulam Ahmad semasa beliau hidup. Ahmadiyah  Lahore berpegang teguh pada pendirian Hazrat Mirza Ghulam Ahmad bahwa dirinya bukanlah Nabi, tetapi hanya seorang Mujaddid. Nama Ahmad yang disebut-sebut dalam Al-Quran Surat Ash-Shaff ayat 6 adalah Rasulullah Muhammad saw. sendiri, bukan yang lain. Begitu pula kaum Muslimin yang tidak berbai’at kepada beliau tidaklah kafir.


Gerakan Ahmadiyah di Indonesia

Ahmadiyah Lahore masuk ke Indonesia pada tahun 1924 melalui perantaraan dua orang mubalighnya, yakni Mirza Wali Ahmad Baig dalam Maulana Ahmad. Dan atas berkat rahmat Allah, pada tanggal 10 Desember 1928 Gerakan Ahmadiyah Indonesia (centrum Lahore) berdiri, di bawah kepemimpinan R.Ng.H. Minhadjoerrahman Djojosoegito.

Meski demikian, GAI menegaskan posisinya sebagai gerakan yang independen, karena tidak memiliki hubungan struktural dan organisatoris dengan AAIIL. Tetapi secara ideologis GAI mengafirmasi ide-ide keagamaan Ahmadiyah Lahore.

GAI kemudian mendapat legalitas dari pemerintah Hindia Belanda dengan Badan Hukum Nomor Ix tanggal 30 April 1930. Dan sejak diberlakunya Undang-undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang organisasi kemasyarakatan, yang mewajibkan organisasi kemasyarakatan  berasaskan Pancasila, maka GAI secara organisators juga berasaskan Pancasila.

Anggaran Dasar GAI juga telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia Tanggal 28 November 1986 Nomor 95 Lampiran  Nomor 35. Dan juga telah termasuk dalam Daftar Organisasi Kemasyarakatan Lingkup Nasional yang terdaftar di Depdagri (Lihat Harian Suara Karya, 9 Agustus 1994).

Dalam melaksanakan aktivitas dakwahnya, GAI telah menerbitkan ratusan judul buku-buku agama dalam bahasa Belanda, Jawa dan Indonesia. GAI juga mendirikan lembaga pendidikan formal yang dikelola oleh Yayasan Perguruan Islam Republik Indonesia (PIRI), yang berpusat di Yogyakarta. Yayasan PIRI menyelenggarakan pendidikan (sekolah) mulai tingkat Taman Kanak-Kanak sampai Perguruan Tinggi di berbagai daerah, antara lain di Yogyakarta, Purwokerto, dan Lampung.

Akidah Khatamun Nabiyyin

Sebagai Gerakan Pembaharuan Dalam Islam, Ahmadiyah Lahore tidak menyimpang dari Quran Suci dan Sunnah Nabi, baik di bidang akidah maupun syariah. Secara rinci Akidah Ahmadiyah telah dirumuskan oleh Maulana Muhammad Ali dalam buku Al-Bayaanu fir-Rujuu’ Ilal-Qur’aan (1930:33-35).

Rumusan Akidah Gerakan Ahmadiyah itu adalah sebagai berikut:

  • Kami percaya dengan yakin akan Keesaan Allah  dan Kenabian Rasulullah Muhammad saw.
  • Kami percaya dan yakin  bahwa Nabi Muhammad saw. adalah Nabi Terakhir dan yang terbesar di antara sekalian Nabi. Dengan datangnya beliau, agama telah  disempurnakan  oleh Allah SWT. Oleh sebab itu sepeninggal beliau tak akan ada lagi Nabi yang diutus. Akan tetapi  pada tiap-tiap permulaan abad akan diutus Mujaddid (Pembaharu), untuk melayani dan menegakkan Islam.
  • Kami percaya dan yakin bahwa Quran Suci adalah firman Allah yang diwahyukan kepada Nabi Suci Muhammad saw. Tak ada satu pun ayat  yang harus dihapus (mansukh) dan  ayat-ayatnya tetap murni untuk selama-lamanya. Sampai hari Qiyamat Quran  menjadi pedoman petunjuk bagi kaum Muslimin.
  • Kami mengakui bahwa Hazrat Mirza Ghulam Ahmad adalah Mujaddid abad 14 Hijriyah. Beliau bukan Nabi dan tak pernah mengaku Nabi.
  • Kami percaya bahwa Allah kerap kali mewahyukan sabda-Nya kepada orang-orang suci yang dipilih oleh Allah di antara kaum Muslimin, meskipun mereka bukan Nabi. Orang-orang semacam ini disebut Mujaddid atau Muhaddats, artinya orang yang diberi sabda Allah. Anugerah semacam itu acapkali disebut Zillun-Nubuwah, artinya bayang-bayang kenabian. Sebagaimana kata Zillullah, demikian pula kata Zillun-Nabi atau bayang-bayang Nabi, ini bukan berarti Nabi yang sungguh-sungguh.
  • Barang siapa mengucapkan kalimah syahdat, Asyhadu alla ilaha illallah, wa-asyhadu anna Muhammadarrasulullah, dan percaya akan arti dan maksudnya, maka ia adalah orang Islam, bukan orang kafir.
  • Kami menghormati dan memuliakan para Sahabat, para Wali dan para Ulama besar Islam. Kami tidak membeda-bedakan penghormatan terhadap para Sahabat, para Wali, para Muhaddats dan para Mujaddid.
  • Bagi kami, menyebut seorang muslim sebagai kafir adalah perbuatan yang amat keji. Oleh sebab itu,  kami tak akan bershalat makmum di belakang siapa saja yang menyebut sesama kaum muslimin sebagai kafir; hal ini untuk menunjukkan betapa kami tak suka  terhadap  perbuatan semacam  itu. Sikap demikian kami lakukan terhadap siapa saja, baik dia seorang Ahmadi ataupun bukan. Sebaliknya, kami akan bermakmum di belakang siapa saja yang tak mengafirkan kaum muslimin.
  • Kami mengakui akan benarnya Hadis Nuzulul-Masih atau  turunnya al-Masih. Akan  tetapi oleh Quran Suci sendiri dengan kata-kata yang terang  telah berfirman  bahwa Nabi Isa a.s. telah wafat, maka kami percaya bahwa Masih yang akan turun  pada akhir zaman bukanlah  Nabi Isa bangsa Israel, melainkan  seorang Mujaddid yang memiliki kesamaan sifat dengan Nabi Isa a.s.
  • Kami percaya bahwa tak ada paksaan  untuk memeluk agama Islam, dan kami percaya pula bahwa tak ada Imam Mahdi yang datang menyiarkan Islam dengan pedang. Adapun Imam Mahdi yang sesungguhnya ialah seorang Mujaddid dan dianugerahi petunjuk dan sabda Allah untuk menegakkan, menjaga dan menghayati agama Islam yang sejati.

Dengan membaca rumusan di atas, nyata jelas bahwa Ahmadiyah Lahore adalah penjaga akidah yang ditegakkan oleh Hazrat Mirza Ghulam Ahmad, bahwa Nabi Suci Muhammad  saw. adalah Khatamun Nabiyyin, dalam arti penutup atau segelnya para Nabi. Sesudah beliau Allah tak akan menurunkan lagi seorang nabi, baik Nabi lama ataupun Nabi baru.

Akidah khatamun-nabiyyin ini menjadi landasan persatuan dan kesatuan umat manusia. Dan ini dipegang teguh oleh kaum Ahmadiyah dari golongan Ahmadiyah Lahore di manapun, termasuk di Indonesia.

  • Penulis: K.H. S. Ali Yasir | Ketua Umum PB GAI Masa Bakti 1995-1999
Yuk Bagikan Artikel Ini!

Comment here